Lewat geliat komunitas, ingatan kolektif soal sejarah Kota Surakarta dirawat. Komunitas tak rela panjangnya perjalanan sejarah kota itu terlupa begitu saja. Masa lalu dipelajari untuk melangkah lebih baik di masa depan.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·6 menit baca
Sejumlah komunitas bergerak merawat ingatan kolektif tentang sejarah Kota Surakarta di Jawa Tengah. Mereka tak rela perjalanan panjang sejarah kota itu terlupa begitu saja. Masa lalu dipelajari demi langkah yang lebih baik di masa depan.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Ketua Komunitas Solo Societeit Dani Saptoni mengecek kondisi arsip-arsip sejarah yang diselamatkannya dari kerabat Kasunanan Surakarta Hadiningrat di kediamannya, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Selasa (28/12/2021).
Dani Saptoni (38) duduk di hadapan tumpukan arsip lama yang memenuhi meja kecilnya, Selasa (28/12/2021), di rumahnya yang berada di Perumnas Palur, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar. Warna kertas yang kecoklatan dari tumpukan arsip itu menunjukkan usia kertas yang sudah tua. Sebagian kertas itu lapuk. Ia memilah dengan hati-hati, khawatir kertas arsip lama itu rontok.
Dani merupakan ketua dari komunitas sejarah di Surakarta, yakni Solo Societeit. Sore itu, ia tengah mencari arsip surat dari petinggi sekelas adipati di Surabaya kepada pejabat di Kasunanan Surakarta Hadiningrat bertahun-tahun silam.
Setelah arsip surat yang ditulis dengan aksara Jawa itu ditemukan, Dani lantas menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, ditulis di kertas folio. Dengan teliti, barisan aksara Jawa dibacanya satu per satu, lalu dituliskan ulang isi surat itu ke dalam aksara Latin.
”Isi persisnya surat apa belum diketahui. Ini masih harus alih bahasa dulu. Sebagian kertasnya juga sudah rusak. Jadi agak sulit terbaca,” katanya.
Surat itu merupakan bagian dari kumpulan arsip yang dia peroleh sejak Maret 2020 dari kerabat Gusti Pangeran Haryo (GPH) Suryobroto, salah seorang putra Raja Keraton Kasunanan Surakarta Pakubuwono X (1893-1939). Diperkirakan, kumpulan arsip itu berasal dari akhir abad ke-19 hingga 1950-an.
Penyelamatan arsip menjadi salah satu kegiatan komunitas. Arsip-arsip itu nantinya dikelola menjadi informasi publik mengenai sejarah Kota Surakarta.
Ada tiga kardus tumpukan arsip yang ia bawa dari sana. Ia menebus ketiga kardus arsip itu dengan harga yang lumayan. Namun, ia enggan menyebutkan besaran nominalnya. Uang untuk menebus arsip itu hasil patungan dengan temannya yang juga anggota Solo Societeit, Heri Priyatmoko.
”Sering kami seperti ini. Berburu arsip dan menebus sendiri. Penyelamatan arsip ini menjadi salah satu yang dilakukan komunitas. Kalau tidak, nanti akan jatuh ke tangan siapa arsip-arsip penting seperti ini? Jangan-jangan malah bisa rusak,” ucap Dani.
Dari kumpulan arsip tersebut, ia menemukan selembar surat yang ditulis GPH Suryobroto kepada petinggi militer Jepang bernama Matsusaki. Isi surat itu berupa ucapan selamat atas kemenangan perang yang diraih pasukan Jepang di lautan sebelah timur Taiwan.
”Kami melihat ada indikasi gerakan intelijen sudah muncul di Kasunanan Surakarta sejak era itu. Sekarang, kami merisetnya lebih lanjut,” ujarnya.
Selain berupaya menyelamatkan arsip, Solo Societeit juga beberapa kali menggelar jelajah sejarah kota. Adapun lokasi-lokasi bersejarah yang dipilih biasanya yang tidak banyak diketahui masyarakat. Bahkan, lokasi bersejarah itu mulai terlupakan. Padahal, ada data sejarah tentang lokasi tersebut.
Kami ingin membuka kesadaran sejarah dan wawasan sejarah bagi masyarakat. Sebenarnya, anak muda banyak yang punya atensi terhadap sejarah. Tetapi, kadang mereka tidak tahu harus tanya ke mana atau ikut acara apa. Kami ingin mewadahi itu. (Dani Saptoni)
Selama pandemi, kegiatan tersebut praktis mandek akibat adanya pembatasan aktivitas warga. Jelajah sejarah diadakan kembali 26 Desember 2021. Kawasan yang dijelajahi di Kampung Sangkrah. Sejumlah tempat yang dikunjungi antara lain Stasiun Solo Kota (Sangkrah), Pasar Sangkrah, Pabrik De Hoop, dan Kampung Penjalan.
”Kawasan itu dipilih sebagai lokasi jelajah karena jadi satu dengan kawasan lama yang bisa merepresentasikan kembali jejak sejarah Solo sebagai sebuah hunian. Dari yang dulunya desa lalu menjadi negara kerajaan hingga akhirnya sebuah kota modern,” kata Dani.
Dalam setiap kali jelajah sejarah, masyarakat diajak menyusuri jejak-jejak sejarah lama di kota tersebut. Di sana, peserta tidak hanya akan mendengar cerita dari pihak komunitas. Mereka akan berdiskusi pada destinasi terakhir untuk saling memperkaya pengetahuan.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Ketua Komunitas Solo Societeit Dani Saptoni tengah melakukan alih bahasa arsip-arsip kuno yang ditulis menggunakan aksara Jawa, di kediamannya, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Selasa (28/12/2021).
Animo jelajah sejarah juga tergolong tinggi. Sebelum pandemi, peserta bisa mencapai 100 orang untuk sekali kegiatan. Kadang-kadang warga setempat ada juga yang ikut serta berkeliling dan belajar bersama lewat kegiatan tersebut.
”Kami ingin membuka kesadaran sejarah dan wawasan sejarah bagi masyarakat. Sebenarnya, anak muda banyak yang punya atensi terhadap sejarah. Tetapi, kadang mereka tidak tahu harus tanya ke mana atau ikut acara apa. Kami ingin mewadahi itu,” ucap Dani.
Pernah sekali waktu komunitasnya mengadakan jelajah sejarah ke Kampung Kauman Mangkunegaran. Di sana, sebenarnya ada peninggalan sejarah berupa bekas rumah singgah Pangeran Sambernyawa, atau Mangkunegara I, dan makam kuno milik kerabat Pura Mangkunegaran.
”Setelah kami adakan jelajah sejarah, mereka baru sadar kampungnya punya nilai historis penting. Selepas dari sana, karang taruna setempat merawat situs-situs tersebut,” kata Dani. Ia menambahkan, dengan tindak lanjut karang taruna itu, misi utama komunitasnya untuk merawat ingatan masyarakat akan daerahnya tercapai.
Ketua Komunitas Solo Societeit Dani Saptoni memilah sejumlah arsip kuno di kediamannya, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Selasa (28/12/2021).
Ruang kelas budaya
Rendra Agusta berbuat hal lain lewat Komunitas Sraddha Solo yang dirintisnya sejak 2017. Komunitas itu memberi ruang bagi masyarakat yang ingin mempelajari kebudayaan Jawa kuno dengan mengadakan kelas-kelas, khususnya dalam bidang kesusastraan.
Selama di kelas-kelas, kegiatan yang diadakan sebatas diskusi. Rendra biasanya mengakhiri rangkaian kelas dengan kelas lapangan. Sasarannya adalah desa-desa yang menjadi tempat asal dari naskah-naskah yang didiskusikan di dalam kelas. Di sana, peserta kelas berbaur bersama dengan masyarakat setempat dan berdiskusi.
Salah satu pengalaman paling berkesan baginya sewaktu mengadakan kelas lapangan di Desa Mirigambar, Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Saat itu, materinya soal kumpulan Kisah Panji, seperti Panji Raras, Panji Sekar, dan Panji Dhadhap. Desa itu dituju karena terdapat Candi Mirigambar yang punya relief potongan tentang Kisah Panji.
”Ternyata masyarakat tidak tahu sama sekali naskah Panji seperti apa. Lalu, kami ceritakan, ada Kisah Panji yang kemungkinan jadi sumber relief ini,” kenang Rendra.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Rendra Agusta, Ketua Komunitas Sraddha, sedang mengecek kondisi naskah kuno pada media lontar, di Museum Radyapustaka, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (29/12/2021).
Lain lagi pengalaman Rendra sewaktu mengadakan kelas lapangan di Desa Ngaduman, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Waktu itu, ia mengenalkan bagaimana desa tersebut menjadi tempat penulisan naskah-naskah kuno seputar kehidupan masyarakat dan kejadian seputar Gunung Merapi-Merbabu.
Di sana, warga juga sudah tidak mengenal lagi adanya Prasasti Ngaduman. Prasasti itu sekarang disimpan di Museum Volkekunde Leiden, Belanda. Padahal, prasasti itu dulunya berada di desa mereka.
”Lewat kelas lapangan itu, kami meretas jarak pengetahuan yang tercerabut di desa. Maka, kami datang ke sana dengan membawa cerita hingga foto tentang naskah yang ada di desa mereka,” ujar Rendra.
Bangunan bersejarah
Sementara itu, Soeracarta Heritage Society menjadi komunitas sejarah lain yang fokus dalam bidang advokasi pelestarian bangunan cagar budaya. Komunitas itu berdiri sejak 2015. Mereka dipersatukan minat yang sama, yaitu sejarah dan arsitektur.
Ketua Soeracarta Heritage Society Yunanto menyampaikan, cagar budaya yang pernah diadvokasi salah satunya ialah Pabrik Gula Colomadu. Saat itu, revitalisasi akan dilakukan tanpa meminta izin lebih dahulu dari Balai Pelestari Cagar Budaya Jateng. Namun, akhirnya koordinasi dijalin dan sejumlah aset bersejarah dapat diselamatkan.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Preservasi naskah lontar menjadi salah satu kegiatan dari Komunitas Sraddha yang bergelut di bidang sastra Jawa itu.
Selain advokasi bangunan cagar budaya, komunitas itu juga kerap menggelar diskusi rutin. Temanya tentu saja seputar bangunan cagar budaya. Entah itu kisah dari bangunan hingga perawatan cagar budaya. Sebelum adanya pandemi Covid-19, diskusi diadakan secara tatap muka. Diskusi beralih ke daring akibat adanya wabah tersebut.
”Tak hanya diskusi, kami juga pernah mengadakan pelatihan atau workshop data. Saat itu, materinya tentang mencari data bangunan seperti tahun pembangunannya hingga mencari ciri khas dari bangunan tersebut. Waktu itu, kami kerja sama dengan salah seorang pengajar dari Universitas Amsterdam,” tutur Yunanto.
Lewat geliat sejumlah komunitas, ingatan kolektif tentang sejarah kota terus dirawat. Mereka bergerak demi misi yang sama, yakni melestarikan jejak peradaban masa lampau.