Anak Usia 9 Tahun di Katingan Dicabuli Ayah Tiri dan Lima Tetangganya
Kalimantan Tengah belum lepas dari situasi darurat kekerasan seksual. Di Kabupaten Katingan, bocah berumur 9 tahun diduga dicabuli ayah tirinya dan lima tetangganya.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
KASONGAN, KOMPAS — Anak berumur 9 tahun diduga dicabuli oleh ayah tirinya di Kabupaten Katingan, Kalimantah Tengah. Pencabulan itu juga diduga dilakukan oleh lima orang lainnya. Polisi pun menahan enam tersangka untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Keenam pelaku itu berinisial J (45), AI (38), IS (50), SD (18), DA (16), dan R (14). J merupakan ayah tiri korban, sedangkan lima orang lainnya merupakan teman dan tetangga dari ayah tiri korban.
”Kami sudah menahan enam tersangka itu untuk memeriksa lebih lanjut dan pendalaman kasus ini, perlu waktu karena pendekatan korban juga butuh waktu,” kata Kepala Kepolisian Resor Kabupaten Katingan Ajun Komisaris Besar Paulus Sonny Bhakti Wibowo saat dihubungi dari Palangkaraya, Selasa (11/1/2022).
Lima pelaku lain itu melakukan pencabulan di waktu yang berbeda-beda.
Sonny menjelaskan, peristiwa itu dilaporkan oleh warga ke Polsek Tasik Payawan, Kabupaten Katingan, Kalteng, pada Senin (10/1/2022) pagi. Aparat langsung menuju lokasi untuk mengumpulkan bukti dan informasi setelah pihaknya menetapkan tersangka terhadap enam orang itu.
Warga Tasik Payawan melaporkan ayah tiri korban karena pada Senin pagi memergoki ayah tiri korban sedang memaksa korban melakukan persetubuhan. Dalam pemeriksaan awal, pelaku mengaku sudah mencabuli korban selama lebih kurang satu bulan.
Selain itu, ayah tiri korban mengetahui bahwa lima orang lain juga melakukan hal yang sama terhadap korban tanpa menghalangi atau mencegah lima orang lainnya melakukan pencabulan terhadap korban. Ada dugaan korban digilir untuk dicabuli.
”Lima pelaku lain itu melakukan pencabulan di waktu yang berbeda-beda,” ujar Sonny.
Sonny mengungkapkan, pihaknya sudah memiliki barang bukti yang kuat terhadap keenam tersangka. Polisi juga sudah melakukan visum terhadap korban dan membuktikan adanya dugaan pencabulan terhadap korban.
Korban yang identitasnya dirahasiakan saat ini mengalami trauma dan sedang ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Katingan. ”Bukan tidak mungkin, ke depan, kami akan koordinasi dengan psikolog untuk melihat keadaan mental anak yang masih belia itu,” kata Sonny.
Darurat kekerasan seksual
Sejak tahun 2020, Polda Kalteng menilai Provinsi Kalteng masih dalam kondisi darurat kekerasan seksual karena tingginya angka kasus tersebut. Pelakunya, sebagian besar bahkan merupakan orang terdekat para korban.
Tahun 2020, Polda Kalteng mencatat, setidaknya terdapat 38 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Kalteng. Jumlah itu meningkat di tahun 2021. Subdirektorat IV Remaja, Anak, dan Wanita Polda Kalteng mencatat, tahun 2021 jumlah kasus kekerasan seksual yang ditangani mencapai 85 kasus dan 22 kasus kekerasan fisik.
Kabupaten Katingan dan Kotawaringin Barat menjadi dua wilayah dengan dua kasus kekerasan seksual terbanyak sepanjang tahun ini dengan masing-masing 11 dan 15 kasus.
Tingginya angka kekerasan seksual membuat pemerintah harus menyediakan rumah aman bagi korban dengan segala fasilitasnya. Dalam webinar memperingati hari 16 Hari Antikekerasan terhadap Perempuan yang diselenggarakan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya beberapa waktu lalu, Herta Sihombing dari Solidaritas Perempuan (SP) Mamut Menteng Provinsi Kalteng mengungkapkan, Kalteng hanya memiliki satu Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) yang ada dinas sosial yang bertempat di Kota Palangkaraya.
Fasilitas itu, lanjut Herta, hanya bisa digunakan selama tujuh hari sebelum diperpanjang dengan rentetan kelengkapan administrasi.
Herta menyampaikan, pihaknya juga harus menyediakan rumah aman sendiri dalam melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan seksual perempuan dan anak.
”Karena hanya bisa ditempati selama tujuh hari, setelah itu harus keluar. Kecuali kami ajukan lagi berkasnya untuk memperpanjang masa tinggal korban di rumah aman,” katanya.
Kepala Seksi Tindak Lanjut dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Kalteng, Rensi, mengungkapkan, selama ini pihaknya bekerja sama dengan Dinas Sosial Provinsi Kalteng untuk menyediakan rumah aman bagi korban kekerasan seksual.
Selain minimnya rumah aman, lanjut Rensi, sampai saat ini baru ada tujuh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dari 14 kabupaten dan kota yang ada di Kalteng.
Pihaknya pun terus mendorong tiap pemerintah kabupaten dan kota untuk membentuk UPT PPA agar penanganan tidak tertumpuk di Palangkaraya dan edukasi soal kekerasan seksual juga bisa dilaksanakan secara masif.
”Memang, belum semua wilayah punya UPT PPA, dan ini tentunya memengaruhi penanganan dan pemulihan terhadap korban, tetapi kami terus berupaya semaksimal mungkin untuk bisa menangani semua kasus yang muncul ke permukaan,” kata Rensi.
Rensi mengungkapkan, hingga kini kekerasan seksual masih belum terdeteksi dan terdata dengan baik karena banyak faktor. Salah satunya adalah minimnya kesadaran orang-orang di sekitar korban untuk mengungkap kasus kekerasan seksual.
”Korban juga tidak bisa langung melaporkan kejahatan itu, apalagi kalau pelakunya orang terdekat. Maka dari itu, edukasi dan jaminan perlindungan terhadap korban itu sangat penting,” kata Rensi.