Pontianak Perkuat Adaptasi dan Mitigasi Bencana Akibat Perubahan Iklim
Kota Pontianak di Kalimantan Barat memperkuat mitigasi bencana, seiring keberadaan kota itu dalam daerah rawan bencana, khususnya rob dan kebakaran lahan.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Adaptasi dan mitigasi bencana di Kota Pontianak, Kalbar, diperkuat mengingat Pontianak termasuk daerah rawan bencana, khususnya banjir rob dan kebakaran lahan. Intensitas bencana banjir rob itu kian terasa akibat perubahan iklim.
Penguatan itu salah satunya diwujudkan dengan Pelatihan Adaptasi dan Mitigasi Bencana Perubahan Iklim bagi Kota Percontohan GcoM Asia yang diikuti berbagai instansi di Pontianak. Selain Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Pontianak, pelatihan diikuti pemangku kepentingan lainnya, antara lain Dinas Lingkungan Hidup Kota Pontianak dan Badan Perencanaan Pembangunan Kota Pontianak.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono, seusai membuka pelatihan itu, di Pontianak, Selasa (11/1/2022), menuturkan, dengan pelatihan itu diharapkan Pontianak bisa lebih siap mengantisipasi bencana. "Pada musim hujan terjadi musibah banjir, dan saat kemarau mengakibatkan kebakaran lahan,” ujar Edi.
Edi menyatakan, sejumlah kota di dunia akhir-akhir ini juga pernah dilanda banjir yang diduga akibat efek perubahan iklim. Pontianak pun tak luput dari dampak perubahan iklim, yaitu banjir dan kebakaran lahan. Ia berharap ke depan Pontianak bisa memberikan sumbangsih pada pengurangan efek emisi rumah kaca.
Catatan Kompas, banjir rob akhir-akhir ini kerap terjadi di Pontianak. Di ibu kota Kalbar itu, banjir melanda hampir seluruh wilayah pada bulan Agustus 2021 lalu. Bahkan, pada akhir 2021 dan awal 2022, banjir rob juga masih terjadi. Banjir menggenangi ruas-ruas jalan dan gang-gang di perubahan warga.
Semakin tahun, wilayah yang terendam banjir terus meluas. Bahkan, kini, saat hujan terjadi beberapa jam saja, seluruh wilayah Pontianak digenangi banjir dengan ketinggian bervariasi antara 20 sentimeter hingga 50 sentimeter. Apalagi jika hujan lebat dibarengi dengan rob, kondisinya akan semakin buruk.
Hal itu diperparah dengan kondisi parit yang tidak memadai lagi untuk menjadi jalur sirkulasi air ke sungai. Banyak parit di Pontianak yang dipenuhi sampah dan menjadi tempat aktivitas manusia.
Hal itu diperparah dengan kondisi parit yang tidak memadai lagi untuk menjadi jalur sirkulasi air ke sungai.
Hasil simulasi lembaga nonprofit Climate Central tahun 2021 menunjukkan, hampir semua wilayah pesisir Indonesia mempunyai risiko mengalami dampak kenaikan muka air laut termasuk Pontianak. Perkiraan kerugian ekonomi akibat hal itu mencapai Rp 8,44 miliar.
Kepala BPBD Kota Pontianak Haryadi, menuturkan, pelatihan ditujukan untuk mengurangi emisi rumah kaca khususnya mitigasi bencana akibat perubahan iklim. Dampak perubahan iklim memang sudah terasa di Pontianak, yakni terjadinya genangan karena kenaikan muka air laut. Oleh sebab itu, Pontianak terus mengantisipasi bencana dengan memperkuat mitigasi.
Seusai pelatihan, BPBD akan melakukan banyak kegiatan. ”Hal yang bisa dilakukan pasca-pelatihan, misalnya mengurangi sampah-sampah serta memperkuat pencegahan kebakaran lahan guna mengurangi emisi gas rumah kaca,” ungkapnya. Pihaknya juga mulai melakukan pembinaan dan pengendalian di lapangan terkait hal-hal tersebut. Pencegahan kebakaran hutan dan lahan juga dilakukan hingga ke satuan tugas terkecil di lapangan.
Pemulihan ekosistem
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar Nikodemus Ale, menilai, pelatihan mitigasi bencana sangat baik mengingat beberapa tahun terakhir Kalbar termasuk Pontianak kerap dilanda bancana. Namun, saat ini seharusnya bukan lagi pelatihan yang dilakukan, melainkan konsep mitigasi bencana seperti apa yang harus diterapkan di daerah rawan bencana. ”Harus sudah bicara konsep, bukan lagi pelatihan,” ungkap Nikodemus.
Pelatihan memperkuat mitigasi bencana seharusnya sudah dilakukan sejak lama baik di Pontianak maupun Kalbar.
Menurut Ale, rob terjadi karena perubahan iklim. Perubahan iklim terjadi salah satunya karena rusaknya kawasan hutan dan gambut. Pontianak merupakan salah satu daerah yang memiliki kawasan gambut. Bagaimana Pontianak bisa melestarikan ekosistem gambut yang kerap terbakar saat musim kemarau itu yang perlu dilakukan.
Adapun di tingkat Provinsi Kalbar secara umum perlu diterapkan langkah bagaimana menjaga kawasan hutan agar tidak rusak. Kerusakan satu daerah akan berdampak pada daerah lainnya. Oleh sebab itu, pencegahan dan mitigasi perlu dilakukan di daerah-daerah lain juga.
Mitigasi bencana juga harus berpikir bagaimana memulihkan rantai ekosistem gambut dan hutan yang sudah rusak. Sebab, kerusakan dua ekosistem itu berkontribusi besar pada krisis perubahan iklim saat ini.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalbar, luas tutupan hutan di Kalbar terus menurun. Pada 1990, luas tutupan hutan di Kalbar 7,5 juta hektar. Pada 2012, luas tutupan hutan di Kalbar menjadi 6,9 juta hektar dan pada tahun 2018 menjadi 5,5 juta hektar.