Sidang etik akan segera dilakukan kepada bekas Kasatreskrim Polres Boyolali Ajun Komisaris Eko Marudin yang melakukan pelecehan verbal kepada seorang warga. Pimpinan Polri dituntut tegas menindak pelanggaran anggota.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI, NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Bekas Kepala Satuan Reserse Krimininal Kepolisian Resor Boyolali, Jawa Tengah, Ajun Komisaris Eko Marudin, yang diduga melakukan pelecehan verbal kepada seorang warga saat melaporkan kasus pemerkosaan yang menimpanya, akan segera menjalani sidang etik dalam waktu dekat. Dalam sidang itu akan ditentukan sanksi yang dijatuhkan kepada Eko.
Sejak Selasa (18/1/2022), Eko dan empat anggota Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Boyolali diperiksa oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polda Jateng. Pemeriksaan itu dilakukan menyusul laporan R (28), warga Kabupaten Boyolali, yang dilecehkan secara verbal oleh Eko saat melaporkan kasus pemerkosaan yang menimpanya.
Selain diperiksa, Eko juga dicopot dari jabatannya dan dimutasikan ke bagian Pelayanan Markas (Yanma) Polda Jateng. Pencopotan itu dituangkan dalam Surat Telegram Nomor ST/83/I/KEP/2022 tertanggal 18 Januari 2022. Jabatan lama Eko diisi Ajun Komisaris Donna Briyadi yang sebelumnya menjabat Kepala Satreskrim Polres Banjarnegara.
”Pemeriksaan (terhadap Eko) sudah selesai dan yang bersangkutan telah dimutasikan ke Yanma Polda Jateng. Selanjutnya tinggal menunggu sidang etik untuk menentukan sanksi yang dijatuhkan kepada yang bersangkutan,” kata Kepala Bidang Humas Polda Jateng Komisaris Besar M Iqbal Alqudusy saat dihubungi, Sabtu (22/1/2022).
Menurut Iqbal, ada dua jenis sanksi yang bisa dijatuhkan kepada anggota Polri yang melakukan pelanggaran etik. Jika pelanggaran dianggap ringan, anggota Polri diminta menyampaikan permohonan maaf kepada institusi di depan sidang. Sementara itu, jika pelanggaran dianggap berat, sanksi yang dikenakan adalah pemecatan.
”Berat atau tidaknya pelanggaran tersebut akan dilihat saat sidang nanti. Yang jelas, ucapan yang bersangkutan termasuk melanggar kode etik profesi,” ujarnya.
Adapun pemeriksaan terhadap empat anggota Satreskrim Polres Boyolali yang lain juga telah rampung. Keempat orang itu dinyatakan tidak bersalah karena tidak ikut melontarkan pelecehan verbal.
Iqbal menambahkan, saat ini, pihaknya masih berupaya mengejar seseorang yang dilaporkan telah memerkosa R. Sebelumnya, R menyebut pelaku pemerkosaan terhadap dirinya mengaku sebagai anggota Polda Jateng. Setelah diselidiki, orang tersebut bukan anggota Polri. ”Kami sudah mengantongi identitas terduga pelaku. Saat ini (kami) masih terus melakukan pengejaran. Kami mengimbau orang itu bisa menyerahkan diri supaya kasus ini bisa lebih gamblang,” tuturnya.
Kepala Polda Jateng Inspektur Jendral Ahmad Luthfi mengatakan, pihaknya berkomitmen memproses seluruh laporan masyarakat terkait pelanggaran yang dilakukan anggota Polri. Polda Jateng juga telah membuat aplikasi yang bisa digunakan masyarakat untuk melaporkan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri ke Divpropam Polda Jateng.
”Pada 2021, sejumlah 158 kasus terkait pelanggaran anggota ditangani Polda Jateng dan jajarannya, baik dalam bentuk pelanggaran disiplin maupun kode etik. Saya sudah instruksikan kapolres hingga kapolsek untuk melakukan pengawasan melekat pada anggota di lapangan,” ucap Luthfi.
Dalam kunjungannya ke Polda Jateng, Kamis (20/1/2022), Kepala Divpropam Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo meminta agar pengawasan terhadap perilaku anggota Polri ditingkatkan. Hal ini dinilai perlu karena perilaku negatif sejumlah anggota bisa berdampak negatif bagi citra Polri sebagai institusi negara.
”Anggota jangan tergelincir dengan berperilaku negatif. Para perwira sebagai manajer di lapangan harus melakukan pengawasan ketat terhadap anggota. Para perwira sebagai supervisor harus terus mengingatkan anggota agar tidak melakukan pelanggaran dan fokus pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat,” tegas Ferdy.
Tangkap pelaku
Sementara itu, Hery Hartono, kuasa hukum R, menyatakan, pihaknya akan terus mengawal kasus pelecehan yang dialami kliennya hingga tuntas. Ia menginginkan kejelasan dari sikap aparat kepolisian mengenai pelecehan verbal yang dilakukan jajarannya. Hendaknya insiden serupa tak terjadi lagi. Peristiwa tersebut juga harus mendorong jajaran kepolisian semakin memperbaiki layanan.
Harus ada kejelasan sikap aparat kepolisian mengenai pelecehan verbal yang dilakukan jajarannya. Hendaknya insiden serupa tak terjadi lagi.
”Perbuatannya sudah jelas. Ada etik yang dilanggar. Seorang pemimpin satuan yang seharusnya melindungi dan mengayomi pelapor, tetapi malah memberikan contoh yang tidak profesional. Saya pikir ini harus ada tindakan nyata dari kepolisian. Dan, ini menjadi contoh perbaikan layanan ke depan,” tutur Hery, Sabtu.
Ia menambahkan, R akan kembali dimintai keterangan tambahan terkait kasus dugaan pemerkosaan yang dialaminya, di Polda Jateng, Senin (24/1/2022). Dalam kesempatan itu, pihaknya juga akan memberikan beberapa bukti berupa rekaman kamera pengawas. Ada juga agenda berupa pemeriksaan kondisi kejiwaan R pascakejadian tersebut.
Saat ini, lanjut Hery, R masih dalam kondisi trauma berat. Yang bersangkutan lebih banyak berdiam diri di rumah. Bahkan, ia juga enggan membukakan pintu bagi orang-orang yang tak dikenal. Pihaknya menduga, trauma yang dialami juga diakibatkan ancaman pembunuhan yang dilayangkan oleh terduga pelaku.
”Dia masih sangat tertutup. Bahkan, untuk membukakan pintu rumahnya pun pikir-pikir. Masih ada ketakutan yang mendominasi perilakunya sekarang,” kata Hery.
Menurut Hery, penangkapan seharusnya bisa segera dilakukan. Pasalnya, aparat kepolisian memiliki rekaman kamera pengawas yang merekam pergerakan pelaku. Terlebih, pelaku sempat mendatangi Polres Boyolali sebelum melancarkan aksinya. Di sisi lain, kedatangan pelaku juga terekam rekaman kamera pengawas yang terpasang di rumah korban.