Terbukti Jual Beli Jabatan, Bupati Nganjuk Novi Rahman Divonis 7 Tahun Penjara
Bupati Nganjuk nonaktif Novi Rahman Hidayat divonis hukuman 7 tahun penjara. Dia dinilai terbukti melakukan korupsi berupa jual beli jabatan eselon 3 dan 4 di lingkungan Pemkab Nganjuk pada 2021.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Bupati Nganjuk nonaktif Novi Rahman Hidayat divonis hukuman 7 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Jawa Timur. Terdakwa dinilai terbukti melakukan korupsi berupa jual beli jabatan eselon 3 dan eselon 4 di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk pada 2021.
Selain hukuman penjara, majelis hakim yang diketuai I Ketut Suarta menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 200 juta subsider 6 bulan penjara. Putusan tersebut dibacakan dalam sidang lanjutan yang berlangsung di Ruang Candra, Kamis (6/1/2022). Sidang dihadiri langsung oleh jaksa penuntut umum dan kuasa hukum terdakwa. Adapun Novi hadir secara virtual.
Ketut Suarta mengatakan, Novi, yang menjabat Bupati Nganjuk sejak 24 September 2018, terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 Huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Negeri Nganjuk.
”Terdakwa sebagai penyelenggara negara terbukti berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya,” ujar Ketut Suarta.
Novi Rahman merupakan salah satu kepala daerah yang tertangkap tangan oleh penyidik KPK dan Bareskrim Polri. Dia ditangkap bersama dengan ajudannya, M Izza Muhtadin, dan lima camat pada 9 Mei 2021. Kelima camat sudah dinyatakan bersalah dan divonis hukuman penjara serta denda.
Berdasarkan fakta persidangan, pada 2021, Pemkab Nganjuk mengadakan promosi dan mutasi jabatan untuk eselon 3 dan 4. Daftar pegawai yang memenuhi kriteria untuk mengisi jabatan tersebut telah diserahkan oleh bagian kepegawaian kepada Novi selaku kepala daerah.
Selanjutnya, Novi meminta ajudannya, M Izza Muhtadin, menawarkan kepada pihak-pihak yang ingin mengisi jabatan tersebut. Namun, setelah mereka diangkat sebagai pejabat, harus menyetorkan uang syukuran sebagai ucapan terima kasih kepada Bupati Nganjuk Novi Rahman.
Singkat cerita, Novi menerima setoran uang syukuran dari para pejabat yang baru dilantik sebesar Rp 265 juta. Uang itu dihimpun melalui Izza. Namun, baru Rp 245 juta yang sudah disetorkan kepada Novi, sedangkan Rp 20 juta masih dibawa oleh ajudan. Uang itu kemudian dipakai membayar uang muka mobil sebesar Rp 10 juta.
Terdakwa sebagai penyelenggara negara terbukti berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.
Saat tertangkap tangan, penyidik KPK menyita uang tunai Rp 600 juta dari Novi. Dalam putusannya, majelis hakim memerintahkan agar uang Rp 245 juta dari Rp 600 juta tersebut disita untuk negara. Adapun sisanya sebesar Rp 400 juta dikembalikan kepada terdakwa Novi.
Putusan vonis terhadap terdakwa Novi ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan JPU yang meminta agar terdakwa dihukum 9 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 8 bulan kurungan. Meski demikian, JPU menyatakan pikir-pikir dalam menyikapi putusan majelis hakim.
”Kami akan mempelajari terlebih dulu, apakah putusan tersebut sudah sesuai dengan rasa keadilan sebagaimana dalam tuntutan,” ujar JPU Andie Witcaksono dari Kejari Nganjuk.
Pernyataan serupa juga disampaikan terdakwa Novi yang menyatakan pikir-pikir. Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Ade Dharma Maryanto, mengatakan, pihaknya keberatan dengan putusan majelis hakim. Menurut dia, kliennya tidak terbukti korupsi jual beli jabatan sebagaimana dakwaan jaksa.
”Terdakwa tidak terbukti meminta uang. Kami masih mengkaji untuk melakukan upaya hukum lanjutan,” kata Ade.
Sementara itu, dalam sidang terpisah, terdakwa Izza Muhtadin divonis 4 tahun penjara. Vonis ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa yang meminta terdakwa dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp 150 juta. Menyikapi hal itu, terdakwa menyatakan pikir-pikir.
Sebelumnya, lima pejabat daerah Kabupaten Nganjuk, Jatim, divonis hukuman masing-masing 2 tahun penjara karena dinilai terbukti melakukan jual beli jabatan. Para penyuap Bupati Nganjuk Novi Rahman ini dipidana denda masing-masing Rp 100 juta subsider 6 bulan penjara.
Lima terdakwa tersebut adalah Camat Berbek Haryanto, Camat Pace Dupriono, Camat Loceret Bambang Subagio, Camat Tanjunganom Edie Srijanto, dan mbekas Camat Sukomoro Tri Basuki Widodo. Vonis dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai I Ketut Suarta dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (8/11/2021).
I Ketut Suarta mengatakan, kelima terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kedua, yakni Pasal 5 Ayat 1 UU Tipikor juncto Pasal 55 KUHP. Putusan majelis hakim tersebut sama persis dengan tuntutan JPU Kejari Nganjuk.
Berdasarkan fakta persidangan yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi, termasuk saksi ahli, pengakuan terdakwa sendiri, serta alat bukti, majelis hakim berkesimpulan perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 5 UU Tipikor. Tri Basuki Widodo, misalnya, terbukti memberikan uang Rp 20 juta dan Rp 700.000 kepada Novi Rahman melalui perantara.
Uang tersebut sebagai imbalan atas mutasi dan promosi jabatan yang diberikan Novi kepada terdakwa. Adapun Haryanto terbukti menawarkan jabatan Camat Loceret kepada Bambang Subagio yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bagian Pemerintahan Pemkab Nganjuk.
Sebagai imbalan, Bambang diminta menyetorkan uang Rp 25 juta kepada Novi Rahman melalui ajudannya, Izza Muhtadi. Sementara itu, Dupriono menyerahkan uang Rp 50 juta sebagai imbalan atas pelantikannya menjadi Camat Pace.