Minyak Goreng Bersubsidi Sulit Didapat, Kabupaten Magelang Bakal Gelar OP
Di tengah penerapan kebijakan minyak goreng satu harga, Pemerintah Kabupaten Magelang tetap menggelar operasi pasar minyak goreng. Komoditas tersebut masih sulit didapatkan di pasar.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tetap berencana menggelar operasi pasar minyak goreng kendati sudah ada distribusi minyak goreng bersubsidi ke daerah. Operasi pasar dianggap menjadi solusi terbaik untuk memenuhi kebutuhan sebagian warga yang saat ini masih mengalami kesulitan mendapatkan minyak goreng bersubsidi dari pemerintah yang jumlahnya terbatas.
Demikian disampaikan Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UKM Kabupaten Magelang Pantjaraningtyas Putranto, Jumat (21/1/2022). Untuk kebutuhan operasi pasar (OP) ini, Pemerintah Kabupaten Magelang sudah mengajukan permintaan 12.000 liter minyak goreng yang nantinya akan didistribusikan kepada seluruh warga, termasuk pelaku UMKM. Harga minyak goreng yang ditawarkan dalam OP sama dengan harga minyak goreng bersubsidi Rp 14.000 per liter. Jadwal pelaksanaan OP masih menunggu konfirmasi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
OP minyak goreng, menurut Pantjaraningtyas, masih sangat diperlukan karena stok yang tersedia di ritel modern sangat terbatas. ”Saat pasokan minyak goreng datang, banyak warga sudah langsung menyerbu sehingga banyak warga lain kehabisan,” ujarnya.
Berdasarkan keterangan sejumlah toko ritel modern, pasokan tiga hingga lima kardus minyak goreng bersubsidi biasanya akan langsung habis diserbu selang satu jam setelah pasokan tersebut datang di toko. Satu kardus biasanya berisi 12 kemasan minyak goreng.
Ramainya permintaan dan antrean panjang di toko ritel modern ini biasanya terjadi karena informasi tentang kedatangan pasokan biasanya cepat diketahui dan tersebar luas di warga sekitar. Sementara warga yang kehabisan stok akhirnya terpaksa mencari minyak goreng ke toko lain dengan konsekuensi terpaksa membeli dengan harga mahal.
Terkait hal ini, Pantjaraningtyas mengaku, pihaknya tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengendalikan harga minyak goreng di luar ritel modern. ”Kami tidak bisa memaksa pedagang atau toko di luar ritel untuk menetapkan harga sama dengan harga minyak goreng bersubsidi karena harga grosir yang mereka dapatkan saja masih di atas Rp 14.000 per liter,” ujarnya.
Kami tidak bisa memaksa pedagang atau toko di luar ritel untuk menetapkan harga sama dengan harga minyak goreng bersubsidi karena harga grosir yang mereka dapatkan saja masih di atas Rp 14.000 per liter. (Pantjaraningtyas Putranto)
Hal serupa diutarakan oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Magelang Catur Fajar Budi Sumarmo. Karena kondisi harga minyak goreng di pasar tidak mungkin ditekan, warga yang ingin mendapatkan minyak goreng dengan harga bersubsidi diharapkan mencari dan membelinya di toko ritel modern saja.
”Kami terus memantau. Sejauh ini tidak ada masalah karena stok yang tersedia di sebagian ritel modern masih mencukupi,” ujarnya.
Belum berdampak
Adapun sejumlah pedagang di Pasar Borobudur, Kabupaten Magelang, mengatakan, kebijakan satu harga minyak goreng dari pemerintah sulit diterapkan karena hingga Jumat (21/1/2022) saja mereka masih mendapatkan minyak goreng dengan harga grosir berkisar Rp 18.000-Rp 19.000 per liter.
”Menyesuaikan dengan harga minyak goreng dari pedagang pengepul, maka sampai hari ini, saya masih menjual minyak goreng dengan harga Rp 20.000 hingga Rp 21.000 per liter,” ujar Mirad (52), pedagang asal Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur.
Mirad mengaku, dirinya juga mendengar informasi adanya penurunan harga minyak goreng. Namun, dia justru meragukan kebenarannya karena saat pergi berbelanja ke sejumlah toko di sekitar pasar dan rumahnya, rata-rata harga minyak goreng masih di atas Rp 20.000 per liter.
Insiya (42), pedagang lainnya, mengatakan, penurunan harga tersebut membuat dirinya kerap menghadapi situasi tawar-menawar yang cukup alot dengan pembeli. ”Banyak pembeli mengeluhkan harga dan tetap berkeras menawar agar harga minyak goreng yang semula saya tawarkan Rp 21.000 per liter turun menjadi Rp 14.000 per liter,” ujarnya.
Permintaan tersebut tetap ditolak karena dengan harga Rp 21.000 per liter saja, Insiya mengaku hanya mendapatkan keuntungan Rp 1.000 per kemasan.
Saat ini, Insiya tinggal memiliki stok 15 liter minyak goreng dan berencana tidak menambah persediaan. Jika kebijakan minyak goreng satu harga sudah berlaku luas dan saat itu stok lama minyak gorengnya belum terjual, ia mengaku akan menggunakannya untuk kebutuhan pribadi.