Polda NTB Tangkap Dua Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang ke Turki
Kasus dugaan TPPO kembali terungkap di NTB. Dua orang, yakni SH dan DH, ditangkap karena diduga terlibat pengiriman tenaga kerja ilegal ke Turki.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang atau TPPO kembali terjadi di NTB. Hal itu terungkap setelah Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat menangkap dua perempuan berinisial SH dan DH pada Senin (10/1/2022) lalu. Mereka diduga terlibat pengiriman pekerja migran ilegal dengan tujuan Turki.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTB Komisaris Besar Artanto di Mataram, Rabu (12/1/2021), mengatakan, penangkapan SH dan DH berdasarkan laporan LS, warga Dusun Kedome, Desa Ketapang Raya, Kecamatan Keruak, Lombok Timur, NTB.
Menurut Artanto, LS direkrut SH dan DH untuk menjadi pekerja migran ke luar negeri pada 2 Juni 2021. LS dijanjikan akan bekerja sebagai pengasuh manula dengan gaji sebesar Rp 21 juta untuk tiga bulan dengan kontrak selama dua tahun.
Iming-iming gaji tinggi itu membuat LS bersedia diberangkatkan ke Jakarta untuk pembuatan paspor. Diduga, usia LS juga dipalsukan agar sesuai dengan syarat masuk Turki. Sebelum berangkat, LS mendapat uang sebesar Rp 3 juta.
”Sekitar dua minggu kemudian, LS diberangkatkan ke Turki dan dijemput oleh agen setempat. Setelah itu, korban dipekerjakan oleh majikannya di sana,” kata Artanto.
Artanto menambahkan, selama bekerja LS menerima perbuatan yang tidak menyenangkan dari majikannya. LS mengaku sering dicaci maki serta dimarahi tanpa alasan yang jelas.
”Hal itu membuat korban melarikan diri ke Kedutaan Besar Republik Indonesia di Ankara untuk meminta perlindungan dan meminta agar dipulangkan ke Indonesia,” kata Artanto.
Menurut Artanto, pada 11 Desember 2021, LS dipulangkan pihak KBRI. Begitu tiba di Lombok, ia melaporkan kejadian yang dialaminya ke Polda NTB. ”Atas dasar itu, kedua pelaku hari Senin kemarin diringkus tim Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTB,” kata Artanto.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Komisaris Besar Hari Brata menambahkan, pengiriman pekerja migran Indonesia yang dilakukan SH dan DH ilegal tanpa dilengkapi dokumen pengiriman yang sah dari pemerintah.
Mereka melakukan ini tanpa izin dan jelas ilegal. (Kombes Hari Brata)
”Mereka melakukan ini tanpa izin dan jelas ilegal. Prosedur yang sebenarnya itu harus melalui mekanisme dinas tenaga kerja dan transmigrasi, serta berbadan hukum,” kata Hari.
SH dan DH, yang telah ditahan di rumah tahanan Polda NTB, juga diduga melakukan pemalsuan berkas. Terkait hal itu, Brata mengatakan masih mendalaminya, termasuk kemungkinan keterlibatan pihak-pihak lain yang memuluskan hal tersebut.
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Abri Danar Prabawa menambahkan, perekrutan tenaga kerja secara perseorangan atau tanpa melalui perusahaan dengan prosedur yang telah ditetapkan tidak dibenarkan.
Oleh karena itu, selain mengapresiasi Polda NTB, ia berharap pengungkapan itu bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku dan pembelajaran bagi calon pekerja migran.
Sebelumnya, Abri mengatakan, NTB saat ini menjadi provinsi keempat yang mengirimkan pekerja migran ke luar negeri. Oleh karena itu, pihaknya terus berupaya agar masyarakat bisa berangkat sesuai prosedur.
”Kita harus sampaikan, wajib prosedur. Masyarakat jangan melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri. Dari sisi perlindungan untuk itu (pekerja migran Indonesia nonprosedural) juga sangat lemah. Pemerintah memang akan tetap hadir, tetapi juga tetap ingin semua warga bekerja ke luar negeri sesuai prosedur juga memiliki keahlian,” kata Abri.
Pada saat yang sama, kasus TPPO juga menjadi persoalan yang besar di NTB. Bahkan menepatkan provinsi itu pada lima besar daerah dengan kasus TPPO tertinggi bersama Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan NTT.
Sebelum pengungkapan kasus LS, sejak 2017 hingga Juli 2021, Subdirektorat IV Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTB menangani 36 kasus TPPO. Dari total kasus itu, ada 39 korban dan 40 tersangka.