Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda bergejolak dalam tiga hari terakhir. Semua pihak diminta mengantisipasi risiko bahaya.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, wilayah Lampung Selatan, terus meningkat dalam tiga hari terakhir. Semua pihak diminta mengantisipasi risiko bahaya dengan tidak mendekat ke kawasan Cagar Alam dan Cagar Alam Laut Kepulauan Krakatau.
Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM, Sabtu (5/2/2022) hingga pukul 13.30, Gunung Anak Krakatau tiga kali erupsi. Erupsi tercatat terjadi pukul 05.32, pukul 10.41, dan pukul 13.03. Ketinggian kolom abu berkisar 1.000–2.000 meter dari atas puncak.
Erupsi terbesar terjadi pukul 13.03 dengan ketinggian kolom abu mencapai 2.000 meter dari atas puncak. Kolom abu teramati berwarna hitam dengan intensitas condong ke arah tenggara. Erupsi tersebut terekam di seismograf dengan amplitude maksimum 60 milimeter dengan durasi selama 2 menit 24 detik.
Kepala Pos Pemantauan Gunung Anak Krakatau (GAK) di Kalianda, Lampung Selatan, Andi Suardi mengatakan, peningkatan aktivitas vulkanik GAK selama tiga hari terakhir cukup signifikan. Meski terus bergejolak, belum ada peningkatan status GAK karena erupsi yang terjadi dinilai belum membahayakan warga. Walaupun luncuran abu cukup tinggi, kondisi angin tidak membuat abu sampai ke daratan Lampung.
”Status GAK masih di Level II (Waspada). Masyarakat tidak boleh mendekat dalam radius 2 kilometer dari kawah,” kata Andi saat dihubungi dari Bandar Lampung, Sabtu.
Pada Jumat, pukul 00.00-24.00, gunung api itu tercatat mengalami sembilan kali letusan dengan amplitudo 40-58 mm dan durasi 20-169 detik. Embusan tercatat satu kali dengan amplitudo 35 mm dan durasi 70 detik. Adapun tremor harmonik terjadi sebanyak 60 kali dengan amplitude 10-38 mm.
Kepala KPH Konvervasi Kepulauan Krakatau Syarif menuturkan, petugas terus memantau kondisi ekosistem di Kepulauan Krakatau pascatsunami Selat Sunda 2018. Berdasarkan hasil pantauan, kondisi ekosistem di Pulau Gunung Anak Krakatau masih steril dari satwa. Saat ini, baru ditemukan beberapa tumbuhan yang hidup di sekitar pantai.
Sementara itu, kondisi ekosistem di tiga pulau sekitar GAK, yakni Sertung, Panjang, dan Rakata Kecil, sudah membaik. Di Kepulauan Rakata, misalnya, terbentuk rawa kecil di bagian tenggara pulau itu. Selain itu, sudah ditemukan berbagai jenis satwa, seperti burung, kupu-kupu, dan biawak.
Syamsiar (50), warga Pulau Sebesi, menuturkan, aktivitas GAK yang meningkat tiga hari terakhir tidak sampai mengganggu aktivitas warga di Pulau Sebesi, Lampung Selatan. Pantauan dari pulau yang berjarak sekitar 10 kilometer dari GAK itu, gunung api tersebut masih terus mengeluarkan abu vulkanik yang condong ke arah Banten.
Kendati begitu, warga pulau itu harus selalu waspada dengan bencana letusan gunung api ataupun tsunami yang bisa menerjang kapan saja. Warga juga berharap pemerintah daerah segera memperbaiki jalur evakuasi bencana di sana.
”Saat ini memang sudah dipasang papan informasi jalur evakuasi. Tapi, kondisi jalur evakuasi masih jalan setapak yang sempit. Kami berharap agar dibangun jalan beton yang lebih lebar,” kata Syamsiar.
Syamsiar mengatakan, ia pernah mengusulkan pembangunan jalur evakuasi itu pascatsunami Selat Sunda pada 22 Desember 2018 yang menerjang kawasan pesisir Lampung Selatan dan Banten. Namun, hingga kini, usulan itu belum terealisasi.