Tangkap Pelaku Penganiayaan di Yogyakarta, Polisi Sebut Bukan ”Klitih”
Kasus penganiayaan di jalan kembali terjadi di Yogyakarta. Polisi telah menangkap salah satu pelaku yang terlibat. Meski terjadi di jalan, polisi menyebut kasus tersebut bukan ”klitih” atau kejahatan jalanan.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Kasus penganiayaan di jalan kembali terjadi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Polisi telah menangkap salah seorang pelaku yang terlibat dalam penganiayaan itu. Meski terjadi di jalan, polisi menyebut kasus itu bukan klitih atau kejahatan jalanan yang sedang menjadi sorotan selama beberapa waktu terakhir.
Kasus penganiayaan tersebut terjadi di wilayah Kecamatan Danurejan, Kota Yogyakarta, Sabtu (1/1/2022) sekitar pukul 04.30. Akibat penganiayaan tersebut, ada satu orang yang mengalami luka-luka.
Kepala Kepolisian Sektor Danurejan Komisaris Wiwik Hari Tulasmi mengatakan, kasus itu berawal saat korban dan sejumlah temannya mengendarai sepeda motor dan melintas di Jalan Gajah Mada, Kota Yogyakarta. Mereka kemudian berpapasan dengan rombongan pelaku yang juga naik sepeda motor dan hampir bertabrakan.
”Salah satu dari rombongan pelaku lalu meneriakkan kata-kata kotor. Kemudian rombongan korban berhenti dan melihat rombongan pelaku,” ujar Wiwik dalam konferensi pers, Senin (3/1/2022), di Markas Polsek Danurejan, Yogyakarta.
Wiwik menambahkan, setelah itu, terjadi cekcok mulut antara rombongan pelaku dan korban. Rombongan korban kemudian melaju ke arah utara, tetapi dikejar oleh rombongan pelaku. Setelah itu, korban mendapat lemparan batu dari rombongan pelaku.
Kami belum bisa mengutarakan masalah adanya sajam (senjata tajam). Kalau sajam itu kita memerlukan visum dan barang buktinya harus ada. (Wiwik Hari Tulasmi)
Rombongan korban kemudian berbelok ke arah salah satu kampung di wilayah itu, tetapi rombongan pelaku terus mengejar. Bahkan, korban kemudian dilempar batu lagi hingga mengenai punggung sebelah kiri dan punggung bagian bawah.
”Selanjutnya, rombongan korban tancap gas ke arah timur, sedangkan rombongan pelaku balik arah dan pergi. Kemudian korban dibawa ke Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta,” tutur Wiwik.
Setelah kejadian itu, petugas Polsek Danurejan melakukan penyelidikan. Pada Minggu (2/1/2022), polisi berhasil mengamankan S (18), salah seorang yang terlibat dalam penganiayaan tersebut.
S merupakan orang yang memboncengkan pelaku yang melempar batu ke korban. Sementara pelaku yang melempar batu ke korban masih dalam pengejaran.
Terkait dugaan pelaku menggunakan senjata tajam untuk melukai korban, Wiwik mengatakan, hal itu masih dalam penyelidikan. Menurut dia, polisi tidak bisa menyebut pelaku menggunakan senjata tajam sebelum ada hasil visum dan barang bukti.
”Kami belum bisa mengutarakan masalah adanya sajam (senjata tajam). Kalau sajam itu kita memerlukan visum dan barang buktinya harus ada,” katanya.
Sementara itu, S mengakui bahwa rombongannya membawa senjata tajam. S menyebutkan, senjata tajam itu dibawa karena rombongan tersebut ingin mencari orang yang memukuli adik salah seorang teman mereka.
Namun, S mengaku tidak tahu apakah senjata tajam itu dipakai untuk melukai korban atau tidak. ”Kurang tahu kalau itu,” katanya saat ditemui Mapolsek Danurejan.
Bukan ”klitih”
Wiwik menyatakan, kasus penganiayaan itu tidak termasuk klitih. Sebab, penganiayaan itu didahului oleh ceckcok antara rombongan pelaku dan korban. Sementara pelaku klitih biasanya menyerang korban secara acak dan tanpa sebab jelas.
”Kalau kasus klitih itu terjadi ketika ada seorang yang membawa sajam dan langsung membacok. Kalau ini tidak. Ini, kan, sempat beradu mulut atau cekcok,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Wiwik membantah informasi yang menyebut bahwa kasus penganiayaan tersebut sebagai klitih. Sebelumnya, memang sempat beredar informasi di media sosial yang menyebut kasus penganiayaan itu sebagai klitih.
”Kemarin telah beredar terjadi kasus klitih. Ini saya sangat menyangkal. Tidak sama sekali ada kasus klitih. Ini murni kasus pengeroyokan,” tuturnya.
Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, berdasarkan komunikasi dengan pihak kepolisian, istilah klitih tidak dikenal dalam dunia hukum.
Dia menyebut, istilah yang dikenal oleh kepolisian adalah kekerasan, penganiayaan, pengeroyokan, dan membawa senjata tajam. “Istilah klitih enggak tepat. Kalau pembacokan ya pembacokan, pengeroyokan ya pengeroyokan, bawa senjata tajam ya bawa senjata tajam,” ujarnya.
Kadarmanta memaparkan, apabila ada orang yang melakukan kekerasan, penganiayaan, pengeroyokan, atau membawa senjata tajam di jalan, mereka harus diproses hukum secara tegas. ”Tidak boleh ada toleransi terhadap mereka yang melakukan hal seperti itu. Silakan kepolisian melakukan atau melaksanakan (proses hukum) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kalau memang itu sudah masuk kriminal, silakan diproses sesuai tindak kriminal mereka,” ungkapnya.
Meski begitu, Kadarmanta menuturkan, Pemerintah Daerah DIY akan melakukan pembinaan terhadap para remaja atau anak di bawah umur yang memiliki perilaku nakal. Sebelum menjalani pembinaan, para remaja itu akan menjalani penilaian terlebih dahulu. Jika dinilai masih bisa dibina di rumah, mereka akan menjalani pembinaan di rumah.
Namun, jika dinilai tidak bisa dibina di rumah, mereka akan menjalani pembinaan di tempat khusus yang disiapkan Pemda DIY. ”Nanti akan dibedakan mana yang cukup diberikan pendampingan di rumah dan mana yang perlu diberikan pembekalan di tempat tertentu, baik berupa pembekalan keterampilan, arahan psikologis, dan diajari disiplin,” tutur Kadarmanta.