Buntu, Mediasi Konflik Penutupan Jalan Angkutan Batubara di Kalsel
Upaya DPRD Kalimantan Selatan memediasikan konflik antara PT Antang Gunung Meratus dan PT Tapin Coal Terminal terkait penutupan jalan angkutan batubara belum membuahkan hasil. Permasalahannya berlanjut di jalur hukum.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Upaya mediasi oleh DPRD Kalsel terkait konflik antara PT Antang Gunung Meratus (AGM) dan PT Tapin Coal Terminal (TCT) terkait penutupan jalan angkutan batubara belum berbuah hasil. Permasalahan di antara kedua perusahaan tambang itu akan tetap berlanjut di jalur hukum.
DPRD Kalsel mengundang para petinggi PT AGM dan PT TCT serta pihak terkait dalam rapat dengar pendapat penyampaian aspirasi untuk mencari solusi atas penutupan jalan angkutan batubara di Kabupaten Tapin. Rapat digelar di Aula Ismail Abdullah, Gedung DPRD Kalsel, di Banjarmasin, Selasa (4/1/2022).
Sejak 27 November 2021, PT TCT menutup jalan berukuran 16 meter x 125 meter yang menjadi milik mereka sehingga angkutan batubara milik PT AGM tidak bisa lewat. Akibat penutupan akses itu, sudah lebih dari sebulan PT AGM tak dapat mengangkut batubara menuju pelabuhan mereka.
Namun, rapat dengar pendapat yang dihadiri Ketua DPRD Kalsel Supian HK; Sekretaris Provinsi Kalsel Roy Rizali Anwar; Direktur Utama PT AGM Widada; kuasa Direksi PT TCT, Markus Antonius Wibisono; dan berbagai pihak lainnya itu menemui jalan buntu. Rapat yang berlangsung lebih dari tiga jam itu tak menghasilkan solusi.
”Untuk penyelesaian permasalahan sengketa penutupan akses pengangkutan (hauling) batubara di Kilometer 101, maka diambil kesimpulan bahwa saat ini belum ditemukan kesepakatan solusi kedua belah pihak,” kata Ketua Komisi III DPRD Provinsi Kalsel H Sahrujani yang bertugas membacakan poin-poin kesimpulan rapat.
Poin selanjutnya, proses hukum tetap berjalan, baik pidana maupun perdata. Namun, dari kedua belah pihak, PT TCT dan PT AGM untuk mengurus semua perizinan. Selama proses pengurusan izin, PT TCT dan PT AGM yang memiliki kontrak kerja dengan perusahaan lain wajib menjamin biaya hidup dan kesejahteraan masyarakat, yakni berupa kompensasi dan jalur lainnya.
”Kami berharap kedua perusahaan ini untuk dapat segera mencari solusi terbaik untuk penyelesaian permasalahan ini. Pemerintah daerah akan membawa permasalahan ini ke pemerintah pusat untuk ditindaklanjuti dalam rangka mencari solusi terbaik,” kata Sahrujani.
Menurut Ketua DPRD Kalsel Supian HK, pihaknya sudah berupaya memediasi kedua belah pihak agar ada penyelesaian terbaik. Namun, karena mediasi buntu, penyelesaian selanjutnya diserahkan kepada pihak terkait. ”Kami mendukung investasi yang masuk ke Kalsel, tetapi jangan sampai rakyat dirugikan. Kami ingin solusi yang terbaik,” katanya.
Direktur Utama PT AGM Widada mengatakan, penutupan jalan itu sangat berdampak ke masyarakat Kalsel, khususnya pihak Asosiasi Jasa Angkutan Batubara dan Tongkang, yang selama ini bekerja sama dengan PT AGM. ”Setelah sebulan lebih tidak bekerja pasti besar dampaknya terhadap perekonomian masyarakat,” ujarnya.
Sulit dipenuhi
Menurut Widada, tuntutan PT TCT sulit untuk dipenuhi oleh PT AGM. Namun, ia juga tidak menyebut secara spesifik apa saja tuntutan itu. ”Masalah antara AGM dan TCT sedang berproses di jalur hukum. Ini adalah sengketa perjanjian, ranahnya adalah perdata. Namun, yang kami pikirkan sekarang adalah nasib masyarakat,” katanya.
Kuasa Direksi PT TCT, Markus Antonius Wibisono, mengatakan, pihaknya hanya ingin meneguhkan hak mereka atas tanah berukuran 16 meter x 125 meter, yang saat ini menjadi obyek sengketa. ”Kami minta masalah ini diselesaikan secara bisnis ke bisnis,” ujarnya.
Markus menyampaikan, pihaknya turut bersimpati kepada para pekerja. ”Kami juga punya itikad baik bahwa angkutan batubara bisa lewat. Kami siap membantu dengan membuka akses melewati pelabuhan milik PT TCT selama tiga bulan ke depan,” katanya.
Ketua Asosiasi Jasa Angkutan Batubara dan Tongkang Kalsel Muhammad Safi’i mengatakan, pihaknya akan berbuat nekat melintasi jalan nasional jika akses yang ditutup tidak dibuka. Hal itu terpaksa dilakukan supaya karyawan bisa tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, penyedia jasa angkutan juga punya kewajiban membayar utang ke perbankan.
”Ini berkaitan dengan kehidupan kami. Mustahil PT AGM bisa membayar beban utang kami di bank, yang bisa mencapai Rp 1,2 miliar per bulan. Karena itu, dalam minggu ini atau paling lambat minggu depan, disetujui atau tidak, kami akan kembali bekerja sebagaimana lazimnya, apa pun risikonya,” kata Safi’i, Bupati Hulu Sungai Selatan periode 2003-2008 dan 2008-2013 itu.