Cabuli Anak Tiri, Pria di Lampung Tengah Ditangkap
Kasus kekerasan seksual di Lampung terus berulang. Kali ini, polisi mengungkap kasus pencabulan anak yang dilakukan oleh ayah tirinya. Pemerintah daerah diminta lebih memperhatikan anak di masa pandemi.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Aparat Kepolisian Resor Lampung Tengah menangkap MGL (39), pria asal Kecamatan Kalirejo, Lampung Tengah, Lampung, karena mencabuli anak tirinya. Kejadian ini kian menambah panjang kasus kekerasan seksual terhadap anak di Lampung. Pemerintah daerah diminta lebih memperhatikan anak di masa pandemi Covid-19.
Kepala Kepolisian Sektor Kalirejo Inspektur Satu Edi Suhendra mengatakan, pelaku ditangkap setelah polisi mendapat laporan dari kakak kandung korban pada Kamis (30/12/2021). ”Pelaku diamankan agar tidak melarikan diri,” ujar Edi saat dihubungi dari Bandar Lampung, Rabu (5/1/2022).
Ia menjelaskan, pelaku dibekuk di rumahnya tanpa perlawanan pada Sabtu (1/1/2022). Saat ini, pelaku telah dibawa ke Markas Besar Polsek Kalirejo untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Polisi menyita sejumlah barang bukti berupa pakaian dan jilbab milik korban. Aparat juga menyita pakaian yang dipakai korban saat melakukan kekerasan seksual. Barang bukti lainnya adalah hasil visum terhadap korban.
Kepada polisi, tersangka juga sudah mengakui perbuatannya. Pencabulan itu terjadi pada Selasa (28/12/2022) di rumahnya. Saat sedang menonton televisi, pelaku memaksa korban masuk ke kamar. Pelaku juga mengancam akan melukai korban jika berteriak atau melawan.
Semula, ibu dan kakak korban tidak mengetahui perbuatan keji pelaku karena sedang bekerja. Namun, keluarga mencurigai perubahan perilaku korban yang menjadi pendiam dan murung. Korban pun akhirnya bercerita tentang peristiwa pencabulan itu setelah ditanya oleh kakak kandungnya.
Atas perbuatan itu, pelaku dijerat Pasal 76 E juncto Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Pelaku diancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Pengungkapan kasus ini menambah panjang daftar kasus kekerasan seksual di Lampung. Berdasarkan data yang dihimpun Lembaga Advokasi Anak Lampung, terjadi 170 kasus kekerasan terhadap anak di Lampung sepanjang tahun 2021.
Sementara berdasarkan catatan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Lampung Tengah, tercatat 118 kasus kekerasan seksual yang ditangani selama 2021. Dari jumlah itu, terdapat 31 kasus kehamilan yang tidak dikehendaki.
Banyaknya kasus itu membuat Kabupaten Lampung Tengah tercatat sebagai daerah dengan kasus kekerasan terbanyak ketiga di Lampung setelah Kota Bandar Lampung dan Lampung Timur.
Perhatian minim
Ketua LPA Lampung Tengah Eko Yuono menuturkan, sebagian besar pelaku kekerasan seksual terhadap anak merupakan orang dekat korban, antara lain ayah kandung, ayah tiri, kakak, paman, teman atau pacar korban. Sebagian besar pelaku mengaku pernah mengakses video pornografi di media sosial.
Kasus kekerasan seksual diyakini semakin marak terjadi selama masa pandemi. (Eko Yuono)
Ia menilai, kurangnya kewaspadaan orangtua juga ikut memengaruhi banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak. Anak juga rentan mengalami tindak kekerasan seksual karena dianggap tidak berani melawan dan melaporkan hal itu pada aparat.
Eko menyayangkan minimnya perhatian pemerintah daerah terhadap banyaknya kasus kekerasan terhadap anak. Apalagi, selama pandemi Covid-19, kebijakan anggaran difokuskan untuk penanganan pandemi.
Selama ini, sebagian besar anggaran untuk pendampingan korban berasal dari dana lembaga dan donatur. Pendampingan psikologis terhadap korban juga kerap belum bisa optimal karena minimnya sumber daya psikolog di daerah.
Padahal, kata Eko, kasus kekerasan seksual diyakini semakin marak terjadi selama masa pandemi. Apalagi, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu di rumah selama masa pembelajaran daring. Kurangnya pengawasan orangtua juga terjadi. Ia memprediksi, kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi jauh lebih banyak daripada yang dilaporkan.
Eko mengatakan, LPA Lampung Tengah mendukung agar Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan. Hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual juga harus diperkuat agar memberi efek jera pada pelaku.
Ke depan, pemerintah juga diharapkan bisa melakukan upaya pencegahan dengan melibatkan komunitas dan masyarakat desa. Anak-anak usia remaja perlu diberikan kegiatan positif agar terhindar dari perilaku seksual yang menyimpang.