Korban dan Pelaku Pencabulan di Katingan Masih di Bawah Umur
Salah satu pelaku pencabulan di Katingan masih di bawah umur. Pelaku itu sudah ditahan bersama lima terduga pelaku lainnya. Lima orang menjadi tersangka, satu orang masih berstatus saksi.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
KASONGAN, KOMPAS — Satu dari enam pelaku pencabulan di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, masih di bawah umur. Meskipun demikian, Bupati Katingan Sakariyas meminta semua pelaku dihukum berat.
”Ini perilaku bejat dan harus dihukum berat, apalagi saya dengar ada orangtua yang ikut mencabuli anaknya walaupun ayah tiri,” kata Sakariyas saat dihubungi dari Palangkaraya, Kamis (13/1/2022).
Sekariyas menanggapi kasus yang menimpa warganya, anak berumur sembilan tahun yang diduga dicabuli ayah tirinya berserta lima tetangganya. Pencabulan itu dilakukan di waktu yang berbeda. Para pelaku pun hingga kini masih ditahan (Kompas, Rabu 12 Januari 2022).
Keenam orang yang diduga pelaku berinisial DEN (14), REN (16), SUM (18), ARD (45), IGN (50), dan JK (38), ayah tiri korban. DEN masih berstatus sebagai pelajar SMP, sedangkan REN dan SUM tidak sekolah dan pengangguran. ARD dan IGN merupakan pekerja serabutan di kampung itu.
Bupati Katingan Sakariyas mengungkapkan, pelaku pencabulan harus dihukum seberat-beratnya apalagi masih memiliki hubungan keluarga dekat. Perbuatan pelaku akan merusak masa depan korban.
Di Katingan, lanjut Sakariyas, kasus pencabulan terus muncul setiap tahun, bahkan meningkat. Hal itu membuatnya geram. Ia pun meminta aparat keamanan mengusut semua kasus pencabulan dan memberikan hukuman setimpal untuk para pelaku.
Pemerintah, lanjut Sakariyas, akan memfasilitasi dan berupaya mendampingi para korban kekerasan seksual. ”Harus ada bimbingan, apalagi jika korban masih di bawah umur,” katanya.
Sejak tahun 2020, Polda Kalteng menilai Provinsi Kalimantan Tengah masih dalam kondisi darurat kekerasan seksual karena tingginya angka kasus tersebut. Pelakunya, sebagian besar bahkan merupakan orang terdekat para korban.
Tahun 2020, Polda Kalteng mencatat, setidaknya terdapat 38 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Kalteng. Jumlah itu meningkat di tahun 2021. Subdirektorat IV Remaja, Anak, dan Wanita Polda Kalteng mencatat tahun 2021 jumlah kasus kekerasan seksual yang ditangani mencapai 85 kasus dan 22 kasus kekerasan fisik.
Kabupaten Katingan dan Kotawaringin Barat menjadi dua wilayah dengan dua kasus kekerasan seksual terbanyak sepanjang tahun ini dengan masing-masing 11 dan 15 kasus.
Dari enam orang itu, lima orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, sedangkan satu orang masih berstatus saksi dan masih diperiksa (Paulus Sonny Bhakti Wibowo).
Kepala Kepolisian Resor Kabupaten Katingan Ajun Komisaris Besar Paulus Sonny Bhakti Wibowo mengungkapkan, saat ini enam orang masih ditahan dan diperiksa. Dari enam orang itu, lima orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, sedangkan satu orang masih berstatus saksi dan masih diperiksa.
”Kemungkinan tersangka bertambah bisa saja, tetapi ini masih kami dalami jadi ditunggu saja perkembangannya ke depan,” kata Sonny.
Salah satu tersangka, lanjut Sonny, memang masih di bawah umur. Meskipun demikian, pelaku tersebut tetap dikenai undang-undang sistem peradilan anak. Pemberkasannya akan dipercepat daripada tersangka lainnya. Pelaku juga didampingi oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas).
”Dalam konteks kejahatan pencabulan terhadap korban di bawah umur, maka juga berlaku undang-undang perlindungan anak sehingga kami tetap melanjutkan proses hukumnya,” ungkap Sonny.
Ketua Badan Eksekutif Komunitas Solidaritas Perempuan Mamut Menteng Kalteng Margaretha Winda Febiana Karotina mengungkapkan, Kalteng belum lepas dari darurat kekerasan seksual perempuan dan anak. Kasusnya terus bertambah setiap saat dengan pelaku orang terdekat korban. ”Banyak faktor yang memengaruhi, salah satunya juga media sosial. Banyak sekali konten seronok yang disebar luas begitu saja,” ungkap Winda.
Pelaku yang masih di bawah umur juga mencerminkan kurangnya pendidikan moral di sekolah dan lingkungannya. ”Pendidikan moral anak itu dipertanyakan,” ujarnya.
Rumah aman itu penting sekali, sayangnya di Kalteng ini hanya ada di Palangkaraya. (Margaretha Winda Febiana Karotina)
Adapun terkait korban, lanjut Winda, perlu ditangani lebih lanjut secara psikologi, apalagi korban masih di bawah umur. Pendampingan bahkan diperlukan seumur hidupnya karena trauma yang dialami korban juga seumur hidup.
”Rumah aman itu penting sekali, sayangnya di Kalteng ini hanya ada di Palangkaraya. Kami khawatir korban menjadi sosok yang brutal di masa depannya jika tidak ditangani serius psikologinya,” ungkap Winda.