Warga Binaan di Manado Harapkan Kemudahan Akses Layanan Kesehatan
Warga binaan lembaga pemasyarakatan di Manado, Sulawesi Utara, membutuhkan akses layanan yang lebih memadai dan mudah selama menjalani masa tahanan atau hukuman. Layanan lebih sering datang dalam bentuk baksos.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Warga binaan lembaga pemasyarakatan di Manado, Sulawesi Utara, membutuhkan akses layanan yang lebih memadai dan mudah selama menjalani masa tahanan atau hukuman. Untuk sementara, pemerintah berusaha memberikannya secara sporadis lewat kegiatan seperti bakti sosial (baksos).
Fadly Tangkudung (27), tahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIA Manado, misalnya, tak kunjung dapat memeriksakan bekas timah panas yang bersarang di tulang kering kaki kanannya. Kini, ia masih berjalan terpincang-pincang karena tindakan tegas terukur yang diambil kepolisian, Mei 2021 lalu.
Kesempatan untuk memeriksakan kakinya hanyalah dengan dokter yang sesekali datang dalam acara baksos, seperti yang digelar beberapa instansi pemerintahan di tempat ia ditahan, Sabtu (5/2/2022). ”Tadi saya periksakan, katanya disarankan untuk rontgen. Tetapi, di sini (rutan), kan, ada aturan main. Tidak bisa bebas keluar,” kata Fadly.
Seperti kunjungan dokter dalam acara baksos sebelumnya, ia hanya diberi obat berupa tablet antibiotik dan antinyeri. ”Kondisi di sini terbatas. Dulu, sehabis ditembak, saya sudah minta rontgen, tetapi tidak dihiraukan (aparat),” kata Fadly yang masih menunggu putusan pengadilan atas pembunuhan yang ia lakukan.
Sementara itu, Handry Tirayoh, narapidana kasus korupsi, harus menunggu lebih dari empat bulan untuk tuntas menerima vaksin Covid-19. Suntikan dosis kedua Moderna seharusnya ia terima pada Oktober 2021, tetapi baru bisa terealisasi Sabtu ini. Vaksin dosis pertama ia dapatkan pada Juli 2021 setelah mendapatkan izin meninggalkan rutan untuk vaksinasi.
”Beberapa kali ada vaksinasi di sini (rutan), tetapi enggak ada Moderna. Kebetulan baru ada sekarang, jadi saya segera vaksin,” kata Handry, mantan kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bitung, yang dihukum kurungan selama satu tahun tiga bulan.
Adapun baksos pada siang itu digelar oleh Kementerian Hukum dan HAM, Asosiasi Rumah Sakit TNI-Polri, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dan Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada Kedokteran (Kagamadok). Selain vaksinasi, warga binaan juga boleh memeriksakan kesehatan umum dan gigi.
Kegiatan ini dilaksanakan di 47 lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rutan di 30 provinsi. Menurut Kepala Rutan Kelas IIA Manado, Yusep Antonius, program baksos ini justru membuat warga binaan merasa diperhatikan oleh negara.
”Mereka jadi merasa tidak terbuang sekalipun masih di dalam (berstatus tahanan atau narapidana) karena ada perhatian pemerintah akan hak-hak mereka yang memang harus dipenuhi, termasuk kesehatan,” katanya.
Vaksinasi diprioritaskan bagi warga binaan. Sebagian masih meminta vaksin dosis pertama atau kedua, tetapi tak sedikit yang mendaftarkan diri untuk mendapatkan dosis penguat. Menurut Yusep, 90 persen warga binaan sudah divaksin, tetapi vaksinasi perlu digencarkan karena tingginya frekuensi penerimaan warga baru berstatus tahanan.
Mereka jadi merasa tidak terbuang sekalipun masih di dalam penjara karena ada perhatian pemerintah akan hak-hak mereka yang memang harus dipenuhi, termasuk kesehatan.
Pada saat yang sama, jumlah warga binaan di Rutan Kelas IIA Manado lebih banyak dari seharusnya, yaitu 309, sekalipun kapasitasnya hanya 257 orang. Hal ini menyebabkan risiko penularan Covid-19 cukup tinggi.
”Pada awal pandemi, sempat ada 109 tahanan dan napi yang terpapar Covid-19. Karena itu, kami karantina mereka di blok khusus selama 14 hari. Kondisi saat ini zero case, tetapi metode karantina itu masih kami lanjutkan. Kami juga wajibkan tes cepat antigen untuk setiap tahanan baru,” kata Yusep.
Melebihi kapasitas
Data SDP Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham menunjukkan, pada September 2021 terdapat 2.489 tahanan dan narapidana di 14 fasilitas pemasyarakatan di Sulut. Sembilan di antaranya kelebihan penghuni. Saat itu, Rutan Kelas IIA Manado dipaksa memuat 416 orang meski kapasitasnya hanya 257, sementara Lapas Kelas IIB Tondano menampung 351 narapidana sekalipun hanya muat bagi 195 orang.
Secara virtual, Wakil Menkumham Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, kondisi ini umum di Indonesia. Di Sumatera Utara, misalnya, jumlah penghuni lapas dan rutan mencapai 300 persen dari kapasitas maksimalnya. ”Dalam kondisi varian Omicron sedang marak, bahaya jika protokol kesehatan dan social distancing tak diterapkan,” katanya.
Adapun Direktur Jenderap Pemasyarakatan Kemenkumham Reynhard SP Silitonga menyebut, varian Omicron Covid-19 sebagai bahaya yang harus terus diwaspadai. Kelebihan penghuni menjadi ancaman kesehatan yang dapat membahayakan warga binaan.
”Saudara-saudara kita yang sedang menjalani masa pidana sedang dibatasi kebebasannya oleh negara. Dengan keterbatasan tersebut, negara harus hadir untuk memberikan pelayanan terbaik,” katanya.
Kepala Rumah Sakit Tingkat II Robert Wolter Mongisidi Manado Kolonel dr Frederick, yang mewakili Kepala Kesehatan Daerah Militer XIII/Merdeka, mengatakan, saat ini pemeriksaan kesehatan bagi warga binaan hanya bisa dilaksanakan di satu tempat karena alasan ketersediaan fasilitas. ”Layanan akan diperluas sesuai perintah dari atas,” ujarnya.
Selain vaksinasi dan kesehatan umum serta gigi, tim baksos itu juga membuka pemeriksaan kanker rahim (IVA) bagi 19 warga binaan perempuan. Kepala BKKBN Sulut Tino Tandayu mengatakan, pemeriksaan itu merupakan permintaan dari pihak rutan. Ia menilainya sebagai perhatian yang sangat baik bagi warga binaan.