Banjir di Aceh Timur, Desa Pedalaman Masih Terisolasi
Sebagian besar banjir yang terjadi di Aceh mulai surut. Namun, hujan lebat dikhawatirkan akan memunculkan banjir lagi. Sementara beberapa desa yang masih tergenang terus dipantau dan dipasok kebutuhan logistiknya.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
IDI RAYEUK, KOMPAS — Sebagian besar daerah yang tergenang banjir di Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, mulai surut. Namun, beberapa desa di pedalaman masih terisolasi
Pantauan Kompas, Rabu (5/1/2022), beberapa desa di Kecamatan Peureulak, masih tergenang banjir. Ketinggian air berkisar 30 sentimeter-1,5 meter. Sebagian warga masih mengungsi.
Di Desa Tanah Datar, Desa Bandrong, dan Desa Cek Mbon, ketinggian air di beberapa titik mencapai 1,5 meter. Warga di desa tersebut terisolasi karena jalan akses antardesa tergenang. Sepeda motor tidak bisa melintas dan sebagai ganti warga menggunakan sampan kayu.
Kepala Desa Bandrong, Masdar Majid, mengatakan, banjir menggenangi desanya sejak Sabtu (1/1/2022) dan hingga hingga Rabu belum surut. Sebanyak 100 warga mengungsi ke balai desa. ”Sawah 20 hektar yang baru ditanam terendam. Habis banjir harus semai benih baru,” kata Masdar.
Bantuan logistik untuk warga pedalaman diantar oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Timur menggunakan perahu. Warga kekurangan air bersih, obat-obatan, dan kebutuhan bayi.
Sementara itu, Desa Cek Mbon belum bisa diakses dengan jalan darat. Sebuah jembatan menuju ke desa itu ambruk.
Kepala BPBD Aceh Timur Ashadi mengatakan, sebagian besar banjir mulai surut. Sementara beberapa desa yang masih tergenang terus dipantau dan dipasok kebutuhan logistiknya. ”Kami masih menghitung kerugian dampak banjir,” kata Ashadi.
Aceh Utara
Selain di Aceh Timur, banjir yang melanda Aceh Utara sebagian besar mulai surut. Kota Lhoksukon yang sebelumnya lumpuh kini telah bisa dilintasi kendaraan. Pemkab Aceh Utara telah menetapkan status darurat bencana hingga 17 Januari 2022.
Kepala BPBD Aceh Ilyas Yunus mengatakan, banjir di Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang pada awal tahun telah membuat kehidupan warga terganggu aktivitas ekonomi, sosial, dan pendidikan. ”Meski sudah surut, potensi banjir susulan masih ada karena permukaan air sungai cukup tinggi. Jika hujan seharian, banjir akan terjadi lagi,” kata Ilyas.
Jika hujan seharian, banjir akan terjadi lagi. (Ilyas Yunus)
Adapun jumlah pengungsi di tiga kabupaten itu sebanyak 42.562 jiwa. Akan tetapi, sebagian pengungsi telah kembali ke rumah karena air telah surut.
Banjir di Aceh menelan korban empat orang, tiga di antaranya anak-anak dan satu warga lansia. Mereka hanyut diseret arus. Korban tersebut terdiri dari dua warga Aceh Utara dan dua warga Aceh Timur.
Pemprov Aceh juga telah menyalurkan bantuan logistik kepada pengungsi berupa beras, air kemasan, telur, mi instan, minyak goreng, dan gula pasir. Bantuan logistik juga terus berdatangan dari komunitas warga.
Ilyas meminta semua BPBD di Aceh untuk tetap siaga menghadapi bencana karena dampak cuaca yang buruk.
Sebelumnya pada September 2021, Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Krueng Aceh Eko Nurwijayanto mengatakan, dari 4,9 juta hektar kawasan daerah aliran sungai (DAS) di Aceh, 2,7 juta hektar kondisinya kurang baik dan 251.691 hektar di antaranya sangat kritis.
”DAS sebagian besar kawasan hutan lindung. Namun, di hutan sendiri sudah ada perladangan, perkebunan, dan pertambangan. Ini memicu kerusakan DAS,” kata Eko.
Lahan kritis itu terdapat di 20 DAS meliputi Sungai Aceh Tamiang, Jambo Aye (Aceh Utara), Tripa (Nagan Raya), Meureubo (Aceh Barat), Panga (Aceh Jaya), Peureulak (Aceh Timur), dan Kluet (Aceh Selatan).
Bentuk kerusakan berupa pendangkalan karena sedimentasi, erosi, perubahan alur sungai, dan daya tahan tanah di sepanjang tepi sungai melemah karena tutupan hutan berkurang. Sungai yang kritis tersebut selama ini sangat sering meluap hingga memicu banjir genangan. Ketika terjadi hujan dalam intensitas tinggi, sungai tidak mampu menampung debit air.