Vonis Polisi Penembak Buron di Solok Selatan Diringankan Jadi Dua Tahun
Pengurangan hukuman dari tujuh tahun menjadi dua tahun ini dinilai sebagai preseden buruk. Kuasa hukum keluarga korban menilai perbuatan terdakwa yang merupakan polisi adalah pelanggaran HAM.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Hakim Pengadilan Tinggi Padang mengurangi hukuman Brigadir K, polisi penembak buron judi Deki Susanto, warga Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, dari tujuh tahun menjadi dua tahun. Putusan ini dinilai kuasa hukum pihak keluarga sebagai preseden buruk. Kejahatan serupa oleh aparat negara, dengan menghilangkan nyawa manusia, akan dianggap sebagai hal sepele.
Putusan itu dibacakan hakim Pengadilan Tinggi (PT) Padang pada 22 Desember 2021. Pengadilan Tinggi menerima banding jaksa penuntut umum (JPU) dan mengubah hukuman menjadi dua tahun penjara. Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Kotobaru, Kabupaten Solok, memvonis Brigadir K selama tujuh tahun penjara pada 25 September 2021, yang kemudian direspons pengajuan banding oleh JPU ataupun kuasa hukum terdakwa.
Kepala Kejaksaan Negeri Solok Selatan Muhammad Bardan, Kamis (20/1/2022), mengatakan, pasal yang dituntut jaksa penuntut umum sama dengan putusan pengadilan tinggi. ”Putusan dua pertiga dari tuntutan kami. Jadi, boleh menerima sepanjang amar putusan pidana jaksa penuntut umum diambil alih oleh pengadilan tinggi,” kata Bardan ketika dihubungi dari Padang.
Bardan menjelaskan, sebelumnya di PN, jaksa penuntut umum menuntut Brigadir K dihukum tiga tahun penjara berdasarkan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan meninggal dunia. Namun, hakim PN justru mengenakan Pasal 354 KUHP tentang sengaja melukai berat orang lain hingga menyebabkan kematian dengan vonis tujuh tahun penjara.
”Hakim PT sependapat dengan kami, baik pasal maupun pertimbangan tuntutan jaksa. Terkait hukuman yang lebih rendah dari tuntutan kami, tidak masalah sepanjang amar pertimbangan JPU diambil alih majelis hakim PT. Putusan ini sudah inkrah,” ujar Bardan.
Putusan dua pertiga dari tuntutan kami. Jadi, boleh menerima sepanjang amar putusan pidana JPU diambil alih oleh pengadilan tinggi. (Muhammad Bardan)
Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Stefanus Satake Bayu Setianto mengatakan, kuasa hukum polda menerima putusan hakim PT. ”Tinggal tunggu inkrah, baru kami lakukan sidang kode etik (terhadap Brigadir K) di polres. Bentuk sanksinya berdasarkan keputusan sidang dan penilaian atasannya,” katanya.
Secara terpisah, kuasa hukum keluarga Deki Susanto, Guntur Abdurrahman, mengatakan, pihaknya sangat kecewa dengan putusan PT yang meringankan hukuman Brigadir K. Keluarga korban justru berharap hakim memperberat hukuman anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Solok Selatan itu karena perbuatannya menghilangkan nyawa orang masuk kategori pelanggaran HAM sebab dilakukan oleh aparat negara.
”Apalagi telah terbukti di persidangan. Jelas, memang terdakwa menembak mati korban dengan satu tembakan di kepala. Putusan ini sangat tidak diterima oleh akal sehat dan hati nurani kita karena terdakwa hanya dihukum dua tahun. Hukumannya sama seperti hukuman orang maling ayam dan copet,” kata Guntur.
Guntur yang juga direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pergerakan Indonesia ini melanjutkan, hukuman ringan yang diterima Brigadir K menjadi preseden buruk. Jika seperti ini, kejahatan serupa yang dilakukan aparat negara, yaitu menghilangkan nyawa manusia, akan dianggap sebagai hal sepele. ”Apalagi jika nanti sampai pelaku tidak diberhentikan, tetap bertugas, ini menambah catatan buruk kepolisian. Reformasi kepolisian, Polri presisi hampir tidak terjadi di lapangan,” ujarnya.
Guntur menambahkan, sejauh ini upaya hukum tidak tersedia bagi keluarga sebab sudah diwakilkan kepada JPU. Sementara JPU menerima putusan itu. Walakin, ia dan keluarga Deki Susanto akan menempuh berbagai macam cara untuk mendapatkan keadilan.
Kronologi kejadian
Sebelumnya, Rabu (27/1/2021) sekitar pukul 14.30, buron kasus judi, Deki Susanto, tewas ditembak saat disergap anggota Polres Solok Selatan di Nagari Koto Baru, Kecamatan Sungai Pagu, Solok Selatan. Sejam kemudian, kejadian itu memicu kemarahan massa keluarga Deki. Mereka menyerang kantor Polsek Sungai Pagu, Solok Selatan.
Guntur mengatakan, penyergapan itu tidak sesuai prosedur standar operasi (SOP). Petugas datang tanpa menunjukkan kartu identitas, surat tugas, ataupun atribut polisi. Mereka langsung masuk ke rumah dan memburu korban. Istri korban langsung mengejar dan merekam peristiwa tersebut.
Berdasarkan keterangan istri Deki Susanto, suaminya tidak melakukan perlawanan. Ia sudah menyerah dan menekuk kepala dengan kedua tangan. Namun, karena takut saat ditodong pistol oleh aparat, Deki mencoba kabur, tetapi langsung ditembak di bagian kepala. Kejadian itu disaksikan istri dan anak Deki yang berusia 3 tahun.
”Setelah menembak Deki, polisi menembakkan pistol ke atas sebanyak empat kali. Ditembak dulu, korban jatuh, baru ada tembakan ke atas. Tembakan apa namanya itu, ya, tembakan sesudah, bukan tembakan peringatan,” kata Guntur.
Kepala Polres Solok Selatan Ajun Komisaris Besar Tedy Purnanto berdalih, Brigadir K menembak Deki karena ia melawan. ”Anggota (Polres Solok Selatan) menangkap DPO judi. Saat itu ada perlawanan. Anggota melakukan tembakan peringatan. Cerita versi anggota karena DPO menyerang terus, akhirnya (ditembak) kena kepalanya,” ujar Tedy, Kamis (28/1/2021).