Pijar Kincir Harapan di Sela Alas Jati
Omset Pintar di Blora memanfaatkan angin dan matahari sebagai sumber listrik untuk menghasilkan energi 3.600 watt. Oleh sejumlah desa, karya Noer Chanief itu digunakan untuk mengaliri listrik lampu jalan.
Sekecil apa pun energi, dari mana pun sumbernya, akan memberikan manfaat. Memanfaatkan angin dan surya, ruas-ruas jalan penghubung antardesa di pelosok Blora, Jawa Tengah, tak lagi gulita. Satu langkah kecil menuju kemandirian energi di bumi hutan jati.
Terik matahari menyorot cor beton yang menghampar di depan Balai Desa Sukorejo, Kecamatan Tunjungan, Blora, Sabtu (11/12/2021). Berjalan di atasnya, Sukamto menuju menara setinggi 6 meter di sisi jalan. Di puncak menara, berputar kincir angin sumbu vertikal tiga bilah. Di bawah kincir, terdapat susunan panel surya yang miring seperti membentuk atap rumah.
Dari menara itu, membentang kabel ke barat dan timur, yang membentuk jaringan listrik untuk lampu jalan di 14 titik sepanjang 1 kilometer. Setiap tiang lampu berjarak 50 meter. ”Lampu-lampu dop kami cek setiap hari. Kalau aki dicek sekitar dua bulan sekali,” ujar Sukamto, yang juga perangkat Desa Sukorejo itu, sambil mengecek beberapa lampu jalan.
Sejak 2019, pos anggaran teknologi tepat guna dimanfaatkan Pemerintah Desa Sukorejo untuk pengadaan kincir yang dikembangkan Noer Chanief (56), guru SMKN 1 Blora itu. Produk yang diberi nama Omset Pintar (Omah Setrum Pintar) itu memanfaatkan angin dan matahari sebagai sumber listrik.
Secara sederhana, listrik yang dihasilkan dari tenaga angin pada kincir serta sel surya disimpan di dalam aki. Setiap sore, aki atau baterai yang sudah terisi penuh akan mengaliri listik pada lampu-lampu jalan. Pagi harinya, dengan sensor, lampu akan mati sendiri dan pengisian daya aki kembali dilakukan.
Baca juga: Noer Chanief Menjaga Harapan pada Energi Terbarukan
Penerangan jalan yang bersumber dari Omset Pintar itu sangat bermanfaat bagi warga Sukorejo. ”Ini akses sentral bagi warga ke arah Blora kota. Bahkan, warga desa-desa lain pun lewat sini. Alhamdulillah, setelah terang dan makin ramai dilewati, jalan yang tadinya makadam kini sepenuhnya sudah dicor. Jadi mulus,” ujar Sukamto.
Jalan kabupaten selebar 4 meter itu memang menjadi andalan warga Kecamatan Tunjungan untuk menuju Blora kota. Berjarak sekitar 9 kilometer di sebelah barat pusat kota Blora, sejumlah jalan penghubung desa di Kecamatan Tunjungan selama ini rawan karena selalu gelap.
Pada malam hari, warga terpaksa memutar melalui Jalan Raya Blora-Purwodadi atau jalan provinsi, yang lebih jauh sekitar 2 kilometer, demi menghindari gelapnya jalan di Sukorejo. Adapun wilayah Sukorejo terletak di tengah hamparan sawah dan kebun-kebun jati.
”Dulu jalannya batu-batu. Ditambah gelap, bahaya juga kalau sedang terburu-buru pakai motor. Sekarang, sudah terang, jalannya mulus lagi. Enggak takut kalau mau jalan-jalan sore ke kota,” ujar Aris (19), warga Sukorejo.
Ekonomi desa
Sekitar 7 kilometer (km) ke utara Sukorejo, yakni di Desa Gempolrejo, Tunjungan, sejumlah pekerja sedang menyemen susunan batu kapur di tepi jalan. Di atasnya, rangkaian besi tertancap pada bebatuan itu. Besi itu menjadi penopang Omset Pintar yang hendak dibangun untuk keperluan jaringan listrik lampu penerangan jalan.
Kepala Desa Gempolrejo Pujo Wicaksono mengatakan terinspirasi dari sejumlah desa, termasuk Sukorejo, yang telah lebih dulu membangun Omset Pintar. Jalan kabupaten yang didominasi bebatuan itu memang menjadi andalan. Bukan hanya bagi warga setempat, melainkan juga warga Desa Kedungrejo, menuju Blora kota.
”Hingga tengah malam, banyak warga lewat sini. Naik sepeda, bahkan ada yang jalan kaki. Kebanyakan pemasok daun jati, bawang merah, dan cabai di pasar yang berangkat dini hari. Kalau jalan sudah bagus, menurut rencana, mau saya kasih angkutan. Kasihan warga,” kata Pujo.
Satu unit seharga Rp 35 juta, tetapi untuk desa, saya subsidi sekitar Rp 10 juta.
Pujo berencana membangun tiga Omset Pintar untuk memenuhi kebutuhan penerangan jalan sepanjang 3 km. Tahap awal, ia kini membangun satu unit untuk menerangi ruas tengah sepanjang 1 km. Seiring terangnya akses jalan desa, ia berharap roda ekonomi kian lancar. Ia pun berharap perbaikan permanen jalan, tak sekadar tambal sulam.
”Selama ini, yang paling kasihan perempuan-perempuan kalau harus keluar malam. Ke pasar, rumah sakit, atau Alun-alun Blora. Apalagi habis hujan deras lama, semua jalan tergenang,” ujar Mardi (30), warga Gempolrejo.
Noer Chanief menuturkan, kini sudah ada sekitar 10 desa di Blora yang membangun Omset Pintar. Produk yang diproduksi CV Omset Pintar itu juga masuk inkubator Bisnis Berbasis Teknologi Universitas PGRI Semarang (UPGRIS).
Banyak desa meminatinya karena produk itu sederhana, murah, dengan manfaat jelas. ”Satu unit seharga Rp 35 juta, tetapi untuk desa, saya subsidi sekitar Rp 10 juta. Pemuda desa, karang taruna, yang dipasrahi mengurusnya saya kasih diklat beberapa hari agar memahami perawatannya,” ujar Noer.
Kelebihan kincir yang dikembangkan oleh Noer yakni tak membutuhkan kecepatan angin tinggi. Cukup 2-4 meter per detik, listrik sudah bisa diproduksi. Menara pun tak perlu tinggi. Ada dua varian daya Omset Pintar, yakni 2.400 watt jam (Wh) dan 3.600 Wh.
Pengembangan
Omset Pintar untuk listrik penerangan jalan merupakan pengembangan. Mulanya, produk yang dikembangkan sejak 2017 itu diperuntukkan bagi tempat wisata. Dengan pemanfaatan angin dan surya, Omset Pintar menjadi tempat mengisi ulang secara gratis, juga tempat berteduh para wisatawan.
Noer menyadari kebutuhan itu setelah melihat tren berwisata. Tempat-tempat wisata Blora rata-rata di hutan atau gunung yang tak teraliri listrik. Padahal, wisatawan butuh ponsel untuk berfoto-foto. Saat baterai habis, pengunjung bisa-bisa mati gaya. Maka, Omset Pintar dapat menjadi solusi.
Omset Pintar menjadi satu dari 10 pemenang pada lomba Kreativitas dan Inovasi Masyarakat (Krenova) Jateng pada 2017. Inovasi tersebut juga masuk dalam Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (PPBT) Business Camp 2018 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Baca juga: Buah Elektrifikasi pada Rintisan Kebun Melon Klopoduwur
Seiring waktu, kebutuhan justru datang dari desa-desa di Blora. Itu dimulai pada 2019, saat Kepala Desa Kedungringin, Kecamatan Tunjungan, menghubungi Noer dan menanyakan apakah Omset Pintar bisa difungsikan untuk membangun jaringan listrik penerangan jalan.
Noer menyanggupinya karena teknologi itu sejatinya dapat dipergunakan untuk apa saja. ”Desa Kedungringin memesan dua unit untuk penerangan jalan sepanjang 3 km. Akhirnya, desa-desa lain, seperti Sukorejo, Tutup, dan Gempolrejo, ikut memasang,” ujarnya.
Apabila ditambah Omset Pintar untuk tempat wisata dan permintaan dari Kemenristek, Noer total telah membuat sekitar 46 unit Omset Pintar. Selain Blora, karya itu juga dipasang di Kabupaten Magelang dan Banjarnegara (Jateng) hingga Sleman (DI Yogyakarta).
Motivasi Noer dalam berkarya sederhana, yakni memanfaatkan energi baru dan terbarukan untuk menghasilkan listrik. Lewat karyanya, ia berharap warga desa yang tadinya tak bisa menikmati terangnya lampu listrik dapat merasakannya.
Apalagi setelah bertemu Pak Jokowi. Menjadi inovator masyarakat, maka harus membantu masyarakat. Saya siap 24 jam.
Ia tak berambisi mempromosikan Omset Pintar agar banyak dibeli. ”Biar dari desa ke desa saja yang ceritakan manfaatnya. Kalau tertarik, silakan. Jika dari lubuk hatinya sendiri, karena kebutuhan, biasanya sungguh-sungguh dalam merawat,” ujar Noer yang sejak kecil senang dengan berbagai hal berbau teknik dan kelistrikan.
Pada Januari 2020, Noer diundang serta turut hadir dalam Rakornas Ristek-BRIN tahun 2020 di Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Bersama empat orang lainnya, ia diperkenalkan sebagai inovator masyarakat yang memberikan dampak sosial ekonomi.
Noer, yang juga memproduksi lampu darurat listrik dan hemat listrik La Helist, berkomitmen, selama Omset Pintar dipasang dan digunakan, ia akan turut merawatnya. ”Apalagi setelah bertemu Pak Jokowi. Menjadi inovator masyarakat, maka harus membantu masyarakat. Saya siap 24 jam,” katanya.
Lewat Omset Pintar, muncul harapan kemandirian energi semakin berkembang di Blora. Apalagi, menurut data Pemkab Blora, akhir 2020, terdata 2.236 keluarga yang belum terjangkau listrik. Mereka diusulkan menerima bantuan listrik murah pada 2021. Namun, yang terealisasi baru 823 keluarga.
”Kami memfasilitasi dengan mengusulkan kepada ESDM. Nantinya, lewat Musrenbang akan dialokasikan dan diprogramkan. Selain itu, dalam prioritas pembangunan 2022 dari dana desa, kami arahkan penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan jaringan listrik,” ujar Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretaris Daerah Blora Hariyanto.
Senior Manajer Keuangan, Komunikasi, dan Umum PT PLN Unit Induk Distribusi Jateng & DIY Endah Yuliati menuturkan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Dinas ESDM Jateng terkait pendataan kantong-kantong yang membutuhkan listrik gratis. Baru-baru ini, penyalaan listrik gratis dilakukan untuk 750 keluarga.
Dari Blora, asa mandiri energi ditiupkan lewat kincir Omset Pintar. Terangnya jalan-jalan desa yang membelah alas jati diharapkan mempermudah aksesibilitas warga sekaligus memperkuat simpul ekonomi mulai dari pelosok.