Karhutla Mulai Mengancam Kalteng, Mitigasi Bencana Disiapkan
Setelah melewati tahun basah, kini Kalteng mulai diancam kebakaran hutan dan lahan. Meski masih musim hujan, beberapa titik api mulai bermunculan. Mitigasi mendesak dilakukan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Kebakaran hutan dan lahan mulai mengancam wilayah Kalimantan Tengah. Dalam dua hari terakhir, enam titik api ditemukan di dua kabupaten. Rencana mitigasi pun didesak segera dirampungkan dengan tetap memperhatikan pengelolaan lahan.
Enam titik api ditemukan di Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kotawaringin Timur, pada Rabu-Kamis (26-27/1/2022). Rinciannya, empat titik api di Kotawaringin Timur dan dua titik di Kotawaringin Barat.
Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotawaringin Timur, kebakaran lahan terjadi di Jalan Bumi Raya, Jalan Pelita Barat, dan dua lokasi di sekitar Jalan MT Haryono. Total terdapat 2,5 hektar lahan terbakar. Sementara kebakaran di Kotawaringin Barat terjadi di sekitar Kelurahan Baru, tepatnya di Gang Bangkirai Muda dengan luas lahan hampir satu hektar.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Kotawaringin Barat Martogi menjelaskan, kebakaran terjadi di dua titik lahan kosong milik warga sekitar yang tidak digarap. Kondisi lahan tersebut merupakan semak belukar dengan beberapa tanaman bambu.
”Kami belum bisa memastikan penyebab kebakaran, yang jelas memang cuaca agak panas. Penyidik dari Polres Kotawaringin Barat juga ada di lokasi untuk melakukan penyelidikan,” ungkap Martogi, Kamis (27/1/2022).
Martogi menjelaskan, pihaknya menurunkan tim untuk mengendalikan api. Pada Rabu sore, api berhasil dipadamkan.
Pelaksana Tugas Kepala Subbidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadaman Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalteng Alpius Patanan menjelaskan, dari hasil koordinasi dengan BMKG, pihaknya mendapat laporan dalam seminggu ke depan akan tetap turun hujan di beberapa wilayah. Namun, sebagian besar wilayah di Kalteng akan cerah hingga berawan.
”Cuaca saat cerah itu panas sekali, siklus Februari sampai Maret memang ada penurunan intensitas hujan,” kata Alpius.
Dalam seminggu ke depan akan tetap turun hujan di beberapa wilayah. Namun, sebagian besar wilayah di Kalteng akan cerah hingga berawan.
Rencana mitigasi
Sebelumnya, Borneo Nature Foundation menyelenggarakan Diskusi Konservasi 2022 dengan tema ”Dampak Perubahan Iklim dan Memperkuat Peran Masyarakat dalam Konservasi di Kalteng” yang dihadiri beberapa narasumber di Kalteng. Dalam diskusi tersebut terungkap soal pemerintah Provinsi Kalteng yang sedang menyusun Rencana Induk Pengendalian Karhutla (RIPDAL) untuk lima tahun ke depan.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalteng Merty Ilona menjelaskan, pembuatan perencanaan merupakan amanat dari Peraturan Daerah Provinsi Kalteng Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pengendalian Kebakaran Lahan. Dalam rencana tersebut, pemerintah akan membagi peran dan fungsi masing-masing instansi dalam pengendalian kebakaran.
”Ini baru rapat pertama, semoga tahun ini bisa selesai. Semua program pengendalian karhutla sedang berproses dengan tujuan bisa menjadi solusi permanen,” kata Merty.
Dalam diskusi tersebut, Alpius Patanan yang juga hadir sebagai pembicara mengungkapkan, partisipasi masyarakat merupakan kunci utama pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Masyarakat sebagai ujung tombak dalam respons cepat pemadaman api di lokasi. Untuk itu, perlu diperbanyak kelompok-kelompok masyarakat dalam pengendalian api.
”Secanggih apa pun program pengendalian karhutla yang dibuat pemerintah tidak akan signifikan hasilnya ketika tidak melibatkan masyarakat,” kata Alpius.
Dia menjelaskan, tidak ada variabel tunggal dalam penyebab kebakaran hutan dan lahan. Banyaknya faktor itu memerlukan solusi yang juga tidak tunggal. Ia pun berharap dalam pengendalian karhutla semua instansi, juga kelompok masyarakat, harus bisa dimaksimalkan.
Kepala Program Rungan Borneo Nature Foundation (BNF) Vallone A Wicaksono menjelaskan, dalam pengendalian karhutla perlu dilihat juga persoalan tata kelola lahan, khususnya di lahan gambut. Pasalnya, gambut jadi yang paling mudah terbakar dan paling banyak melepas karbon. Pemerintah perlu membuat kebijakan berbasis kesatuan hidrologis gambut dalam setiap aktivitas tata kelola lahan, termasuk soal perizinan dan investasi.
”Banyak aturan terkait tata kelola lahan dan tata ruang yang implementasinya sering tidak sesuai. Aturan itu juga harus bisa dilihat dari sudut pandang desa, dari bawah dulu, dari kesatuan hidrologis gambut yang paling kecil di desa-desa,” ungkap Vallone.