PTUN Tolak Gugatan Hukum Walhi soal Izin Lingkungan PLTU di Jambi
Gugatan hukum terkait izin lingkungan PLTU di Jambi ditolak hakim, Walhi akan naik banding.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi menolak gugatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi perihal izin lingkungan PLTU Mulut Tambang-1 di Kabupaten Sarolangun, Jambi. Atas putusan tolak gugatan tersebut, Walhi berencana naik banding.
Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jambi, yang dipimpin M Arief Pratomo dengan hakim anggota Rinaldi dan Lailaturrahmah, menolak gugatan Walhi tersebut dalam sidang yang berlangsung elektronik dan baru dikirimkan kepada pihak Walhi, Kamis (27/1/2022). Selain menolak gugatan, hakim juga menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara senilai Rp 8,23 juta.
Dalam putusan itu, majelis hakim telah mempertimbangkan seluruh alat bukti yang disampaikan para pihak. Namun, untuk mengambil putusan, mereka hanya menguraikan alat bukti yang relevan dengan perkara. Izin lingkungan yang menjadi obyek sengketa, menurut majelis hakim, telah memenuhi ketentuan dalam Pedoman Penyusunan dan Penilaian serta Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup dalam Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik (OSS). ”Dengan demikian, gugatan penggugat patut untuk ditolak seluruhnya,” demikian disebutkan dalam putusan.
Hal-hal yang menjadi pertimbangan, menurut Arief, majelis hakim memahami baku mutu emisi diterapkan pada saat pembangkit listrik tenaga termal telah beroperasi. Kewajiban pemantauan ada pada penanggung jawab usaha dan dilaporkan secara berkala. Apabila terjadi perbedaan penerapan ketentuan dalam menentukan baku mutu dalam penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), hal itu tidak serta-merta dapat membatalkan amdalnya. Atas dasar itulah izin lingkungan telah sesuai.
Atas putusan tersebut, kuasa hukum Walhi, Ramos Hutabarat, menyatakan kekecewaannya. Pihaknya akan naik banding. ”Dokumen permohonan banding akan kami sampaikan segera,” katanya. Batas waktu pengajuan hukum banding sampai dengan 16 Februari mendatang.
PLTU Mulut Tambang-1 di Kabupaten Sarolangun berlokasi di Desa Pemusiran, Kecamatan Mandiangin. Dari generasi ke generasi, menurut Ramos, Sungai Pemusiran telah menjadi tumpuan hidup masyarakat. Sebelum beroperasinya PLTU, kondisi Pemusiran telah terkepung limbah dari tiga perusahaan eksploitasi batubara yang beraktivitas di sekitar desa.
Selain menyebabkan pendangkalan, limbah batubara juga meracuni air sungai. Sejak itulah masyarakat tak dapat mengakses air bersih.
Walhi mendapati limbah batubara langsung mengalir ke badan sungai. Selain menyebabkan pendangkalan, limbah batubara juga meracuni air sungai. Sejak itulah masyarakat tak dapat mengakses air bersih.
Tokoh adat setempat, Datuk Sobar, menyebut Sungai Pemusiran memiliki ikatan kuat dengan masyarakat. ”Sungai Pemusiran tak dapat dipisahkan dari kami,” katanya. Kondisi itu dikhawatirkan akan makin parah jika PLTU Mulut Tambang-1 Jambi beroperasi.
PLTU berkapasitas 2 x 300 MW itu digadang-gadang akan menjadi PLTU terbesar di Pulau Sumatera. PLTU tersebut dikerjakan oleh konsorsium sejumlah BUMN. Operasi PLTU sedianya dimulai tahun 2020, tetapi sampai saat ini baru sebatas peletakan batu pertama dengan memasang tiang pemancang.
Hasil temuan Walhi Jambi dan Centre for Research on Energy and Clean Air [CREA], diperkirakan muncul dampak buruk akibat pembangunan PLTU Mulut Tambang-1 Jambi. ”Khususnya terkait dengan hilangnya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,” kata Isabella dari tim CREA. Apalagi, beroperasinya PLTU itu akan membuka perluasan eksploitasi tambang batubara di sekitar desa sebagai bahan baku bagi PLTU.
Dari sisi ketersediaan, lanjutnya, pasokan listrik di Provinsi Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu sudah lebih dari cukup. Sistem kelistrikan di ketiga provinsi itu telah berinterkoneksi Sumatera. Ada cadangan daya listrik sebesar 1.082 MW yang dapat langsung dimanfaatkan masyarakat, termasuk kalangan industri.