Polda Sultra Tangkap Tiga Warga Wawonii Penolak Tambang
Atas penangkapan ini, Kapolri didesak menghentikan segala upaya kriminalisasi terhadap masyarakat yang menolak pertambangan di Wawonii. Selama ini, warga berjuang mempertahankan hak atas tanah dan kehidupan.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Sebanyak tiga warga penolak aktivitas tambang di Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sulawesi Tenggara. Mereka dilaporkan pihak perusahaan tambang setelah dianggap menyekap pekerja pada 2019. Polisi dituntut tidak melakukan kriminalisasi terhadap warga yang menentang kehadiran tambang di wilayahnya.
Tiga orang yang ditangkap adalah La Dani, Hurlan, dan Hastoma, yang merupakan warga Roko-roko Raya, Wawonii Tenggara. Ketiganya ditangkap pada Senin (24/1/2022) di kediaman dan kebun masing-masing.
La Bago (26), adik Hurlan, menceritakan, sang kakak ditangkap saat istirahat di kediaman sekitar tengah hari. Saat itu, sejumlah aparat datang dan langsung membawa Hurlan. Ia dan keluarga kaget karena sebelumnya tidak ada pemberitahuan apa pun.
”Dia (Hurlan) memang pernah dipanggil bersama puluhan warga lainnya, setelah dilaporkan pihak perusahaan tambang pada 2019. Setelahnya, tidak ada kabar, terus langsung ditangkap,” kata Bago, Selasa (25/1).
Hingga saat ini, La Bago mengaku tidak mengetahui duduk perkara hingga kakak dan dua tetangganya ditangkap. Dia hanya berharap ketiganya segera dibebaskan dan bisa pulang ke rumah masing-masing.
Direktur Kriminal Umum Polda Sultra Ajun Komisaris Besar Bambang Wijanarko menyampaikan, penangkapan tiga orang ini adalah bagian dari penegakan hukum kasus perampasan kemerdekaan terhadap sejumlah orang pada 2019. Saat itu, ketiga orang ini bersama sejumlah warga lainnya menyekap pekerja PT Gema Kreasi Perdana, di Desa Sukarela Jaya, Wawonii. ”Tiga orang ini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Mereka dikenai Pasal 333 ayat 1 KUHP terkait perampasan kemerdekaan seseorang,” kata Bambang.
Menurut Bambang, kasus ini memang telah bergulir sejak 2019. Saat itu, para tersangka bersama warga lainnya dilaporkan melakukan penyekapan sejumlah pekerja tambang yang akan beroperasi di wilayah tersebut.
Sejak September 2019, kasus ini telah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Proses hukum terus berjalan, termasuk memeriksa 14 saksi. Pada Jumat (21/1), kepolisian melakukan pencarian berdasarkan dua alat bukti yang sah. Sejumlah warga lain yang telah dilaporkan sebelumnya juga akan dicari untuk diperiksa.
”Jadi, perlu saya tegaskan bahwa Polda Sultra tidak melakukan penegakan hukum terhadap warga penolak tambang, tetapi melakukan penegakan hukum atas perbuatan pidana. Para tersangka bersama dengan orang lain melakukan penyekapan atau penyanderaan terhadap para korban sebagaimana saya jelaskan sebelumnya,” ucapnya.
La Ode Suhardiman dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kendari mengungkapkan, penetapan tersangka disertai penahaan terhadap warga Wawonii ini patut diduga berkaitan dengan upaya pembungkaman warga atas aktivitas perusahaan tambang. Sebab, sejak awal, para warga ini menolak perubahan lahan yang akan dijadikan lokasi pertambangan di Wawonii.
Sejumlah warga, lanjut Suhardiman, berupaya mempertahankan lingkungan dari dampak buruk pertambangan. Terlebih lagi, mereka selama ini menggantungkan kehidupan dari perkebunan hingga bekerja sebagai nelayan.
Sejumlah warga berupaya mempertahankan lingkungan dari dampak buruk pertambangan. Terlebih lagi, mereka selama ini menggantungkan kehidupan dari perkebunan hingga bekerja sebagai nelayan.
Para warga yang ditetapkan sebagai tersangka ini merupakan bagian dari barisan warga penolak tambang di Pulau Wawonii. Kejadian ini buntut dari pelaporan 28 warga oleh pihak perusahaan ke kepolisian pada 2019. Padahal, saat itu, menurut Suhardiman, warga tidak terima dengan kehadiran perusahaan tambang yang terus menggarap lahan. Sebelumnya, perusahaan yang sama beberapa kali menerobos lahan warga hingga mengakibatkan rusaknya sejumlah tanaman. Seorang warga juga telah melaporkan penerobosan lahan, tetapi hingga kini belum ditanggapi pihak kepolisian.
”Oleh karena itu, kami mendesak Polda Sultra untuk melepaskan tiga orang yang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, kami juga mendesak Kapolri menghentikan segala bentuk upaya kriminalisasi terhadap warga yang menolak aktivitas pertambangan di Wawonii. Selama ini, mereka hanya berjuang mempertahankan hak atas tanah dan kehidupan,” ucapnya.
Konflik pertambangan di Wawonii telah terjadi berulang kali. Terakhir, pada 2019, terjadi aksi besar-besaran warga Wawonii di Kota Kendari guna menuntut penarikan izin tambang di wilayah tersebut. Namun, penyelesaiannya tidak jelas. Sejumlah warga yang tetap berjuang mempertahankan tanah dan kebun terus berkonflik dengan perusahaan tambang.
Wawonii, yang hanya seluas 867 kilometer persegi dan merupakan satu pulau tersendiri ini adalah daerah penghasil kopra, mete, dan sejumlah hasil laut. Sejak dideteksi menyimpan cadangan nikel, lanskap daerah ini pun berubah. Sebagian warga berusaha mempertahankan lingkungan agar dampak buruk pertambangan tidak terjadi di wilayah ini.