Bupati Probolinggo dan Suaminya Didakwa Terima Suap dari Penjabat Kades
Bupati Probolinggo nonaktif Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin, didakwa terlibat suap jual beli jabatan penjabat kepala desa di lingkungan Pemkab Probolinggo 2021. Imbalannya Rp 20 juta per penjabat.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·5 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Bupati Probolinggo nonaktif Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin, didakwa terlibat suap jual beli jabatan penjabat kepala desa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo tahun 2021. Terdakwa mematok imbalan Rp 20 juta bagi setiap penjabat untuk masa jabatan enam bulan.
Tarif untuk menjadi penjabat kepala desa sebesar Rp 20 juta dan disertai upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp 5 juta per hektar. Selain itu, terdakwa mematok tarif Rp 20 juta per orang untuk menjadi kepala desa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo.
”Mendakwa para terdakwa dengan Pasal 12 Huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP,” ujar jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Wawan Yunarwanto.
Dakwaan jaksa KPK itu disampaikan dalam sidang perdana yang berlangsung di Ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa (25/1/2022). Sidang yang berlangsung secara dalam dan luar jaringan tersebut dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Dju Johnson Mira Mangingi.
Terdakwa Bupati Probolinggo nonaktif Puput Tantriana Sari dan suaminya yang juga Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Partai Nasdem Hasan Aminuddin mengikuti sidang dari rumah tahanan KPK di Jakarta. Terdakwa yang ditahan sejak 31 Agustus 2021 tersebut tidak dihadirkan secara langsung karena masih diperlukan oleh penyidik KPK dalam penanganan perkara lain.
Sebelum memulai persidangan, hakim Dju Johnson Mira Mangingi mengajak semua pihak, baik penuntut umum maupun penasihat hukum terdakwa, agar berperilaku bersih dan bebas korupsi. Apabila mendapati perilaku yang terindikasi korupsi di lingkungan Pengadilan Tipikor Surabaya, masyarakat agar segera melapor pada KPK dan Mahkamah Agung.
Jaksa Wawan mengatakan, Puput Tantriana Sari merupakan Bupati Probolinggo dengan periode jabatan 2018-2023. Sedangkan Hasan Aminuddin merupakan Bupati Probolinggo periode sebelumnya. Suami istri ini ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan pada Senin (30/1/2021) bersama delapan orang lainnya.
Jual beli jabatan
Kasus dugaan korupsi jual beli jabatan kepala desa dan penjabat kepala desa di Pemkab Probolinggo ini melibatkan 14 terdakwa pemberi suap dan empat terdakwa penerima suap. Keempat terdakwa penerima suap adalah Tantriana, Hasan Aminuddin, Camat Krejengan Dody Kurniawan, dan Camat Paiton Muhammad Ridwan.
Adapun 14 terdakwa pemberi suap mayoritas merupakan kepala desa dan penjabat kepala desa. Para terdakwa pemberi suap ini diproses dalam perkara terpisah. Adapun peradilannya sudah memasuki sidang penuntutan terhadap terdakwa.
Jaksa KPK lainnya, Arief Suhermanto, menambahkan, terdakwa Bupati Probolinggo nonaktif Puput Tantriana Sari didakwa menerima uang Rp 360 juta dari sejumlah pihak untuk menggerakkan atau menyetujui para pihak tersebut menjadi penjabat kepala desa. Uang Rp 360 juta tersebut rinciannya Rp 20 juta pemberian dari Kades Karangren Sumarmo, Rp 240 juta pemberian dari Camat Krejengan Dody Kurniawan, serta Rp 100 juta pemberian dari Camat Paiton Muhammad Ridwan.
Kabupaten Probolinggo berencana menggelar pemilihan kepala desa serentak di 153 desa pada 2021. Pilkades itu, antara lain, digelar di Kecamatan Krejengan sebanyak 13 desa dan Kecamatan Paiton sebanyak 12 desa. Tantri mengeluarkan kebijakan pengisian kekosongan jabatan kepala desa dengan menetapkan penjabat kades yang akan menjabat selama enam bulan.
Melalui Sekretaris Daerah Probolinggo, Tantri meminta agar para camat mengusulkan nama-nama calon penjabat kades. Para penjabat kades itu akan diseleksi dan mendapat persetujuan dari Hasan Aminuddin meski dia tak punya kewenangan di Pemkab Probolinggo.
Syarat untuk mengisi jabatan penjabat kades, antara lain, bukan pejabat struktural, bukan tenaga kesehatan, dan bukan tenaga pengajar. Selain itu, menyiapkan uang sebagai imbalan untuk diserahkan kepada Bupati Probolinggo melalui Hasan. Uang itu sebelumnya dikumpulkan ke camat masing-masing.
Perbuatan kedua terdakwa tersebut bertentangan dengan jabatan Puput sebagai penyelengara negara yang tidak boleh melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, sebagai kepala daerah, dia tidak boleh menerima hadiah atau janji sebesar Rp 360 juta rupiah, padahal patut diduga pemberian itu karena kekuasaan atau kewenangan yang ada kaitannya dengan jabatan Puput.
Tidak mengajukan keberatan
Menyikapi dakwaan jaksa KPK, penasihat hukum terdakwa Puput dan terdakwa Hasan, yakni Susilo, mengatakan tidak mengajukan eksepsi atau keberatan. Namun, agar sidang berlangsung secara efektif, pihaknya meminta agar diberi daftar nama saksi yang akan dihadirkan. Perkara ini melibatkan 85 saksi.
Susilo juga meminta persidangan berlangsung secara luar jaringan sehingga terdakwa dihadirkan langsung di ruang sidang. Alasannya agar terdakwa bisa mendengarkan langsung dan penasihat hukum juga bisa berkoordinasi secara langsung dalam menangapi kesaksian para saksi.
Hasan Aminuddin mengatakan sudah lima bulan dia dan istrinya tinggal di rutan KPK di Jakarta. Dia memohon agar disetujui untuk pindah ke Surabaya dengan harapan bisa mengikuti sidang secara optimal. Terkait keperluan penyidikan, pihaknya berharap KPK bisa berkoordinasi dengan instansi penegak hukum lainnya, seperti kejaksaan dan kepolisian.
Pernyataan serupa disampaikan Puput Tantriana. Dia mengaku menghargai kebijakan mengenai penerapan standar protokol kesehatan yang menetapkan persidangan dilakukan secara daring karena masih masa pandemi Covid-19. Namun, kondisi tersebut, menurut dia, membebani psikologis.
”Oleh karena itulah kami minta kebijaksanaan majelis hakim agar menggeser persidangan di Surabaya atau memindahkan penahanan di rutan di Surabaya. Hal itu juga untuk mendekatkan kami dengan keluarga. Dari awal kami berkomitmen tidak menghalangi proses penyidikan dengan bersikap kooperatif, terutama jika diperlukan untuk penyidikan kasus lain,” kata Puput.
Menanggapi permintaan terdakwa tersebut, jaksa KPK Wawan Yunarwanto mengatakan, pihaknya belum bisa mengabulkan permohonan terdakwa karena yang bersangkutan masih dibutuhkan di Jakarta untuk penyidikan perkara lain. Pada saat bersamaan, majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya juga tetap berkeputusan bahwa sidang digelar secara online karena pandemi Covid-19 yang perkembangannya mengkhawatirkan seiring merebaknya varian Omicron.