Sekian lama meredup, ritual tolak bala akhirnya kembali diadakan. Ritual itu menjadi penyampaian pesan dan harapan akan kehidupan yang lebih baik di tahun yang baru.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
Sajen hingga musik mengiringi malam pergantian tahun di Desa Jambi Tulo, Muaro Jambi. Harapan baru dibangun. Doa-doa mengalir dalam ikatan tradisi.
Rahina menaruh keranjang bawaannya di bawah sebuah pohon. Jalinan bambu disangkutkan pada salah satu dahan. Beragam jenis sajen lantas disusun di atasnya. Tak ketinggalan seekor ayam hitam, jeruk, dan tanaman obat bakal menjadi antaran doa pada senja itu.
Sang dukun lalu berikhtiar menjelang pemotongan ayam, lalu menguburnya ke dalam lubang tanah. Selepas itu, sembari berjalan, ia memercikkan air pada tempat-tempat yang dilaluinya. Sejumlah warga coba mendekat agar mendapatkan percikan airnya.
”Ini sebagai tanda pembersihan. Mengusir hal-hal buruk. Mengobati yang sakit,” ujar Rahina, Jumat (31/12/2022).
Sekian lama tak digelar, ritual tolak bala akhirnya kembali diadakan. ”Isi sajennya masih samo (sama) dengan bengen (masa lampau),” tambahnya.
Ritual itu menjadi komunikasi sang dukun dengan alam, untuk meminta restu alam atas kehidupan tenteram di desa itu, sekaligus agar warga dijauhkan dari musibah dan bencana.
Pandemi yang melanda dua tahun terakhir cukup berat dirasakan masyarakat. Dampaknya meluas dari sisi ekonomi hingga sosial budaya. Karena itulah, Tolak Bala yang digelar menjelang tahun baru diharapkan membuka lembaran baru kehidupan yang lebih baik.
Seusai ritual doa, menjelang larut malam, sejumlah seniman membawakan kidung-kidung lawas dalam iringan musik rebana dan gong. Pukulan rebana bertalu-talu dengan irama yang semakin lama semakin cepat.
Suara nyanyian pun nyaring terdengar. Kian terasa semarak meskipun warga menyaksikannya di tengah rintik hujan.
Sulaiman, salah seorang penabuh rebana, mengatakan, musik yang dinamai zikir beredah itu dipercaya sebagai sarana penolak bala. Turun-temurun diwariskan sebagai syair magis bagi masyarakat setempat.
Kali ini, mereka memulai tahun dengan menghidupkan kembali tradisi lawas yang pernah semarak di masa lalu. (Edwar Sasmita)
Masyarakat masih memercayai syair-syair yang dinyanyikan dalam zikir beredah mampu mengusir roh-roh jahat. Seluruh kidung dikutip dari sejumlah bagian dalam Al Quran.
Zikir beredah hanya dibawakan pada waktu-waktu tertentu. Semisal syukuran dan doa menempati rumah baru atau upacara pernikahan.
Ketua Gerakan Muaro Jambi Bersakat (GMB), komunitas lokasl yang menginisiasi ritual Tolak Bala, Edwar Sasmita, menyebutkan pergantian tahun menjadi momen bersama untuk merefleksikan diri atas perjalanan hidup yang telah dialami.
Peristiwa suka duka, untung dan malang, menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Masyarakat bersyukur dapat melewati tahun itu. Karena itulah, mereka juga ingin memulai tahun yang baru dengan harapan baru.
Namun, kali ini, mereka memulai tahun dengan menghidupkan kembali tradisi lawas yang pernah semarak di masa lalu.
Dalam tradisi masyarakat Melayu Tua di Desa Jambi Tulo, Tolak Balak berisi rangkaian doa dan syair yang dilantunkan dalam iringan rebana zikir beredah. Syair yang terkandung mengungkapkan rasa syukur dan permohonan dijauhkan dari bencana di tahun menjelang.
Edwar mengisahkan modernisasi jadi penyebab meredupnya berbagai tradisi dan kesenian lawas. Selain ritual tolak bala dan kesenian zikir beredah, ada pula kesenian gambangan yang sempat mati suri.
Zikir beredah dan gambangan kini mulai diadakan kembali. ”Kami ingin menghidupkan kembali ritual dusun warisan nenek moyang. Harapannya ini akan mendatangkan hasil yang baik,” katanya.
Komunitas GMB juga memulai tahun yang baru dengan menebar sejumlah bibit ikan lokal dan menanam bibit kemenyan dan kepayang, tanaman endemik setempat. Harapannya, bibit-bibit itu akan semakin berkembang.