Tempat rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkoba di Sumatera Selatan masih minim. Selain kekurangan tenaga, hal itu disebabkan oleh kurangnya kesadaran keluarga untuk merehabilitasi anggotanya yang terdampak.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Penyalah guna narkoba yang ditemukan di ruangan mirip penjara di rumah pribadi Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin menjalani asesmen di Badan Narkotika Nasional Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Selasa (25/1/2022). Mereka ditemukan di ruangan mirip penjara saat rumah pribadi bupati digeledah Komisi Pemberantasan Korupsi.
PALEMBANG,KOMPAS — Jumlah tempat rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkoba di Sumatera Selatan masih minim. Selain kekurangan tenaga, kesadaran warga merehabilitasi anggota keluarga masih minim karena khawatir tekena stigma.
Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular, Kesehatan Jiwa, dan Napza di Dinas Kesehatan Sumsel Sari Nazliyati Putri, Sabtu (29/1/2022), di Palembang menyampaikan, tempat rehabilitasi yang terdaftar mencapai 64 tempat, tetapi hanya 30 tempat yang aktif.
”Idealnya di setiap puskesmas ada bagian yang fokus melakukan rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba, tetapi belum bisa terealisasi karena kurangnya tenaga,” katanya.
Selain itu, kesadaran keluarga korban penyalahgunaan narkoba membawa anggota keluarganya ke tempat rehabilitasi juga masih kurang. Beberapa penyebabnya, antara lain, takut ditangkap aparat hingga terdampak stigma berujung dikucilkan masyarakat.
Menurut Sari, tidak mudah merangkul korban menjalani rehabilitasi. Butuh dibangun kepercayaan yang diawali dengan komunikasi antara konselor, tenaga kesehatan, dan pasien. ”Karena itu, penanganan bagi pencandu narkoba butuh waktu cukup lama, rata-rata sekitar dua minggu sampai tiga bulan,” ucapnya.
Sejumlah remaja sedang menjalani masa rehabilitasi di Panti Rehabilitasi Narkoba Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Nurul Ichsan Al-Islami, Desa Karang Sari, Kalimanah, Purbalingga, Jawa Tengah, Rabu (20/9/2017). Selain narkoba, mereka kecanduan obat-obat keras.
Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Sumsel Brigadir Jenderal (Pol) Djoko Prihadi berpendapat, jumlah tempat rehabilitasi tidak akan pernah sebanding dengan jumlah pengguna. ”Laju pengguna narkoba jauh lebih cepat dibandingkan dengan pembangunan tempat rehabilitasi,” katanya.
Berdasarkan data tahun 2016, jumlah pengguna narkoba di Sumsel lebih kurang 375.000 orang atau secara prevalensi sekitar 5,5 persen dari total jumlah. ”Adapun untuk data terbaru masih diteliti,” katanya. Mereka menyebar di segala sektor kehidupan, mulai dari petani, pekebun, hingga nelayan.
Bahkan, jika melihat dari tren secara nasional, jumlah pengguna narkoba meningkat sekitar 1,95 persen pada masa pandemi. Pemicunya adalah kian masifnya peredaran narkoba yang sudah merasuk ke segala lini. Karena itu, upaya pencegahan dan rehabilitasi harus terus dilakukan, setidaknya untuk menahan laju bertambahnya jumlah pengguna narkoba.
Menurut Djoko tidak mudah bagi korban untuk lepas dari jerat narkoba. Selain memengaruhi fisik, narkoba juga berdampak buruk bagi kondisi psikis. Karena itu, peningkatan tempat rehabilitasi sangat diperlukan. Sejauh ini, pemerintah dan BNN berencana membangun balai rehabilitasi di Kota Pagar Alam untuk memberikan layanan bagi mereka yang terdampak narkoba.
Djoko juga berharap agar keluarga tidak takut merehabilitasi anggota keluarganya. Dia menjamin keamanan korban asalkan tidak terlibat dalam jaringan narkotika. ”Jika terbukti terlibat bahkan menjadi bandar, tentu akan ada penindakan hukum,” kata Djoko.
Polda Sumsel mengungkap peredaran narkoba antarprovinsi dari Jambi-Sumsel, Rabu (4/3/2020). Polisi menyita 24 kg sabu dan 695 ekstasi.
Gubernur Sumsel Herman Deru berharap ada inisiasi dari sejumlah pihak untuk aktif dalam penanganan penyalahgunaan narkoba. Salah satunya, menyediakan tempat rehabilitasi bagi pencandu narkoba. Salah satu contohnya dilakukan Leanpuri Foundation dan Yayasan Masjid Agung Palembang yang membuka Klinik Rehabilitasi Al Hayzza bagi pengguna narkoba.
Di klinik yang berada dekat dengan Masjid Agung Palembang itu, para pasien akan diberikan layanan kesehatan, psikologi, dan bimbingan rohani dari para pemuka agama. Mereka yang menjalani rehabilitasi di klinik tersebut juga tidak dikenai biaya.
”Yang pasti, tidak perlu pakai kerangkeng,” kata Herman.
Herman berpendapat, narkoba adalah musuh terbesar bangsa, bahkan di dunia. Banyak anak bangsa berusia produktif yang menjadi memble atau rusak karena narkoba. Penyebarannya pun sudah merasuk ke segala lini. Lembaga rehabilitasi juga diharapkan berperan aktif untuk mencari para pengguna agar mau direhabilitasi. ”Kerja sama dengan RT, RW, atau lurah dalam menjangkau mereka yang perlu dibantu,” katanya.