Pasca-erupsi, Kawasan Rawan Bencana di Tenggara Gunung Semeru Meluas
Kawasan rawan bencana Gunung Semeru meluas di arah tenggara. Perubahan ini merupakan konsekuensi dari erupsi di Semeru pada 4 Desember 2021.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Kawasan rawan bencana Gunung Semeru meluas pasca-erupsi 4 Desember 2021. Sejumlah desa di Kecamatan Pronojiwo dan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, yang berada di tenggara gunung diminta meningkatkan kewaspadaan karena penambahan tersebut.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Andiani memaparkan, peta kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Semeru meluas dari 72,16 kilometer persegi menjadi 80,43 kilometer persegi. Perubahan ini merupakan konsekuensi dari erupsi Semeru yang terjadi pada 4 Desember 2021.
Menurut Andiani, perubahan peta KRB Gunung Semeru kali ini hanya difokuskan di daerah tenggara yang menjadi dampak erupsi Desember lalu. Secara garis besar, perubahan ini terjadi di sekitar guguran awan panas hingga aliran lahar pada saat erupsi.
Perluasan KRB di kawasan tenggara ini melebar ke barat dan ke timur dibandingkan dengan KRB sebelumnya. Secara garis besar, perubahan ini terjadi di sekitar guguran awan panas hingga aliran lahar pada saat erupsi Semeru.
”Pembuatan ini melibatkan 30 ahli dari berbagai disiplin ilmu kebumian. Tidak hanya berasal dari PVMBG, tetapi juga berasal dari ahli-ahli dari pusat air tanah dan geologi tata lingkungan. Semua ini berdasarkan pemantauan intensif dengan menerapkan berbagai metode,” ujarnya dalam peluncuran peta KRB melalui daring yang disaksikan di Bandung, Jawa Barat, Jumat (14/1/2022).
Andiani menjabarkan, daerah dengan KRB yang meluas berada di Kecamatan Pronojiwo dan Candipuro. Dua daerah ini terdampak erupsi dengan luasan total mencapai 12,5 kilometer persegi.
Pasca-erupsi, KRB di Kecamatan Di Pronojiwo berada di Desa Supiturang dan Oro-oro Ombo seluas 28,12 kilometer persegi. Untuk daerah Candipuro, KRB berada di Desa Sumberwuluh dengan luas 10,8 kilometer persegi.
Peta kawasan rawan bencana ini bisa diunduh melalui situs magma.esdm.go.id.
Menurut Andiani, perubahan ini meluas ke barat dan ke timur dari KRB sebelumnya. Secara garis besar, perubahan ini terjadi di sekitar guguran awan panas hingga aliran lahar pada saat erupsi Semeru. Perubahan yang terjadi tidak hanya menambah luasan KRB, tetapi juga meningkatkan zona KRB dari suatu wilayah.
Berdasarkan peta KRB, zona rawan bencana dibagi menjadi tiga kawasan. KRB I merupakan daerah yang berpotensi terlanda lahar, sedangkan KRB II merupakan perluasan KRB III dengan kemungkinan tinggi terlanda awan panas, aliran lava, hingga guguran batu (pijar).
Sementara itu, KRB III adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, hingga guguran batu (pijar). Masyarakat di daerah KRB II dan III harus waspada dan mempersiapkan diri untuk mengungsi jika terjadi peningkatan aktivitas gunung api.
”Dari pemetaan yang dilakukan, memang ada perubahan. Ada daerah yang berubah dari KRB II menjadi KRB III. Ada juga daerah yang dahulu belum KRB menjadi KRB II,” ujarnya.
Peta KRB ini, lanjut Andiani, bisa diunduh melalui situs magma.esdm.go.id. Dia berharap, peta ini bisa menjadi acuan dari setiap pihak dalam menghadapi potensi bencana dari aktivitas vulkanik Gunung Semeru. Persiapan ini terkait rencana ke depan berdasarkan kemungkinan yang terjadi (kontingensi).
”Peta KRB ini digunakan untuk menyusun rencana kontingensi apabila terjadi erupsi Gunung Semeru di masa depan. Rencana ini terkait dengan arah evakuasi dan tempat yang bisa menjadi evakuasi sementara masyarakat,” ujarnya.
Sekretaris Badan Geologi Ediar Usman menambahkan, pembuatan peta yang ada selalu dilakukan setiap evaluasi terjadinya bencana sebagai bentuk mitigasi. Tidak hanya zona berbahaya, evaluasi juga dilakukan terhadap kesesuaian dan pemanfaatan lahan di daerah rawan bencana.
”Ini merupakan bagian dari mitigasi bencana. Baik untuk pemerintah daerah setempat hingga Badan Penanggulangan Bencana Daerah, semua dibutuhkan untuk menghadapi bencana,” ujarnya.