Ribuan Burung Asal Kalimantan Diselundupkan lewat Pelabuhan Paciran di Lamongan
Penyelundupan burung ke Jawa Timur terus terjadi. Modusnya pun kian beragam untuk mengelabui petugas karantina. Terkini, burung disembunyikan di mesin kapal dan pembongkaran dilakukan di Pelabuhan Paciran, Lamongan.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Penyelundupan satwa dilindungi terutama burung yang masuk ke wilayah Jawa Timur terus terjadi. Modusnya pun semakin beragam untuk mengelabui petugas karantina. Terkini, burung disembunyikan di mesin kapal dan pembongkaran baru dilakukan di Pelabuhan Paciran, Lamongan.
Modus baru penyelundupan satwa itu dibongkar oleh Karantina Pertanian Surabaya. Pada Selasa (11/1/2022) pukul 23.00, petugas mendeteksi masuknya ribuan ekor burung berkicau yang diangkut menggunakan KMP (Kapal Motor Penumpang) Drajat Paciran. Kapal motor ini berangkat dari Pelabuhan Bahaur, Kalimantan Tengah, menuju Pelabuhan Paciran, Kabupaten Lamongan.
”Total jumlah burung yang diselundupkan sebanyak 2.719 ekor. Burung tersebut ditaksir bernilai ekonomis sebesar Rp 150 juta,” ujar Subkoordinator Bidang Pengawasan dan Penindakan Karantina Pertanian Surabaya Hutri Widarsa, Rabu (12/1).
Berdasarkan hasil pemeriksaan petugas karantina, dari 2.719 ekor burung yang diselundupkan, sebanyak 243 ekor termasuk dalam kategori satwa dilindungi. Jenis burung itu adalah beo sebanyak 13 ekor, srindit sebanyak 163 ekor, pleci sebanyak 38 ekor, cucak ijo sebanyak 19 ekor, dan cililin sebanyak 10 ekor.
Sementara itu, burung yang tidak termasuk dalam satwa dilindungi adalah kolibri sebanyak 2.000 ekor, jalak kebo sebanyak 180 ekor, anis kembang sebanyak 120 ekor, dan murai batu sebanyak 69 ekor. Selain itu ada burung jenis kapas tembak sebanyak 63 ekor, tledekan sebanyak 40 ekor, cucak biru sebanyak 2 ekor, serta cucak jenggot sebanyak 2 ekor.
”Berbekal informasi dari masyarakat, tim karantina bergerak melakukan pengawasan di Pelabuhan Paciran. Mereka menyisir seluruh ruangan kapal dan menemukan kendaraan yang memuatkan puluhan kemasan kardus serta keranjang plastik yang diduga berisi burung,” kata Hutri Widarsa.
Modus baru
Pelaksana tugas Kepala Karantina Pertanian Surabaya Cicik Sri Sukarsih mengatakan, modus yang dipakai pelaku untuk menyelundupkan satwa ini terbilang baru. Alasannya, satwa-satwa tersebut disembunyikan di dalam kemasan kardus, keranjang plastik, dan kayu yang ditaruh di dek mesin dan dek kapal paling bawah. Setelah kapal sandar di pelabuhan, baru kemudian kemasan tersebut dipindahkan ke mobil yang menjemput di Paciran.
Sebelumnya, modus penyelundupan satwa yang digunakan oleh para pelaku adalah dengan menyembunyikan burung di dalam kemasan kardus, keranjang plastik, dan kayu yang ditaruh di dalam truk pengangkut barang komoditas perdagangan seperti sayur, buah dan lainnya. Untuk mengelabui petugas, burung ini disembunyikan di bagian kepala truk.
Adapun ancaman hukuman terhadap penyelundup adalah pidana penjara maksimal 2 tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar. (Cicik Sri Sukarsih)
Satwa yang diselundupkan baru diambil oleh pemiliknya ketika truk sudah turun dari kapal. Biasanya pembongkaran satwa ini dilakukan di suatu tempat di luar pelabuhan. Adapun biasanya, pelaku penyelundupan satwa memilih menggunakan Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya. Baru kali ini dilakukan di Pelabuhan Paciran, Lamongan.
Pelabuhan Paciran merupakan salah satu pelabuhan penyeberangan yang memegang peranan penting dalam lalu lintas manusia ataupun komoditas pertanian dari Jawa Timur ke Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Pulau Bawean. Pelabuhan seperti Paciran ini rawan dimanfaatkan oleh para penyelundup satwa.
Berkat kesigapan petugas dari Karantina Surabaya, menurut Cici, penyelundupan burung digagalkan. Tindakan ini melanggar UU No 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, yakni Pasal 88. ”Adapun ancaman hukuman terhadap penyelundup adalah pidana penjara maksimal 2 tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar,” ujarnya.
Dikatakan, penyelundupan burung dengan tujuan diperdagangkan secara ilegal dapat mengancam populasi satwa, terutama satwa yang hampir punah. Penggagalan upaya penyelundupan dan perdagangan satwa dilindungi ini merupakan bagian dari upaya penyelamatan dari kepunahan.
Karantina Pertanian Surabaya mengajak masyarakat bersama-sama mengawasi komoditas pertanian yang dilalulintaskan. Segera melapor apabila menemukan dugaan pelanggaran agar bisa segera ditindaklanjuti oleh petugas di lapangan. Menyelamatkan satwa dilindungi berarti menjaga keseimbangan ekosistem dan keberlangsungan sumber daya alam Nusantara.
Sementara itu, berdasarkan data otomasi perkarantinaan IQfast, upaya penggagalan pemasukan satwa tanpa dokumen karantina atau secara ilegal melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya selama Januari-Februari tahun ini tercatat 10 kali dengan rincian sembilan kasus ditangani oleh Karantina Surabaya, sedangkan satu kasus merupakan pelimpahan dari Polairud Polda Jatim.
Dari total 10 kasus penyelundupan tersebut, total satwa yang disita sebanyak 1.629 ekor dan mayoritas merupakan burung berkicau. Adapun daerah asal penyelundupan itu beragam, ada dari Banjarmasin, Ende di Nusa Tenggara Timur, dan Makassar.
Penyelundupan satwa, terutama burung berkicau, tetap tinggi di masa pandemi Covid-19. Burung berkicau yang banyak diminati antara lain burung asal Sulawesi, NTT, dan Pulau Kalimantan. Satwa ini banyak diselundupkan karena peminatnya tinggi. Bahkan, permintaan burung berkicau meningkat tajam selama masa pandemi karena banyak orang beraktivitas di rumah. Mereka menekuni hobi memelihara burung berkicau.
Permintaan tinggi itu dibarengi dengan harga jual lebih mahal. Harga jual tinggi yang membuat para penyelundup semakin nekat beraksi. Menyikapi hal itu, Karantina Pertanian Surabaya memperketat pengawasan di pintu-pintu masuk kapal dari luar pulau, seperti Pelabuhan Tanjung Perak dan Pelabuhan Paciran. Sinergi yang kuat juga dibangun dengan institusi lain seperti kepolisian.