Imlek di Surabaya sebagai Momentum Gotong Royong Penanganan Pandemi
Imlek 2573 Kongzili di Surabaya, Jawa Timur, diharapkan masih menjadi momentum meningkatkan kebersamaan dalam penanganan pandemi Covid-19 yang akhir-akhir ini kembali meningkat signifikan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Tahun Baru Imlek 2573 Kongzili pada Selasa (1/2/2022) di Surabaya, Jawa Timur, dirayakan masih dalam masa pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019). Perayaan dengan pembatasan diharapkan terus memelihara semangat gotong royong warga Surabaya dalam penanganan dan pengendalian Covid-19 yang belum mereda sejak Maret 2020.
Di sejumlah kelenteng di Surabaya, pengelola membatasi jam operasional tempat ibadah terkait situasi pandemi yang kembali meningkat. Dua pekan terakhir, secara statistik, terjadi kenaikan kasus harian yang signifikan. Pada awal bulan lalu atau pekan I-2022, kenaikan kasus harian di bawah 10 kasus. Namun, sepekan terakhir, kenaikan kasus harian menembus 330 kasus.
Menurut Atmodjo Yuwono, pengurus Kelenteng Hok An Kiong, Jalan Cokelat, Surabaya, dalam masa pandemi, jam operasional tempat ibadah dibuka pukul 06.00 hingga 16.00. Sehari dan saat Imlek, operasional kelenteng diperpanjang dua jam atau sampai pukul 18.00. Sebelum serangan pandemi, dalam masa Imlek, kelenteng terbuka sampai pagi bahkan nonstop.
”Kami mohon maaf kepada umat yang ingin datang dan berdoa, terutama pada malam hari, karena kelenteng sudah ditutup untuk menekan potensi penularan Covid-19,” kata Atmodjo.
Erwina Tedjaseputra, pengurus Kelenteng Hong San Koo Tee, Jalan Cokroaminoto, Surabaya, mengatakan, aktivitas sosial terkait perayaan Imlek atau Kongzili yang melibatkan banyak orang ditiadakan sejak serangan pandemi. Hal itu seperti pembagian makanan minuman, pembatasan jumlah pengunjung yang akan sembahyang, dan pertunjukan seni budaya Tionghoa.
”Sebelum pandemi, di kelenteng sudah biasa amat ramai kedatangan warga yang ingin berdoa, tetapi karena Covid-19 belum teratasi dan demi keselamatan bersama terpaksa ada pembatasan,” kata Erwina.
Di sejumlah lokasi, misalnya, kampung-kampung Pecinan, tradisi merayakan Imlek dengan menghias permukiman dan pertunjukan acara tetap dilaksanakan. Di Tambak Bayan, misalnya, yang tetap mengadakan sejumlah acara, tetapi dengan penerapan protokol kesehatan, di antarany a pembatasan kunjungan. Serupa dilakukan oleh kalangan warga Kapasan Dalam. Adapun kalangan sivitas Fakultas Humaniora Industri Kreatif Universitas Kristen Petra memperlihatkan keterampilan seni paper cutting (jian zhi), kaligrafi, dan pernak-pernik khas Tionghoa, yakni lampion dan hiasan dinding.
Secara terpisah, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengucapkan Selamat Tahun Baru China, Imlek 2573 Kongzili, bagi seluruh warga ibu kota Jatim tersebut, terutama masyarakat keturunan Tionghoa yang merayakan. Warga diharapkan tetap berbesar hati merayakan Imlek dengan keterbatasan dan pembatasan mengingat masih dalam masa pandemi Covid-19.
”Saya berharap, perayaan Imlek memperkuat kebersamaan warga Surabaya dalam penanganan dan pengendalian Covid-19,” ujar Eri. Akhir-akhir ini, kasus Covid-19 meningkat cukup tajam dan patut dicemaskan karena berpeluang tidak terkendali dan mengakibatkan berbagai gangguan, terutama bagi layanan kesehatan. Selain itu, dampaknya terpaksa lebih ketat dalam mobilitas sosial sehingga masyarakat harus terpaksa menerima tidak leluasa beraktivitas di seluruh aspek kehidupan.
Menurut Eri, semangat kebersamaan adalah karakter Arek Suroboyo. Kebersamaan itu berspektrum luas, termasuk dalam kerelaan atau kebesaran hati berkorban. Surabaya telah melalui berbagai peristiwa yang berdampak dahsyat, tetapi dapat tetap berdiri karena toleransi atau kebersamaan yang amat kuat.
Suasana di Tempat Ibadah Tri Dharma (Kelenteng) Hong San Ko Tee di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (31/1/2021). Pandemi Covid-19 yang belum mereda memaksa pengurus kelenteng menerapkan pembatasan jam operasional menjelang Imlek 2572 Kongzili.
Ketua DPRD Surabaya Adi Sutarwijono mengatakan, perayaan Tahun Baru Imlek juga menegaskan Surabaya sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang menghormati keberagaman dan mau bersatu. Di ibu kota Jatim, toleransi dan kerukunan perlu terus dipelihara dan dalam konteks pandemi Covid-19 dapat menjadi modal sosial untuk kerja sama penanganan dan pengendalian.
Kenaikan kasus yang akhir-akhir ini menyita perhatian menjadi tantangan kembali bagi warga Surabaya, termasuk keturunan Tionghoa yang merayakan Imlek untuk meningkatkan lagi kewaspadaan dan kepedulian. ”Mari menjadikan Imlek momentum untuk memperkuat kebersamaan dan dalam masa pandemi semakin meningkatkan gotong royong dalam penanganan di seluruh aspek,” ujar Adi, Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Surabaya.