Hak Interpelasi DPRD Indramayu, Soal BUMD hingga Masalah Bupati-Wakil Bupati
DPRD Indramayu mengajukan hak interpelasi kepada Bupati Indramayu Nina Agustina. Hak bertanya itu terkait pengelolaan pemerintahan hingga hubungan Bupati dan Wakil Bupati Lucky Hakim yang dinilai tidak harmonis.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — DPRD Indramayu mendesak Bupati Nina Agustina menjawab hak interpelasi Dewan pada Jumat (11/2/2022). Hak bertanya para wakil rakyat tersebut terkait pengelolaan badan usaha milik daerah hingga hubungan bupati dan wakil bupati yang dinilai tidak harmonis.
DPRD Indramayu mengajukan hak interpelasi itu dalam rapat paripurna, Senin (31/1/2022). Sebanyak 41 dari 50 anggota DPRD mengusulkan hak tersebut. Mereka berasal dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Golkar, dan Demokrat. Bahkan, Fraksi Merah Putih dan Gerindra yang mengusung bupati juga turut mendukung. Hanya Fraksi PDI-P yang menolak interpelasi.
Rapat yang berlangsung sekitar dua jam itu dihujani interupsi antara pihak pengusul dan penolak hak interpelasi. Ketua DPRD Indramayu Syaefudin juga meminta mematikan mik Abdul Rohman dari Fraksi PDI-P. Tidak hanya adu mulut, sejumlah anggota DPRD bahkan nyaris baku jotos. Kecuali Rohman, anggota Fraksi PDI-P memilih walk out saat pembacaan keputusan.
Ruyanto, juru bicara pengusul hak interpelasi, mengatakan, hak bertanya itu antara lain terkait seleksi calon direktur Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Darma Ayu. Bupati dinilai memilih orang yang tidak masuk dalam tahap akhir seleksi. “Kenapa bupati tidak memilih nama-nama terbaik yang telah direkomendasikan tim uji kelayakan?” katanya.
Pihaknya juga menyoroti kekosongan jabatan pengawas, dewan komisaris, dan direksi sejumlah BUMD. Kekosongan jabatan definitif bahkan terjadi di beberapa satuan perangkat kerja daerah. SKPD tersebut adalah di Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, hingga Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Indramayu.
“Mengapa kondisi tersebut dibiarkan? Bukankah keberadaan perangkat daerah yang telah lama tidak diisi pejabat definitif akan menghambat berjalannya roda pemerintahan?” ujar anggota Fraksi Merah Putih tersebut. Pihaknya juga mempersoalkan mutasi aparatur sipil negara yang diduga tidak berdasarkan kompetensi dan bidangnya.
Masalah lainnya adalah hubungan Bupati Nina dan Wakil Bupati Lucky Hakim yang dinilai tidak harmonis meski pemerintahan belum genap berjalan satu tahun. “Tidak difungsikannya wakil bupati dalam pengelolaan pemerintahan bukan lagi hanya rumor, tetapi dalam berbagai kesempatan ketidakharmonisan bupati dan wakil bupati tampak jelas,” katanya.
Misalnya, tidak adanya foto Lucky Hakim di kantor-kantor Pemerintah Kabupaten Indramayu. Di media sosial pemkab pun tak tampak potret wakil bupati. Bupati juga tidak mendelegasikan tugas kepada wakil bupati ketika berhalangan hadir dalam rapat paripurna. Bahkan, ia menyebut wakil bupati selama ini berkegiatan atas inisiatif masyarakat, bukan atas arahan bupati.
Padahal, wakil bupati wajib membantu kepala darah hingga mengoordinasikan dan mengevaluasi kegiatan perangkat daerah. “Apakah benar wakil bupati tidak difungsikan dalam pengelolaan pemerintahan? Jika benar, apa pertimbangan bupati? Jika tidak benar, kenapa bupati tidak memberikan kewajiban dan tugas kepada wakil bupati sebagaimana mestinya?” ujarnya.
Menurut Ruyanto, bupati harus segera menjawab berbagai problem tersebut untuk mengejar Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM Indramayu tercatat 67,29, lebih rendah dari IPM Jabar, 72,09. IPM itu meliputi angka harapan hidup dan lama sekolah. Ironisnya, daerah ini mampu memproduki 1,3 juta ton gabah kering giling dan 150.530 ton perikanan pada 2020.
Berbeda dengan Ruyanto, Sekretaris Fraksi PDI-P DPRD Indramayu Anggi Novianti menilai hak interpelasi berlebihan. Menurut dia, Nina-Lucky yang menjabat sekitar setahun masih butuh waktu penyesuaian dalam mengelola pemerintahan. “Kami meminta pimpinan dan seluruh fraksi untuk melakukan lobi dengan eksekutif atau dilakukan rapat kerja berbasis komisi,” ujarnya.
Wakil Ketua DPRD Indramayu dari PDI-P Sirojudin mengatakan, penolakan hak interpelasi oleh PDI-P merupakan tanggung jawab moral sebagai pengusung Nina-Lucky. “Mohon maaf PDI-P tidak bisa memperjuangkan (penolakan interpelasi). Masih ada kesempatan dua kali lagi tahapan komunikasi dengan teman-teman Dewan,” ujar Ketua DPC PDI-P Indramayu ini.
Ketua DPRD Indramayu Syaefudin menghargai sikap Fraksi PDI-P yang tidak sepakat dengan interpelasi. Selanjutnya, pihaknya meminta Bupati Nina hadir menanggapi hak interpelasi anggota DPRD pada Jumat (11/2/2022) mendatang. “(Bisa) Bupati atau yang ditugasi,” ujarnya saat ditanya kemungkinan bupati tidak memenuhi panggilan tersebut.
Syaefudin menegaskan, interpelasi merupakan hak dan tugas DPRD dalam mengawasi kepala daerah. Meskipun baru pertama kali diajukan oleh legislatif Indramayu, katanya, hak interpelasi adalah hal biasa. Pihaknya memastikan hubungan legislatif dan eksekutif tetap berjalan baik dalam membangun daerah.
Terkait hak interpelasi, Kompas telah mengirim pesan singkat kepada Bupati Nina. Namun, bupati belum membalasnya kendati aplikasi pesan singkatnya aktif. Memenangi Pilkada 2020, anak mantan Kepala Polri Jenderal (Pol) Da’i Bachtiar ini menggeser kekuasaan mendiang Irianto MS Syaefudin atau Yance dan istrinya, Anna Sophanah, yang hampir 20 tahun.
Iman Soleh, pengamat politik dari Universitas Wiralodra, Indramayu, mengatakan, meskipun Bupati Nina memenangi pilkada, legislatif masih didominasi Partai Golkar yang bertakhta dua dekade. “Bupati harus segera melakukan komunikasi darurat dengan anggota Dewan. Kalau tidak, ke depan, setiap kebijakan (bupati) akan ditentang dewan,” ujarnya.