Masalah Lingkungan dan Dampak Pemanasan Global Picu Banjir Jayapura
Curah hujan tinggi bukan penyebab utama banjir dan longsor yang terjadi di Kota Jayapura. Fenomena pemanasan global dan masalah lingkungan menjadi pemicunya.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Perubahan iklim, hilangnya daerah resapan air, dan tumpukan sampah di sungai serta saluran drainase memicu banjir besar di Kota Jayapura, Papua. Siklus banjir yang sebelumnya terjadi lima tahun sekali kini selalu melanda setiap tahun.
Hujan lebat yang mengguyur Jayapura pada Kamis (6/1/2022) memicu banjir keesokan harinya. Banjir melanda Distrik Jayapura Utara, Jayapura Selatan, Abepura dan Distrik Heram. Hingga Sabtu (8/1/2022), air masih merendam Youtefa dan kompleks Organda.
Ketinggian air di kawasan itu dilaporkan setinggi satu meter. Jumlah warga yang terdampak sedikitnya 3.000 jiwa. Hujan diperkirakan masih akan turun dengan intensitas sedang hingga lebat hingga Minggu (9/1/2022).
Selain banjir, longsor juga terjadi di Distrik Jayapura dan mengakibatkan tujuh orang meninggal dan enam lainnya luka. Salah satu ruas jalan alternatif yang di Kota Jayapura juga rusak akibat longsor.
Dosen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih, Daawia, di Jayapura, Sabtu, mengatakan, curah hujan ekstrem merupakan wujud nyata pemanasan global. Fenomena ini dipicu tingginya kadar karbon dioksida melalui polusi udara yang menumpuk di atmosfer.
Pemanasan global menyebabkan kenaikan suhu permukaan bumi sehingga terjadi perubahan iklim. Misalnya, ada perubahan curah hujan dari intensitas ringan menjadi sangat lebat di suatu tempat dalam waktu singkat.
Data analisis Balai Besar Meteorologi Wilayah V Jayapura, curah hujan saat terjadi banjir dan longsor di Kota Jayapura mencapai 336 milimeter terhitung dari Kamis sore hingga Jumat pagi. Jumlah itu nyaris setara total curah hujan bulanan di Kota Jayapura yang sekitar 350 mm.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika juga menemukan gelombang atmosfer di perairan utara Jayapura dan wilayah Jayapura. Gelombang ini memicu hadirnya awan hujan secara masif sehingga terjadi hujan lebat.
Selain pemanasan global, Daawia menyebut, banjir terjadi juga karena semakin minimnya daerah resapan air hingga sampah menumpuk di saluran drainase. Permasalahan tata ruang juga jadi masalah. Permukiman warga dan perambahan hutan terjadi di daerah aliran sungai dan resapan air.
”Belum ada sanksi tegas bagi warga yang merambah hutan dan membuang sampah sembarangan. Diperlukan sinergi pemda dan masyarakat untuk menyelamatkan Jayapura dari bencana hidrometeorologi,” tutur Daawia.
Yehuda Hamokwarong, pegiat lingkungan di Jayapura, mengungkapkan, banjir bandang berpotensi terjadi di Kota Jayapura bila intensitas curah hujan melebihi 500 mm. Hal itu memperhitungkan kerusakan kawasan inti dan penyangga Cagar Alam Cycloop.
Data Universitas Papua dan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua, kerusakan hutan Cycloop di kawasan intinya mencapai 2.301,34 hektar dan 1.736,10 hektar di kawasan penyangga. Hilangnya daerah resapan air juga dipicu Kota Jayapura yang semakin padat.
”Dulu, siklus banjir Papua biasanya lima tahun sekali. Sejak tahun 2003, setiap tahun selalu banjir,” ungkap Yehuda.
Ia berharap, rehabilitasi kondisi daerah resapan air dan sejumlah daerah aliran sungai di Kota Jayapura segera dilakukan. Upaya ini mencegah bencana kembali terjadi.
Belum surut
Wakil Wali Kota Jayapura Rustan Saru mengatakan telah menyiapkan satu posko utama pengungsian di Gedung Olahraga Waringin dan tiga posko di kompleks Organda, Youtefa, dan Entrop. Pemkot Jayapura juga mendapatkan bantuan Rp 250 juta dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
”Di posko ada bantuan makanan siap saji untuk pagi, siang, dan malam bagi korban banjir. Kami juga telah menyiapkan tempat di Balai Diklat Sosial Jayapura untuk menampung korban banjir yang rumahnya terdampak berat. Sebanyak 20 orang telah berada di sana,” kata Rustam.
Rustam mengimbau warga untuk meningkatkan kewaspadaan. Alasannya, Jayapura sudah memasuki musim hujan. Pemkot Jayapura juga akan menyiapkan langkah mitigasi untuk mencegah bencana hidrometeorologi yang berskala besar kembali terjadi.
”Kami akan menggandeng berbagai pihak terutama masyarakat untuk mencegah terjadinya pembukaan lahan di kawasan penyangga Cycloop, mengawasi warga tidak membuang sampah di sungai, dan membersihkan saluran drainase,” paparnya.