Abdul Gafur Mas’ud yang Kontroversial hingga OTT KPK di Penajam Paser Utara
Penajam Paser Utara kerap didengar publik karena menjadi lokasi calon ibu kota baru. Setelahnya, bupatinya, Abdul Gafur Mas’ud, kerap diperbincangkan karena kontroversinya. Kini, ia dikabarkan ditangkap KPK.
Nama Kabupaten Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur mendadak dikenal publik luas setelah Presiden mengumumkan bahwa wilayah ini dinilai paling cocok sebagai lokasi calon ibu kota negara baru. Komisi Pemberantasan Korupsi dikabarkan menangkap Abdul Gafur Mas’ud, Bupati Penajem Paser Utara, terkait dugaan korupsi.

Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas’ud saat diwawancara setelah diskusi.
Setidaknya sampai pukul 18.00 Wita, Kamis (13/1/2022), KPK belum mengumumkan siapa saja tersangka dari hasil penangkapan tersebut. Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebutkan, OTT dilakukan di Jakarta dan Penajam Paser Utara sejak Rabu (12/1/2022) malam. Setelah itu, KPK memeriksa intensif sejumlah orang itu untuk menetapkan tersangka 24 jam setelah penangkapan.
”Terkait dengan pemberian hadiah atau janji kepada salah satu penyelenggara negara, yaitu kepala daerah di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur,” ujar Ali Fikri dalam siaran pers yang diterima Kompas, Kamis (13/1/2022).
Kepada media, Ketua KPK Firli Bahuri menyebutkan, Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas’ud turut menjadi orang yang ditangkap dan diperiksa di Jakarta. Status Abdul Gafur Mas’ud masih terperiksa. Pihaknya masih melakukan pendalaman dan belum mengumumkan rinci kasus apa yang sedang mereka tangani dan siapa saja yang diperiksa. Ia memastikan kasus ini tak terkait dengan rencana pemindahan ibu kota negara ke kabupaten tersebut.
”KPK melakukan tangkap tangan salah satu bupati di wilayah Kaltim, yaitu Bupati Penajam Paser Utara beserta sepuluh orang,” ujar Firli.
Terkait berita tersebut, Wakil Bupati Penajam Paser Utara Hamdam Pongrewa juga belum bisa memberi informasi lebih. Ia belum bisa berkomunikasi dengan Abdul Gafur Mas’ud. Laporan yang ia himpun, setelah kabar OTT beredar, dua ruangan di kantor pemerintahan Kabupaten Penajam Paser Utara disegel oleh KPK dengan garis KPK bercorak hitam dan merah.
Ruangan tersebut antara lain ruang koridor bupati dan ruang sekretaris daerah. Adapun di bawah garis itu tersemat stiker warna putih bertuliskan ”Dalam Pengawasan KPK” dengan dibubuhi tanda tangan penyidik. Tersemat tanggal 12/1/2022 di kertas tersebut.
”Saya atas nama masyarakat dan bagian dari pemerintah Penajam Paser Utara turut prihatin terhadap persoalan yang sedang ramai. Mudah-mudahan kita dapat segera mendapat informasi resmi terkait persoalan ini. Layanan pemerintahan tetap berjalan,” kata Hamdam.
Baca juga : KPK OTT Kepala Daerah di Penajam Paser Utara, Calon Ibu Kota Negara yang Baru

Ruang Koridor Bupati Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur terlihat disegel oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (13/1/2022). KPK menangkap Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas’ud dan 10 orang lain terkait dugaan suap.
Proyek dengan nilai fantastis
Abdul Gafur Mas’ud merupakan salah satu bupati termuda di Indonesia. Lelaki kelahiran 7 Desember 1987 itu menjabat Bupati Penajam Paser Utara di usia 31 tahun setelah menang dalam pilkada dengan pasangannya sebagai Wakil Bupati Hamdam Pongrewa. Masa jabatan keduanya 2018-2023.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Balikpapan ini pernah menjadi perbincangan lantaran niatnya membangun mercusuar atau tower di daerah yang ia pimpin. Tower itu dirancang dengan tinggi 150 meter, lebih tinggi dari Tugu Monas di Jakarta yang tingginya 132 meter.
”Jika di Jakarta ada tugu Monas, Insyaallah di PPU ada tugu IKN PPU,” tulis Abdul Gafur Mas’ud di akun Instagram-nya, @abdulgafurmasud pada Januari 2021.
Dalam informasi Lembaga Pengadaan Secara Elektronik Kabupaten Penajam Paser Utara (lpse.penajamkab.go.id), tender proyek itu dimenangi PT Pandu Persada yang berkantor di Bandung, Jawa Barat. Nilai proyek itu Rp 2,9 miliar. Namun, proyek tersebut belum terlihat pengerjaannya di kabupaten tersebut.
Selain itu, bupati yang kerap disapa sebagai AGM tersebut pernah menjadi buah bibir karena membangun rumah dinas bupati dengan nilai fantastis, yakni Rp 34 miliar di tengah pandemi Covid-19. Kepada wartawan, ia menyampaikan bahwa rumah dinas itu merupakan rencana Pemkab Penajam Paser Utara sejak 2015, sebelum dirinya menjabat.
Rumah itu dibangun di lahan seluas 2 hektar dan saat ini sudah selesai dibangun. Pembangunan menggunakan biaya APBD Kabupaten Penajam Paser Utara ataupun dana bagi hasil. AGM menyebutkan, proyek tersebut ia sudah setujui pada 2020 agar pejabat kabupaten tersebut tak lagi mengontrak untuk rumah dinas.
”Baru tahun 2020 ini kami setujui sesuai aturan yang berlaku. Kami berbicara dengan (Dinas) PUPR. Kami inginnya rumah dinas itu tidak mau lagi rumah pribadinya (pejabat) dikontrak. Karena pada 2006-2021 ini kami sudah menghabiskan biaya penyewaan itu sampai Rp 71 miliar,” ujar AGM pada Agustus 2021.
Baca juga : Korupsi Infrastruktur, Ancaman Pemerataan Pembangunan di Daerah

Lanskap pusat wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, Kamis (29/8/2019). Penajam Paser Utara dan Samboja akan menjadi bagian dari ibu kota baru yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo.
AGM juga pernah ditegur melalui surat imbauan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada Agustus 2021. Sebab, Penajam Paser Utara menjadi salah satu kabupaten yang terlambat membayarkan insentif tenaga kerja kesehatan daerah (innakesda) yang menangani Covid-19 (Kompas, 31/8/2021).
Muhajir yang saat itu menjabat Pelaksana Tugas Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah Penajam Paser Utara menjelaskan, penyebab keterlambatan karena proses panjang refocusing anggaran. Biaya penanganan Covid-19 di kabupaten itu tahun 2021 berjumlah Rp 30 miliar. Jumlah itu 10,87 persen dari total dana alokasi umum (DAU) yang bersumber dari pemerintah pusat.
”Kami baru selesai refocusing 30 Juli 2021. Proses refocusing ini panjang karena harus melakukan rasionalisasi untuk melakukan pengalihan anggaran di satuan kerja perangkat daerah untuk dialokasikan ke penanganan Covid-19,” katanya.
Hasil investigasi Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Timur menilai pembayaran yang molor itu sebagai malaadministrasi. Sebab, Pemkab Penajam Paser Utara juga belum menyelesaikan verifikasi terhadap usulan insentif dari Puskesmas Bulan September-Desember 2020.
Politik dinasti
Dengan adanya kasus ini, sejak 2018, setidaknya KPK sudah melakukan operasi empat kali di Kalimantan Timur. Pada 2018, Rita Widyasari yang saat itu menjabat Bupati Kutai Kartanegara ditangkap karena kasus suap pengurusan izin usaha dan tindak pidana pencucian uang.
Setahun setelahnya, pada 2019 KPK mengamankan mantan Kepala Balai Penataan Jalan Nasional (BPJN) XII Balikpapan Refly Ruddy Tangkere, pejabat pembuat komitmen, anggota staf BPJN XII, dan pihak swasta. Kasusnya terkait dengan pembangunan infrastruktur jalan.
Pada 2020, KPK menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur. Dua orang di antara penerima suap itu adalah Bupati Kutai Timur Ismunandar dan Ketua DPRD Kutai Timur Encek.
Peneliti di Pusat Studi Anti Korupsi, Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda, Herdiansyah Hamzah, menilai sejumlah politik anggaran di Penajam Paser Utara memang kontroversial. Hal itu terlihat dari sejumlah kebijakan pemda yang tidak memihak kepentingan publik.
”Politik anggaran itu soal prioritas dan distribusi. Bagaimana mungkin politik anggaran dikatakan memihak kepentingan publik kalau kemudian proyek mercusuar (tower) dan rumah dinas yang notabene tidak relevan dengan kepentingan masyarakat dipaksakan di tengah pandemi,” katanya.
Baca juga : Selain Bupati Penajam Paser Utara, OTT KPK Amankan 10 Orang Lain

Gapura pintu masuk melalui Pelabuhan Penyeberangan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, Kamis (29/8/2019). Penajam Paser Utara dan Samboja akan menjadi bagian dari ibu kota baru yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo.
Jika menilik kasus yang sudah-sudah, ia menilai setidaknya ada dua karakteristik korupsi di Kaltim. Pertama terkait izin pengelelolaan dan pengolahan sumber daya alam, yakni perkebunan sawit dan batubara. Kedua, terkait pengadaan barang dan jasa.
Sejumlah korupsi di Kaltim itu, kata Herdiansyah, ditopang oleh relasi kuasa dan adanya praktik politik dinasti. Misalnya, dalam kasus Kutai Timur, Ismunandar yang saat itu menjabat bupati merupakan suami dari Encek yang kala ditangkap KPK sebagai Ketua DPRD.
Namun, korupsi dalam dinasti politik ini tak melulu terkait hubungan keluarga dan keturunan saja. Sejumlah kepala dinas juga ada dalam jaringan praktik korupsi tersebut, jika melihat kasus di Kutai Timur.
”Ada referensi lain yang menyebut bahwa politik dinasti tak lagi bisa kita ukur dalam hubungan sedarah saja, tetapi juga termasuk relasi pertemanan. Jadi perkara pengadaan barang dan jasa itu dipercepat proses perilaku korupnya oleh praktik politik dinasti itu,” katanya.
Herdiansyah menilai, hal itu marak terjadi lantaran ada problem dalam seleksi pejabat publik. Dengan melihat kasus-kasus sebelumnya, ia menduga ada kemungkinan politik transaksional dalam pemilihan kepala dinas di sejumlah daerah di Kaltim.
”Ini soal mentalitas ASN yang kerap kali sebagai bagian dari kepentingan politik balas budi saat pilkada. Orang yang menang pemilihan kepala daerah tertentu, kendatipun tidak terang terangan, mendapat balas budi dari kepala daerah. Mereka ditempatkan di pos-pos tertentu,” katanya.