Penanganan Anak Sungai Musi untuk Cegah Banjir Terkendala Dana
Belum optimalnya pengendalian air di mayoritas anak Sungai Musi di Palembang menjadi salah satu penyebab banjir. Dari 42 anak sungai itu, hanya dua anak sungai yang sudah diintervensi.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Salah satu penyebab banjir besar di Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (25/12/2021), adalah belum optimalnya pengendalian air di mayoritas anak Sungai Musi. Dari 42 anak sungai itu, hanya dua yang telah diintervensi dengan pembangunan sarana dan normalisasi sungai. Selama ini, upaya intervensi anak sungai di Palembang terkendala dana.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Palembang Ahmad Bastari Yusak, Selasa (28/12/2021), mengatakan, dua anak sungai yang telah diintervensi adalah Sungai Bendung dan Sungai Sekanak-Lambidaro. Intervensi berupa pengerukan, pembuatan pintu air, dan pemompaan.
Untuk Sungai Bendung, sudah dibangun enam pompa berkapasitas hingga 36.000 liter per detik dan juga kawasan tangkap air seluas 2.400 hektar. Sementara Sungai Sekanak-Lambidaro juga tengah dilakukan normalisasi berupa pengerukan dan pelebaran. ”Kedalaman Sungai Sekanak dari semula hanya 2 meter kini sudah mencapai 4 meter,” ujarnya.
Permasalahannya, ujar Ahmad, masih ada 40 anak sungai lain yang belum bisa diintervensi secara optimal karena keterbatasan dana. Dia mencontohkan, untuk normalisasi Sungai Sekanak-Lambidaro sekitar 11 kilometer dibutuhkan dana sekitar Rp 400 miliar. Adapun untuk pemasangan pompa, pintu air, area tangkapan air, dan kolam retensi di Sungai Bendung butuh dana sekitar Rp 260 miliar.
Sementara untuk sungai yang lebih kecil seperti Sungai Buah, pembangunan pintu air dan pompa saja membutuhkan dana hingga Rp 70 miliar. Dengan dana sebesar itu, Ahmad mengatakan, pendanaan tidak mungkin hanya mengandalkan APBD. Itulah sebabnya pembangunan sarana dan prasarana di Sungai Bendung dan Sungai Sekanak-Lambidaro mengandalkan dana dari pemerintah pusat.
Anak-anak sungai tersebut sangat penting untuk mengendalikan keluar-masuknya air guna mencegah banjir di tengah kota. Skemanya dengan menutup pintu air ketika Sungai Musi pasang, sementara air yang menggenang akibat curah hujan di jalan-jalan kota dapat dibuang ke sungai dengan sistem pemompaan.
Namun, baru Sungai Bendung yang memiliki pintu air, sementara anak sungai lain tidak punya. Akhirnya, ketika Sungai Musi pasang ditambah curah hujan tinggi mencapai 159,7 milimeter per hari, terjadilah banjir besar di Palembang. ”Hal inilah yang terjadi pada Sabtu lalu,” katanya.
Sembari menunggu pembenahan anak sungai, Ahmad mengatakan, upaya yang paling mungkin dilakukan saat ini adalah dengan mengandalkan pemompaan portabel dan memperbaiki saluran drainase.
Dari hasil pengamatan pada peristiwa Sabtu lalu, ungkap Ahmad, pihaknya mencatat ada 45 titik banjir di Palembang. Dari jumlah tersebut, 11 titik masuk dalam kategori paling rawan banjir. Untuk mengantisipasi terulangnya banjir, pihaknya bersama instansi terkait, termasuk Polri dan TNI, akan menjaga 11 titik tersebut agar pompa portabel dapat segera dioperasikan jika terjadi banjir.
”Sampai saat ini pemerintah hanya memiliki empat pompa portabel berkapasitas 250 liter per detik. Itu pun dengan bantuan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Sumatera VIII, pemerintah provinsi, dan instansi terkait lainnya. Tim ini akan bekerja setidaknya sampai puncak musim hujan usai, yakni pada awal Maret 2022,” ucapnya.
Kepala BBWS Sumatera VIII Maryadi Utama mengatakan, tahun 2022, normalisasi Sungai Sekanak-Lambidaro akan dilanjutkan sepanjang 1,2 kilometer. Program ini terbukti membuat kawasan di sepanjang jalur sungai yang telah direvitalisasi tidak dilanda banjir. Target penyelesaian revitalisasi Sekanak-Lambidaro adalah pada 2023.
Banyak sungai menjadi dangkal, dari semula 6 meter sekarang hanya 1 sampai 2 meter.
Dengan revitalisasi ini, diharapkan area sepanjang sungai dapat dijadikan tempat wisata baru yang memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat yang dilewati. ”Dengan demikian, pada masyarakat juga akan tumbuh rasa memiliki sungai,” katanya.
Menurut Maryadi, akibat ketidakpedulian warga pada sungai, banyak jalur aliran sungai yang rusak. ”Banyak sungai menjadi dangkal, dari semula 6 meter sekarang hanya 1 sampai 2 meter. Karena itu, perbaikan sungai perlu dilakukan,” ujarnya.
Tidak hanya pembenahan di kawasan hilir, kawasan hulu juga menjadi perhatian untuk memperluas daerah tangkapan air. Jika daerah tangkapan air di hulu berkurang, dampaknya akan sampai ke hilir.
Wali Kota Palembang Harnojoyo mengakui, salah satu penyebab banjir di Palembang adalah tidak optimalnya fungsi pompa Sungai Bendung. Dari enam pompa yang ada, hanya dua unit yang beroperasi. Penyebabnya, air yang masuk ke kolam retensi sungai itu minim karena tersumbatnya drainase.
”Ke depan kami akan melakukan restrukturisasi pompa Sungai Bendung agar saat banjir kembali melanda Palembang, langkah antisipasi bisa segera diterapkan,” kata Harnojoyo.
Di sisi lain, masyarakat diminta berperan aktif, setidaknya dalam menjaga saluran air agar tidak tersumbat karena sampah atau sedimentasi saluran dampak dari pembangunan. ”Warga yang tetap bandel mendirikan bangunan di atas saluran air akan ditegur atau bangunan dibongkar paksa,” ucapnya.
Hal ini harus menjadi perhatian karena Palembang merupakan kawasan rawan banjir. Dari keseluruhan wilayah Palembang sekitar 40.000 hektar, hanya 49 persen yang merupakan kawasan kering, 36 persen selalu tergenang air, dan 15 persen terkadang tergenang dan terkadang kering.