Jadi Tersangka Pelecehan Seksual, Kades di Lampung Masih Bebas
Aktivis perempuan yang tergabung dalam Lembaga Advokasi Perempuan Damar mendesak polisi segera menahan kepala desa yang menjadi tersangka kasus pelecehan seksual. Penahanan penting untuk melindungi korban.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Aparat Kepolisian Daerah Lampung didesak segara menahan BAP, Kepala Desa Rawa Selapan, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lampung Selatan, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus pelecehan seksual. Penahanan itu dinilai penting untuk menghindari intimidasi terhadap saksi dan korban.
Desakan itu disampaikan sejumlah aktivis perempuan yang tergabung dalam Lembaga Advokasi Perempuan Damar di Bandar Lampung, Senin (10/1/2022). Korban pelecehan seksual itu adalah RF (20), warga desa setempat yang pernah bekerja sebagai anggota staf di kantor Desa Rawa Selapan.
Afrintina selaku pendamping korban menuturkan, saat ini korban masih mengalami trauma akibat pelecehan seksual yang dialaminya. Apalagi, pelaku merupakan kepala desa yang mempunyai kekuasaan di desa tersebut.
”Korban lebih banyak berdiam diri di rumah karena masih takut dan trauma. Ia juga mengalami intimidasi di media sosial,” kata Afrintina di Bandar Lampung.
Sejak kasus ini beredar di media massa, korban mengalami perundungan di media sosial Facebook. Sejumlah akun tak dikenal mengunggah pemberitaan tentang kasus ini dengan menandai akun korban. Akun tersebut juga memojokkan dan memfitnah korban.
Hingga saat ini, korban belum melaporkan dugaan intimidasi itu pada polisi. Namun, pendamping berencana meminta bantuan pada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban jika intimidasi itu terus berulang.
Menurut Afrintina, kasus dugaan pelecehan seksual itu pertama kali dilaporkan ke Polda Lampung pada 31 Maret 2021. Korban melapor atas pelecehan seksual yang dialaminya selama masih bekerja sebagai anggota staf desa selama kurun waktu Oktober 2020 hingga Februari 2021.
Korban lebih banyak berdiam diri di rumah karena masih takut dan trauma. Ia juga mengalami intimidasi di media sosial.
Setelah sekitar sembilan bulan proses penyelidikan di Polda Lampung, polisi akhirnya menetapkan BAP sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual. Berkas perkara itu juga sudah dinaikkan ke Kejaksaan Tinggi Lampung.
Namun, pihaknya menyayangkan sikap polisi yang belum melakukan penahanan terhadap tersangka. Bahkan, hingga kini, BAP masih menjalankan tugasnya sebagai kepala desa.
”Polisi seharusnya bisa segera melakukan penahanan karena tersangka dikenai Pasal 21 Ayat 4 KUHP yang ancaman hukumannya di atas lima tahun,” tambahnya.
Hingga saat ini, kuasa hukum dan pendamping korban belum mendapatkan penjelasan terkait alasan polisi belum melakukan penahanan. Namun, menurut informasi yang tim terima, polisi belum dapat menahan korban karena menghindari konflik dengan para pendukung kades tersebut.
Saat dikonfirmasi, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Lampung Ajun Komisaris Besar Reynold E P Hutagalung membantah jika polisi belum melakukan penahanan karena adanya kekhawatiran dari massa pendukung tersangka. Meski begitu, ia enggan menjelaskan alasan polisi belum menahan tersangka. ”Berikan kami kesempatan bekerja untuk memaksimalkan penyidikan,” kata Reynold.
Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Perempuan Damar Ana Yunita Pratiwi menilai, penetapan status tersangka yang dilakukan oleh Polda Lampung merupakan sebuah langkah hukum yang baik. Selama ini, masih banyak kasus kekerasan seksual yang tidak diproses hukum meski sudah dilaporkan ke polisi.
Akan tetapi, pihaknya menyayangkan sikap polisi yang tidak tegas pada tersangka. Ia berharap, aparat Polda Lampung menunjukkan keberpihakan pada korban dengan segera menahan tersangka.
Apalagi, saat ini, kasus kekerasan seksual di Indonesia masih menjadi sorotan. Semua kalangan mendesak agar Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) segera disahkan menjadi undang-undang.
Berdasarkan data yang dihimpun Lembaga Advokasi Anak Damar, kasus kekerasan seksual menjadi kasus tertinggi di Lampung. Dari 239 kasus yang dihimpun selama 2021, sebanyak 179 kasus merupakan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.