Perairan Buton Jadi Lokasi Kecelakaan Pelayaran Terbanyak di Sultra
Kecelakaan kapal di Sultra terus meningkat dua tahun terakhir. Perairan Buton dan Wakatobi menjadi momok kecelakaan pelayaran. Masyarakat diimbau memperhatikan faktor keselamatan sebelum dan selama pelayaran.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, SULTRA — Kasus kecelakaan pelayaran di Buton mendominasi kejadian kecelakaan di perairan Sulawesi Tenggara tahun ini. Pelaku pelayaran diharapkan terus meningkatkan keamanan dalam pelayaran.
Lalu lintas laut di Sultra terbilang tinggi. Selain menjadi alat transportasi, keberadaannya mendukung ekonomi warga yang berbatasan dengan Laut Banda, Teluk Bone, juga Laut Flores itu. Akibatnya, kasus kapal tenggelam, mati mesin, hingga diterjang ombak, rawan terjadi di perairan Sultra.
Kantor SAR Kendari melaporkan, ada 83 kecelakaan di Sultra pada 2021. Kejadian itu berdampak pada 392 orang. Sebanyak 33 orang di antaranya meninggal, 17 orang hilang, dan 342 orang lain selamat.
Dari total kecelakaan, 56 kasus di antaranya adalah kecelakaan pelayaran. Akibatnya, 17 orang meninggal, 11 orang hilang, dan 277 orang selamat. Lebih dari setengah korban meninggal selama 2021 berasal dari kasus pelayaran.
Kepala Kantor SAR Kendari Aris Sofingi menyampaikan, kecelakaan kapal mendominasi seluruh kecelakaan selama 2021. Sebanyak 16 kejadian atau yang terbanyak terjadi di perairan Buton. Warga terdampak tercatat 56 orang. Enam orang meninggal dan tujuh orang lainnya hilang.
”Jumlah kecelakaan pelayaran ini meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, sebanyak 40 kejadian. Saat itu, terbanyak terjadi di perairan Wakatobi,” tutur Aris.
Salah satu kejadian yang menjadi perhatian terjadi pada September 2021. Kala itu, empat warga yang membawa kapal dari Buton menuju Sorong, Papua Barat, terombang-ambing di Laut Banda selama tujuh hari tujuh malam. Kapal yang mereka tumpangi diterjang ombak, mati mesin, dan kemasukan air.
Kapal yang baru dibeli ini tidak dilengkapi dengan alat komunikasi dan pelampung. Akibatnya, tiga penumpang meninggal di atas kapal. Seorang penumpang berhasil ditemukan kapal lain yang segera menghubungi SAR Kendari.
Ke depan, Aris mengimbau nelayan dan masyarakat luas agar memperhatikan keselamatan dan keamanan pelayaran. Sebelum berangkat, kapal harus dipastikan dalam kondisi baik, dilengkapi alat komunikasi, dan perangkat navigasi.
Tidak hanya itu, setiap kapal juga harus dilengkapi alat bantu apung jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan di tengah pelayaran. Hal ini bisa meningkatkan potensi keselamatan dari para pelaku pelayaran.
”Keselamatan pada dasarnya sesuatu yang diupayakan dan diusahakan. Jadi, kami mengimbau masyarakat, khususnya pengguna moda transportasi laut, untuk benar-benar memperhatikan keselamatan,” ucapnya.
Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Kelas II Kendari Sugeng Widarko menuturkan, terjadi beberapa perubahan cuaca ekstrem di selatan Sultra yang tercatat selama tahun 2021. Hal itu mengakibatkan gelombang tinggi disertai angin kencang.
”Terakhir sebelum Natal, cuaca di semua perairan buruk. Hal itu karena pengaruh dari bibit siklon tropis di sekitar Laut Banda,” katanya.
Hingga November 2021, Stasiun Meteorologi Maritim Kelas II Kendari mengeluarkan 233 peringatan dini cuaca buruk. Jumlah ini turun dibandingkan dengan 2020 yang mencapai 335 peringatan dini cuaca buruk.