Mengantisipasi dampak cuaca ekstrem dan sebagai upaya pemulihan ekosistem, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani menutup pendakian gunung tersebut. Penutupan mulai 1 Januari 2022 hingga 31 Maret 2022.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, akan menutup pendakian dari seluruh jalur mulai 1 Januari 2022 hingga 31 Maret 2022. Selain pendakian, sejumlah destinasi wisata di kawasan taman nasional dengan tinggi 3.726 meter di atas permukaan laut itu juga ditutup.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Dedy Asriady, dalam pengumuman resminya, Senin (27/12/2021), menyatakan, seluruh jalur pendakian ditutup untuk mengantisipasi dampak cuaca ekstrem. Hal ini sesuai dengan prakiraan cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Kelas I Lombok Barat.
Menurut Dedy, berdasarkan prakiraan BMKG, cuaca ekstrem itu berpotensi menimbulkan angin kencang, hujan lebat, dan banjir di Pulau Lombok sehingga penutupan pendakian harus dilakukan. Selain itu juga ada alasan pemulihan ekosistem kawasan TNGR.
Dedy memaparkan, ada enam jalur pendakian yang ditutup. Jalur tersebut yakni jalur Senaru dan Torean di Lombok Utara, jalur Sembalun, Timbanuh, dan Tetebatu di Lombok Timur, serta jalur Aik Berik di Lombok Tengah.
Oleh karena itu, Dedy mengingatkan agar pengunjung yang akan mendaki pada 31 Desember 2021 diwajibkan segera melakukan pelaporan keluar (check out) paling telat tanggal 2 Januari 2022 di tiap-tiap pintu pendakian tersebut.
Menurut data Balai TNGR, sepanjang 2021, jumlah pendaki dari seluruh pintu masuk mencapai 21.177 orang. Jumlah itu meningkat lebih dari dua kali lipat dari tahun 2020 yang mencapai 8.574 orang.
Pada 2020, penutupan pendakian Rinjani dilakukan berkali-kali. Ini mulai dari penutupan rutin karena cuaca ekstrem, juga akibat merebaknya pandemi Covid-19. Setelah dibuka kembali, juga masih dilakukan pembatasan kuota pengunjung dan lama mendaki.
Jalur wisata
Dedy menambahkan, selain wisata pendakian, sejumlah destinasi non-pendakian juga ditutup. Penutupan yang telah dimulai sejak 29 November 2021 hingga akhir Maret 2022 tersebut juga karena cuaca ekstrem dan pemulihan ekosistem kawasan.
Ketiga destinasi non-pendakian yang sudah ditutup yakni Air Terjun Jeruk Manis di Desa Jeruk Manis, Kecamatan Sikur, Lombok Timur, dan Air Terjun Mayung Polak di Desa Timbanuh, Kecamatan Pringgasela, Lombok Timur.
Selain itu, ada Air Terjun Mangku Sakti dengan akses dari Desa Sajang, Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, dan Desa Sambik Elen, Kecamatan Bayan, Lombok Utara.
Para pengelola kawasan wisata non-pendakian yang ditutup tidak keberatan dengan hal tersebut. Kepala Desa Jeruk Manis Nurhadi Muis mengatakan, pihaknya juga tidak merekomendasikan wisatawan untuk datang dalam kondisi cuaca seperti sekarang.
”Penutupan tentu berdampak pada penurunan pendapatan warga yang tergantung dari obyek wisata itu. Tetapi, itu lebih baik daripada tetap dibuka dan bisa menimbulkan korban jiwa,” kata Nurhadi.
Meski demikian, tidak semua destinasi non-pendakian ditutup. Ada juga yang tetap dibuka. Seluruhnya berada di Lombok Timur, yakni Otak Kokoq Joben, Joben Eco Park, Telaga Biru, Treng Wilis, Ulem-ulem, Gunung Kukus, Tangkong Adeng, dan Bukit Malang. Selain itu, ada Savana Propok, Sebau, Bukit Gedong, Bukit Telaga, Bukit Lincak, Bukit Kanji, dan jalur sepeda di Desa Sembalun Lawang.
Sebelumnya, prakirawan BMKG Stasiun Klimatologi Lombok Barat, Afriyas Ulfah, mengatakan, peningkatan curah hujan yang mulai signifikan di NTB mengakibatkan potensi bencana hidrometeorologis meningkat.
Oleh karena itu, masyarakat diimbau tetap waspada dan berhati-hati terhadap potensi terjadinya kondisi ekstrem (hujan lebat, angin kencang, banjir, dan lainnya) secara tiba-tiba yang bersifat lokal.
Menurut Afriyas, awal musim hujan 2021/2022 juga terpantau sudah semakin meluas di wilayah NTB. Oleh karena itu, ia berharap sebelum merencanakan kegiatan, semua pihak tetap memperhatikan informasi BMKG untuk mengantisipasi dampak bencana dan kerugian.