Santriwati Korban Pemerkosaan di Magelang Terus Diancam
Santriwati korban pemerkosaan, ADP (19), di Magelang, diketahui mendapat ancaman hingga dia dibawa ke luar dari lokasi pemerkosaan. Karena itu, saat berada di luar rumah, dia pun tak berani berteriak minta pertolongan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Setelah menjalani pemeriksaan dan perawatan luka fisik akibat pemerkosaan, santriwati korban pemerrkosaan di Desa Wonoroto, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, ADP (19), masih akan menjalani pemeriksaan psikologis di Rumah Sakit Dr Sardjito di Yogyakarta. Hal ini dilakukan karena korban, hingga Sabtu (15/1/2022), masih dalam kondisi ketakutan dan trauma berat.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor (Polres) Magelang Ajun Komisaris M Alfan Armin, Minggu (16/1/2022), mengatakan, selain karena pemerkosaan yang dialaminya, korban mengalami trauma berat dan ketakutan karena sepanjang pemerkosaan hingga dirinya ditemukan warga korban terus-menerus diancam oleh pelaku PA.
”Saat sudah dibawa dan berada di luar rumah yang menjadi lokasi pemerkosaan, korban mengaku tetap tidak berani berteriak meminta pertolongan karena dirinya terus-menerus diancam oleh pelaku PA,” ujarnya.
ADP, santriwati sebuah pondok pesantren di Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang, disekap di rumah NI di Desa Wonoroto, Kecamatan Windusari, selama empat hari, mulai Minggu (2/1/2022) hingga Rabu (5/1/2022). Dalam kondisi dicekoki minuman keras, korban diperkosa secara bergiliran oleh tiga pelaku, yakni NI (25), PA (21), dan N (15).
Kamis (5/1/2022), korban yang merupakan warga Lampung itu, akhirnya ditemukan warga di dekat rumah pelaku, NI, di Desa Wonoroto. Ketika itu, korban bersama dengan pelaku PA dan NI. Korban sedianya akan dibawa ke rumah salah seorang rekan PA, tetapi batal dilakukan karena rekan tersebut tidak berada di rumah.
Berdasarkan keterangan pelaku, kata Alfan, korban dibawa ke rumah lainnya karena pelaku merasa tidak enak terlalu lama berada di rumah NI. Namun, polisi masih akan menyelidiki lebih dalam alasan tersebut.
”Kami akan menyelidiki apakah di lokasi rumah temannya yang lain tersebut, pelaku PA dan dua pelaku lainnya berniat akan kembali melanjutkan menyekap dan memperkosa korban atau ada motif lainnya,” ujarnya.
Tidak hanya mengancam korban, pelaku PA juga sering kali marah-marah dan mengancam anggota keluarga NI yang tinggal bersama NI. Hal itu pada akhirnya membuat anggota keluarga NI takut dan kemudian kerap acuh dengan aktivitas teman-teman NI di rumah.
”Saat pemerkosaan terjadi, ayah dan adik NI sebenarnya berada di rumah. Namun, karena sudah sering mendapat ancaman, mereka kemudian memilih untuk tidak peduli,” ujarnya.
Kepala Polres Magelang Ajun Komisaris Besar Sajarod Zakun mengatakan, kejadian tersebut sebenarnya bisa dicegah jika kontrol sosial dari masyarakat masih berjalan.
”Dengan menjalankan siskamling dan tetap menjalankan aturan untuk melapor bagi warga yang menerima tamu menginap, warga desa setempat semestinya bisa mencegah agar hal seperti itu tidak terjadi,” ujarnya.
Warga desa setempat semestinya bisa mencegah agar hal seperti itu tidak terjadi. (Sajarod Zakun)
Menyikapi kondisi tersebut, Sajarod mengatakan, pihaknya akan menggerakkan personel bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (bhabinkamtibmas) di desa untuk kembali menggiatkan siskamling dan mengajak warga untuk memperketat pengawasan terhadap berbagai aktivitas yang ada di desa.
Direktur Rifka Annisa Women’s Crisis Center Yogyakarta Defirentia One Muharomah juga berpendapat serupa. Peran aktif dan kontrol sosial masyarakat sangat penting dan sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan.
Dalam lingkup yang lebih sempit, peran orangtua juga penting untuk mengawasi dan memberikan edukasi tentang kekerasan seksual pada anak-anaknya.Setelah pemerkosaan terjadi, dia pun menyarankan agar keluarga dan lingkungan sekitar tetap memberikan dukungan dan berhenti menyalahkan korban.
”Berhentilah menyalahkan karena keluarga sendiri pasti juga tidak tahu secara jelas apa yang dialami korban saat itu,” ujarnya. Perilaku menyalahkan juga tidak akan berdampak positif dan justru memperburuk kondisi psikologis korban yang pasti masih mengalami trauma.