Harga Kopi Amstirdam Membaik Jadi Momentum bagi Petani untuk Jaga Kualitas
Biji kopi robusta sebelumnya berharga Rp 21.000-Rp 22.000 per kilogram. Saat ini tembus Rp 26.500-Rp 28.000 per kg. Adapun kopi yang berkualitas baik (premium) naik dari Rp 31.000 menjadi Rp 45.000-50.000 per kg.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Harga kopi produksi petani di kaki Gunung Semeru, Kabupaten Malang, Jawa Timur, atau yang biasa dikenal dengan sebutan kopi Amstirdam membaik dan stabil dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini menjadi momentum bagi petani untuk kembali bergairah merawat tanaman sekaligus menjaga kualitas kopi.
Sebelumnya, harga kopi setempat anjlok akibat pandemi Covid-19. Menurunnya daya serap konsumen dituding menjadi salah satu penyebab. Biji kopi (green bean) robusta sebelumnya hanya bertahan di angka Rp 21.000-Rp 22.000 per kilogram (kg), saat ini tembus Rp 26.500-Rp 28.000 per kg. Adapun kopi yang berkualitas baik (premium) naik dari Rp 31.000 menjadi Rp 45.000-50.000 per kg. Sementara arabica Rp 108.000 per kg.
Ketua Kelompok Tani Harapan Desa Amadanom, Kecamatan Dampit, Mulyono, Rabu (26/1/2022), mengatakan, membaiknya harga kopi tidak terlepas dari permintaan yang meningkat. Banyak warung dan kafe kembali beroperasi sehingga kembali menyedot kopi dari petani.
”Di tempat saya harganya masih Rp 26.500 per kg untuk yang asalan di tingkat petani. Kalau untuk kafe, kopi hasil sortir petik merah harganya lebih tinggi. Selama pandemi, yang kualitas baik hanya Rp 31.000 per kg,” katanya.
Selama ini, sejumlah kecamatan di sisi selatan Semeru menjadi penghasil kopi, seperti Ampelgading, Tirtoyudo, Sumbermajing Wetan, dan Dampit (Amstirdam). Sebagian besar yang dihasilkan merupakan jenis robusta dan sedikit sisanya arabica.
Menurut Mulyono, permintaan dari konsumen terbesar tetap berasal dari wilayah Malang Raya. Dari luar Malang jumlahnya masih terbatas, seperti Sidoarjo, Pasuruan, dan Probolinggo. Sementara kopi untuk ekspor diserap oleh perusahaan di Dampit PT Asal Jaya.
Konsultan Proyek Kerja Sama PT Asal Jaya-Jacobs Douwe Egberts (AJ-JDE) Jajang Soemantri membenarkan tentang membaiknya harga kopi sejak September 2021. Selain banyak warung dan kafe beroperasi kembali, ekspor kopi juga kembali bergeliat.
Menurut Jajang, pandemi berdampak besar terhadap komoditas kopi, mulai dari penurunan harga beli di tingkat petani, kuantitas permintaan yang merosot, hingga redupnya ekowisata ke perkebunan kopi yang sebelumnya bersinar.
”Baik ekspor maupun kafe dan warung, dua tahun terakhir kerannya sangat kecil. Bahkan, permintaan dari kafe sempat down, tidak ada sama sekali, karena adanya pembatasan kegiatan masyarakat. Namun, alhamdulillah sejak empat bulan lalu harganya membaik,” ujarnya.
Harga yang stabil tinggi, menurut Jajang, membuat petani kembali bergairah merawat kebun.
Kini, petani di tiga kecamatan, yakni Ngajum, Kromengan, dan Wonosari, yang berada di lereng Gunung Kawi, mendapat pendampingan dalam rangka melindungi petani kopi melalui program PT AJ-JDE.
”Untuk petani di lereng Gunung Kawi, targetnya 75 kelompok, per kelompok rata-rata lima orang sehingga ada 375 master trainer desa yang berdampak pada 3.000-4.000 petani. Pendampingan selama tiga tahun,” katanya.
Sebelumnya, petani Amstirdam lebih dulu mendapat pendampingan melalui program AJ-Inisiatif Dagang Hijau (IDH) juga dari Belanda 2016-2020. Program ini menyasar 15.000 ha lahan dengan jumlah master trainer 600 orang dan petani terdampak 15.000 orang.
Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang Budiar Anwar berharap membaiknya harga kopi bisa memicu petani untuk terus memperbaiki kualitas dan luasan kebun kopi. Selain pihak swasta, Pemerintah Kabupaten Malang juga berupaya memperhatikan petani, salah satunya melalui sekolah lapang.
“Kami berharap kualitas kopi dari Dampit dan sekitarnya terus membaik dan dikenal internasional. Di Jawa Timur, misalnya, ada kopi dari lereng Argopuro (Bondowoso) yang telah dikenal internasional, mereka menggunakan teknologi. Ada juga arabica dari Gayo. Kita ingin seperti itu,” ujarnya.
Luas kebun kopi di Malang sendiri terus berkembang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, terjadi penambahan luas kebun kopi hingga 2.263 hektar.
Jika tahun 2019 luas kebun kopi robusta dan arabika 16.917 hektar dengan produksi 12.055 ton, tahun 2020 menjadi 19.180 hektar dengan produksi 12.849 ton. Menurut Budiar, 2.263 hektar tambahan lahan baru merupakan pengembangan di lereng Gunung Kawi.