Bersembunyi di Hutan, Empat Teroris Poso Masih Berkomunikasi Menggunakan Perangkat Seluler
Empat anggota teroris Mujahidin Indonesia Timur di Poso, Sulawesi Tengah, yang bersembunyi di hutan hingga kini belum tertangkap. Mereka bahkan masih leluasa berkomunikasi satu sama lain menggunakan perangkat seluler.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·2 menit baca
PALU, KOMPAS — Satuan Tugas Operasi Madago Raya bakal mengevaluasi strategi pengejaran empat anggota terakhir teroris Poso. Teroris disebut masih bisa berkomunikasi satu sama lain menggunakan perangkat seluler meskipun bersembunyi di hutan.
Operasi Madago Raya dilakukan untuk mengejar teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengan. Tercatat sudah enam tahun aparat berusaha menumpas kelompok ini. Kini, komplotan MIT masih menyisakan empat orang setelah Ali Kalora, pemimpin kelompok tersebut, tewas pada pertengahan September 2021.
Empat orang itu adalah Askar aliad Jaid alias Pak Guru, Nae alias Galuh alias Muklas, Suhardin alias Hasan Pranata, dan Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang. Diduga, mereka masih bersembunyi di hutan pegunungan Poso, Parigi Moutong, dan Sigi.
Kepala Polda Sulteng Inspektur Jenderal Rudy Sufahriadi di Palu, Jumat (31/12/2021), mengungkapkan, para teroris tetap menjalin komunikasi satu sama lain menggunakan perangkat seluler. Mereka juga masih bisa membaca pergerakan aparat.
Oleh karena itu, Rudy mengatakan, evaluasi akan dilakukan dalam berbagai hal. Di antaranya, seperti jumlah personel hingga upaya meminimalkan kontak teroris dengan warga.
Saat ini, Satgas Madago Raya terdiri atas 1.300 aparat Polri dan TNI. Mereka tersebar di sejumlah pos dengan tugas pengamanan atau penyekatan desa. Selain mengejar teroris, mereka juga melakukan sosialisasi dan menjaga warga yang rentan terdampak.
”Selain penegakan hukum, pendekatan persuasif, seperti sosialisasi pada warga dan keluarga teroris, bakal terus dilakukan,” katanya.
Peneliti di Lembaga Studi dan Pengkajian HAM Sulteng, Moh Arfandy, berharap informasi masyarakat cepat direspons aparat. Kini, informasi masyarakat masih kerap tidak segera ditindaklanjuti. ”Ini mengecewakan dan harus diperbaiki,” ujarnya.
Selain itu, untuk memastikan keamanan warga, dia meminta aparat melindungi semua aktivitas masyarakat. Menurut dia, keberhasilan Operasi Madago Raya juga diukur dari berjalannya kegiatan warga setempat.
Sejauh ini, warga sipil selalu menjadi korban dalam konflik ini. Sejak akhir 2014, 20 orang dibunuh anggota MIT. Terakhir, empat petani Desa Kalimago, Kecamatan Lore Timur, Poso, tewas pada pertengahan Mei 2020.