Polda Sumut Kejar Otak Pelaku Perdagangan Pekerja Migran
Penyelidikan akan terus dilakukan aparat hukum untuk mengejar pelaku lain. Sindikat lain pun akan dikejar untuk menghentikan perdagangan orang terhadap pekerja migran.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Direktur Kriminal Umum Polda Sumut Komisaris Besar Tatan Dirsan Atmaja menunjukkan gambar kapal yang digunakan untuk mengangkut pekerja migran Indonesia secara ilegal ke Malaysia di Medan, Kamis (13/1/2022).
MEDAN, KOMPAS — Tenggelamnya kapal yang menyelundupkan pekerja migran Indonesia di Malaysia dinilai sebagai fenomena puncak gunung es. Penyelundupan dilakukan terorganisasi, mulai dari perekrutan, pengiriman, hingga penempatan di Malaysia. Polisi sudah menangkap delapan tersangka dan masih mengejar empat otak pelaku lainnya.
”Delapan tersangka berperan sebagai perekrut pekerja migran, agen, dan yang mengatur keberangkatan. Empat lainnya yakni nakhoda dan otak pelaku masih buron. Kami sudah kantongi identitasnya,” kata Direktur Kriminal Umum Polda Sumut Komisaris Besar Tatan Dirsan Atmaja di Medan, Kamis (13/1/2022).
Tatan mengatakan, kapal yang tenggelam itu sempat terombang-ambing selama 12 jam di perbatasan Indonesia-Malaysia saat menunggu jemputan dari Malaysia. Sebagian pekerja migran tidak punya paspor dan dipekerjakan secara ilegal.
Penyelidikan mendalam, lanjut Tatan, diakukan setelah kapal yang mengangkut pekerja migran tenggelam di perairan Malaysia, Sabtu (25/12/2021). Kapal itu berangkat dari pelabuhan tikus di Kabupaten Batu Bara, Sumut. Kapal itu tenggelam hanya selang beberapa hari dari kapal tenggelam yang juga mengangkut pekerja migran dari Tanjung Uban, Kepulauan Riau.
Petugas menaikkan jenazah warga Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang turut menjadi korban meninggal dalam kecelakaan kapal pengangkut pekerja migran Indonesia ilegal di perairan Johor, Malaysia, ke ambulans begitu tiba di Bandara Internasional Lombok, Rabu (5/1/2022) sore.
Tatan memaparkan, ratusan pekerja migran yang sebagian besar berasal dari Jawa Timur sudah tiba di Sumut sejak awal Desember secara bertahap. Mereka direkrut oleh agen ilegal yang bertugas mencari orang yang ingin bekerja di Malaysia. Para pekerja migran lalu diminta terbang ke Bandara Kualanamu.
Dari Bandara Kualanamu, mereka dijemput secara bertahap dan langsung ditempatkan di dua rumah penampungan di Kabupaten Batu Bara. ”Sebanyak 124 pekerja migran lalu dibawa dari tempat penampungan ke pelabuhan tikus di Pantai Datuk, Batu Bara, Rabu (22/12/2021) pukul 22.00,” kata Tatan.
Ratusan pekerja migran yang sebagian besar berasal dari Jawa Timur sudah tiba di Sumut sejak awal Desember secara bertahap. (Tatan Dirsan)
Di tengah malam yang gelap tanpa penerangan apa pun, ratusan pekerja migran itu menunggu selama empat jam di pinggir pantai. Mereka lalu dilangsir dengan kapal kecil menuju kapal besar berukuran panjang 16,5 meter. Dalam keadaan berdesakan, kapal itu berangkat mengangkut pekerja migran sekitar pukul 04.00 menuju Malaysia.
”Namun, setelah berlayar beberapa jam, kapal itu rusak dan harus kembali lagi ke pelabuhan tikus tempat keberangkatan mereka,” kata Tatan.
Sindikat perdagangan orang itu lalu memindahkan para pekerja migran ke dua kapal berbeda dengan panjang sekitar 14,5 meter. Kapal berwarna biru mengangkut 61 pekerja migran dan tiga anak buah kapal (ABK), sedangkan kapal coklat mengangkut 45 pekerja migran dan tiga ABK. Sebanyak 18 pekerja migran lainnya tidak ikut berangkat. Mereka pun berlayar pada Kamis (23/12/2021) sekitar pukul 22.00.
Dua kapal itu pun tiba di titik penjemputan di perairan perbatasan Indonesia-Malaysia pada Jumat (24/12/2021) pukul 07.00. Mereka sempat terombang-ambing selama 12 jam menunggu kapal penjemput dari Malaysia. Pada pukul 19.00, mereka pun memutuskan untuk kembali ke Batu Bara.
Namun, pada Sabtu (25/12/2021) sekitar pukul 03.00, kapal coklat yang mengangkut total 48 orang rusak dan karam di perairan Malaysia. Sebanyak 31 orang di antaranya berhasil diselamatkan oleh kapal nelayan Malaysia. Otoritas Malaysia pun menyatakan menemukan 10 korban meninggal.
Para pekerja migran dan ABK yang selamat pun dipindahkan ke kapal nelayan Indonesia lalu dibawa pulang ke Sumut. Mereka langsung dipulangkan ke Jawa Timur.
KOMPAS/SUCIPTO
Ariana Kasim (36), pekerja migran asal NTT, bersama anaknya menunggu pesawat di rumah penampungan sementara di Desa Long Bawan, Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Senin (6/12/2021).
Tatan mengatakan, penyelundupan pekerja migran itu dilakukan oleh agen dengan sangat terorganisasi. Para pekerja migran diminta membayar Rp 11 juta per orang untuk pengiriman dan penempatan kerja. Dari 124 pekerja migran itu, sindikat itu diperkirakan mendapat uang Rp 1,36 miliar.
Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Hadi Wahyudi mengatakan, penyelidikan akan terus dilakukan untuk mengejar pelaku lain. Sindikat lain pun akan dikejar untuk menghentikan perdagangan orang terhadap pekerja migran.
Ilham Ginting, salah seorang tersangka, mengaku, berperan sebagai koordinator lapangan untuk pemberangkatan pekerja migran. Ia mengatur penjemputan dari Bandara Kualanamu, penampungan sementara, hingga pengiriman ke Malaysia. ”Saya mendapat Rp 8 juta untuk sekali pemberangkatan. Saya hanya suruhan,” katanya.
Para tersangka pun dijerat dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan UU No 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.