Ekosistem Batang Toru Didorong Jadi Kawasan Strategis Nasional
Walhi Sumut mendorong ekosistem Batang Toru yang terletak di Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, menjadi kawasan strategis nasional agar lebih terlindungi.
Oleh
AUFRIDA WISMI WARASTRI
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Ekosistem Batang Toru, yang terletak di Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara, didorong menjadi kawasan strategis nasional. Ekosistem yang memiliki kawasan hutan yang tersisa di Sumut seluas sekitar 150.000 hektar itu merupakan habitat asli orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis) yang baru teridentifikasi sebagai spesies baru pada 2017.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut Doni Latuparrisa di Medan, Jumat (31/12/2021), mengatakan, sesuai Peraturan Daerah Sumut Nomor 2 Tahun 2017, Ekosistem Batang Toru telah ditetapkan menjadi kawasan strategis provinsi. Namun, terbitnya UU Cipta Kerja telah menganulir keputusan itu. Kawasan yang diakui secara hukum hanya kawasan strategis nasional (KSN).
Sejauh ini dari 70 KSN yang telah ditetapkan pemerintah, 24 di antaranya berkriteria lingkungan hidup. Ekosistem Batang Toru pun layak diusulkan sebagai KSN agar perlindungannya diutamakan.
Secara keseluruhan, Lanskap Batang Toru (LBT) seluas 249.191 hektar merupakan kawasan hutan (63 persen) dan sisanya seluas 91.666 hektar merupakan areal penggunaan lain (37 persen). Kawasan hutan itu meliputi Cagar Alam (CA) Sibual-buali, CA Lubuk Raya, CA Dolok Sipirok, CA Dolok Saut dengan total luas 15.311 hektar (6 persen), hutan lindung seluas 128.384 hektar (52 persen), hutan produksi seluas 10.755 hektar (4 persen), hutan produksi terbatas seluas 2.533 hektar (1 persen), dan tubuh air (TAs) seluas 500 hektar (0,2 persen).
Ekosistem ini merupakan hulu sembilan daerah aliran sungai (DAS) yang menjadi sumber air pertanian, perkebunan, dan rumah tangga warga di tiga kabupaten. Terdapat juga 60 sub-DAS di dalam dan sekitar eksosistem dengan luasan daerah mencapai 211.690 hektar.
”Situasi itu membuat ekosistem Batang Toru menjadi sumber mata air dan mata pencarian warga Tapanuli yang telah bergenerasi mengusahakan hutan, di antaranya getah kemenyan,” katanya. Selain menjadi rumah bagi orangutan tapanuli yang tinggal 800 individu, ekosistem Batang Toru juga menjadi rumah habitat flora dan fauna yang tersisa di Sumatera Utara, seperti harimau sumatera, tapir, aneka burung, hingga bunga bangkai.
Ekosistem Batang Toru menjadi sumber mata air dan mata pencarian warga Tapanuli yang telah bergenerasi mengusahakan hutan, di antaranya getah kemenyan. (Doni Latuparrisa)
Terdapat berbagai lanskap di dalamnya, seperti hutan hujan dataran rendah, pegunungan, dan dataran tinggi, hutan kapur, hingga rawa gambut, yang secara keseluruhan tutupannya masih berupa hutan primer.
Di dalam eksosistem juga terdapat perkebunan masyarakat dan perusahaan, baik perkebunan sawit maupun karet. Selain itu, data Walhi Sumut menunjukkan terdapat 7 perusahan yang bergerak di bidang energi di LBT, yakni PLTA Siborpa Eco Power, PLTA Sipansipahoras, PLTA Simarboru, PLTA Batang Toru, PLTP Sarulla Operation Limited, PLTU Labuan Angin, dan PLT Mikro Hydro.
Namun, kawasan Hutan Batang Toru Barat mulai terancam fragmentasi alam dengan terbitnya izin usaha pengelolaan hasil hutan kayu (IUPHHK) berdasarkan SK Menteri Kehutanan No 414/Menhut-II/2004 seluas 83.143 hektar. Salah satu blok yang akan diusahakan hasil hutannya adalah Blok Anggoli seluas 32.000 hektar yang berada di Kabupaten Tapanuli Utara, Tengah, dan Selatan.
Untuk mendukung usulan itu, kata Doni, perlu keterlibatan berbagai elemen warga baik dari pemerintah daerah, pemerintah provinsi, maupun masyarakat umum. Usulan juga membutuhkan kajian ilmiah agar argumentasinya kuat menyangkut urgensi dari sisi ekologi, sosial, dan budaya.
Perlindungan
Ketua Dewan Kehutanan Daerah (DKD) Sumatera Utara Panut Hadisiswoyo mengatakan, DKD memiliki visi perlindungan ekosistem dan mendukung pengelolaan lingkungan berkelanjutan. Masyarakat, satwa, dan dunia usaha bisa bersama-sama berjalan dalam visi perlindungan ekosistem. Untuk itu, pihaknya mendukung pengusulan Eksosistem Batang Toru sebagai KSN.
Apalagi Batang Toru memenuhi syarat untuk menjadi kawasan strategis nasional karena keberadaannya penting bagi masyarakat di tiga kabupaten, memiliki biodiversitas yang menjadi perhatian dunia, yakni orangutan tapanuli, dan menjadi sumber air bagi warga.
”Sejauh ini DKD memang belum memiliki diksi yang sama karena kami baru dilantik. Namun, melihat pentingnya perlindungan ekosistem, Batang Toru memang perlu intervensi oleh pemerintah pusat,” kata Panut.
Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Utara Herianto mengatakan, Sumut sebenarnya telah mengakui Ekosistem Batang Toru sebagai kawasan strategis dengan adanya Perda No 2/2017 itu, tetapi perda tidak sejalan dengan UU Cipta Kerja. Kemungkinan, kata Herianto, karena fungsi perlindungan tidak sejalan dengan fungsi pemanfaatannya.
Sejauh ini, pihaknya mendukung langkah pemerintah pusat. Namun, pihaknya terbuka dengan usulan dari masyarakat. Keputusan pemerintah selalu berbasis pada kajian yang komprehensif. ”Kami tidak menghalangi apa yang diusulkan masyarakat,” katanya.