Pedagang kembang api ibarat berada di dua sisi mata uang pada masa pergantian tahun. Mereka dinanti potensi pendapatan alias untung, tetapi di satu sisi mereka juga harus menyiasati aturan agar tidak menjadi ”buntung”.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
”Ini aslinya Rp 150.000, Om, terus didiskon jadi Rp 125.000,” ujar Sarlyn (33) kepada dua pria paruh baya yang meminati sepaket kembang api di kiosnya, di Jalan Sam Ratulangi, Kota Manado, Sulawesi Utara.
”Sudah obral ini, Om. Kan, tinggal dua hari lagi sudah Tahun Baru,” ujarnya pada Rabu (29/12/2021) siang yang mendung kelabu itu.
Setelah beberapa saat saling tawar-menawar, dua pria itu akhirnya beranjak dengan dus-dus kembang api kotak kecil berkapasitas puluhan tembakan serta beberapa tabung 1,5 inci yang mampu meluncurkan delapan ledakan di angkasa.
Puluhan lembar uang merah bergambar Sang Proklamator, Soekarno dan Mohammad Hatta, pun masuk ke kas Sarlyn.
Mau bagaimanapun kondisi pandemi, setiap masa akhir tahun (kembang api) tetap banyak yang mencari.
Bagi pedagang kembang api tahunan itu, 2021 menjadi momen kebangkitan. Pahit yang ia rasa pada malam Natal 2020 akibat penyegelan kios oleh aparat keamanan telah berganti manisnya keuntungan.
Demi memupus kenangan suram tahun lalu, ia pun tak ragu menyewa sebuah kios bekas kedai kopi di Jalan Sam Ratulangi untuk dijadikan kios kembang api Serba Murah. Kios itu bersifat sementara karena hanya beroperasi mulai 6 November hingga 31 Desember.
Pada hari-hari pertama, penghasilan kotornya masih di kisaran Rp 2 juta-Rp 3 juta. Namun, ketika perayaan malam pergantian tahun kian dekat, omzet bisa mencapai belasan juta.
Iming-iming keuntungan juga menjadi penyebab Ijul (54) tetap konsisten menjual aneka ragam kembang api jelang peryaan Tahun Baru 2022. Ia tak pernah absen menjual kembang api setiap jelang hari raya Idul Fitri dan perayaan Tahun Baru sejak 1994, atau 27 tahun silam.
Kembang api yang dijajakan Ijul dihargai kisaran Rp 3.000-Rp 300.000. Ia menjual mulai dari jenis sparkle (kawat) yang menghadirkan percikan api yang aman dimainkan anak-anak hingga jenis ramon candle yang menghasilkan semburan api, seperti nyala kembang api pada perayaan besar.
Ijul menganggap larangan perayaan Tahun Baru 2022 tidak akan membuat kembang api kehilangan peminat.
”Mau bagaimana pun kondisi pandemi, setiap masa akhir tahun (kembang api) tetap banyak yang mencari,” kata Ijul yang memiliki kios kecil berukuran 1 x 2,5 meter di Jalan Siliwangi, Tangerang Selatan, Banten.
Larangan
Di sejumlah daerah di Tanah Air, kepolisian telah mengimbau para pedagang kembang api untuk tidak menjual kembang api yang menimbulkan kebisingan.
Ketika disinggung tentang larangan berjualan kembang api itu, Ijul menjawab, ”Ya, pintar-pintar saja untuk menyiasati aturan. Lagian saya mau usaha, apalagi di masa sulit kayak sekarang?"
Karena itu, kata Sarlyn, dirinya hanya menjual kembang api dengan selongsong kecil di bawah 1 inci, paling besar 1,5 inci yang berbentuk tabung dengan nama roman candle.
”Kami mengikuti aturan saja. Yang paling bising mungkin cuma yang diameternya 0,8 inci dengan 1.000 shots (tembakan),” katanya.
Valent (25), pemilik kios Pegasus Samrat yang juga terletak di Jalan Sam Ratulangi, juga berupaya patuh terhadap aturan pemerintah. Ia tak ingin kehilangan momentum untuk meraup untung yang hilang tahun lalu akibat antisipasi kerumunan oleh pemerintah.
Kembang api paling bising yang ia jual hanyalah tipe cake yang selongsongnya berdiameter 1,8 inci denga kemampuan membuat ratusan ledakan di angkasa. ”Kepolisian sudah mengimbau, diameternya tidak boleh lebih dari 2 inci. Jadi, kami sudah tidak jual yang suara ledakannya keras sekali,” ujar Valent.
Menurun
Meskipun peminat masih tinggi, Sarlyn mengakui, pendapatan yang didapatkannya pada tahun ini tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan tahun 2019 sebelum Covid-19 merebak di seluruh dunia. Namun, keadaan saat ini sudah sangat baik.
Warga dari dalam kota ataupun wilayah kabupaten di sekitar Manado datang silih berganti membeli kembang api darinya.
”Dulu banyak orang-orang (yang bekerja di) hotel yang beli. Namun, karena perayaan dan kerumunan dilarang sejak 2020, tidak ada lagi pembelian dari hotel. Sekarang pembeli kebanyakan dari orang-orang yang mau pakai sendiri untuk merayakan Tahun Baru besama keluarga saja,” ujarnya.
Ijul menambahkan, pendapatan bersih hariannya pada tahun ini hanya berkisar Rp 100.000-Rp 150.000. Jumlah itu menurun drastis dibandingkan dengan sebelum pandemi.
”Dulu sehari saya bisa dapat minimal Rp 300.000,” ucapnya.
Lebih lanjut, Ijul mengungkapkan, di tengah pendapatan menurun, harga kembang api di agen meningkat lebih dari 30 persen. Dalam satu bulan ini, ia memburu kembang api dari sejumlah agen di beberapa kawasan di Jakarta, seperti Mangga Dua, Jakarta Utara, dan Cibubur, Jakarta Timur.
”Sekarang kalau mau penuhin kios harus punya Rp 10 juta. Jadi, saya berburu barang dari sejumlah tempat untuk cari harga paling murah dengan kualitas yang sama,” kata Ijul, warga Ciputat, Tangerang Selatan.
Sementara itu, Valent berencana membuka tokonya sampai detik-detik pergantian Tahun Baru. Sebab, saat itulah omzet bisa melampaui Rp 20 juta berkat orang-orang yang masih memburu kembang api pada saat-saat terakhir sebelum tiba waktunya mengganti kalender.
”Awal November (jumlah omzet) masih sekitar Rp 2 juta. Sekarang sudah di kisaran Rp 10 juta-20 juta,” katanya.
Seperti di kios Sarlyn, para pembeli yang singgah di toko Pegasus Samrat kebanyakan perorangan yang ingin menyemarakkan acara Tahun Baru bersama keluarga mereka. Ada pula pesanan dari hotel atau instansi lainnya, tetapi tak sebanyak perorangan.
”Saya harap kembang api ini bisa terus ada karena orang-orang sudah ikut aturan dengan tidak berkerumun. Lagi pula, kumpul-kumpul keluarga saat pergantian tahun akan selalu terasa kurang lengkap kalau tidak dirayakan dengan kembang api,” ujar Valent.
Sekarang pembeli kebanyakan dari orang-orang yang mau pakai sendiri untuk merayakan Tahun Baru besama keluarga saja.
Seperti yang Valent katakan, kembang api sudah amat erat kaitannya dengan perayaan Tahun Baru. Tanpa menyalakan kembang api, nuansa pergantian tahun tentu akan berbeda. Tetapi, tetap hati-hati! (SAN)