Harga Telur di Tingkat Peternak di Blitar Juga Tinggi
Tak hanya di pasar, tingginya harga telur juga terjadi di tingkat peternak di Blitar. Meningkatnya permintaan konsumen selama Natal dan Tahun Baru jadi salah satu penyebab, selain karena populasi ayam yang berkurang.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BLITAR, KOMPAS — Tingginya harga telur ayam di pasaran akhir-akhir ini juga terjadi di tingkat peternak di Blitar, Jawa Timur. Kenaikan harga telur tertinggi sempat terjadi Kamis pekan lalu, mencapai Rp 29.000 per kilogram. Saat ini harga turun di kisaran Rp 25.500 per kg.
Peternak mengakui, harga telur mulai naik sejak pertengahan Desember setelah landai pada kisaran Rp 14.000 per kg selama beberapa bulan. Pada pertengahan Desember, harga telur masih Rp 16.000-Rp 17.000 per kg, lalu naik secara bertahap.
Ada beberapa hal yang diduga menjadi penyebab kenaikan harga telur, mulai dari permintaan konsumen yang meningkat selama Natal dan Tahun Baru hingga populasi ayam yang berkurang. Berkurangnya populasi ayam sebagai dampak anjloknya harga telur pada September-November lalu yang berbanding terbalik dengan tingginya harga jagung pakan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020 tentang harga acuan penjualan di tingkat petani dan harga acuan di tingkat konsumen, harga batas bawah telur ayam ras di tingkat peternak Rp 19.000 dan batas atas Rp 20.000 per kg.
Blitar merupakan sentra telur layer di Indonesia dengan populasi ayam petelur tahun 2020 sebanyak 19,4 juta ekor (kawasan Blitar Raya). Dalam kondisi normal, produksi telur dari daerah itu disebut-sebut mencapai 1.200 ton per hari dengan pangsa pasar Jabodetabek, Jawa Timur, dan luar Jawa.
Widodo Setyohadi, peternak ayam layer di Desa Pohgajih, Kecamatan Selorejo, Kabupaten Blitar, menuturkan, harga telur pada Senin (27/12/2021) mencapai Rp 25.500 per kg. Harga ini sedikit turun dari pekan lalu yang mencapai Rp 29.000 per kg di peternak. ”Naiknya mulai dua pekan lalu. Setiap hari naik sekitar Rp 1.000 per kg. Pekan lalu sempat tinggi lagi, tapi turun lagi sekarang,” ujarnya.
Menurut Widodo, batalnya rencana pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) selama masa pergantian tahun membuat permintaan telur kembali naik. Pembelian telur oleh masyarakat kembali tinggi lantaran aktivitas niaga dan restoran banyak yang buka.
Di sisi lain, peternak kecil yang memiliki ayam dengan populasi 1.000-1.500 ekor banyak yang mengafkirkan ternak mereka. Ayam-ayam yang masih produktif dijual lantaran sebelumnya harga telur di bawah biaya produksi. Biaya produksi pada September-November berkisar Rp 18.000-Rp 19.000 per kg, tapi harga jual di bawah Rp 16.000 per kg.
”Jadi, ketika pemerintah membatalkan rencana PPKM, harga telur langsung naik. Selain itu, populasi juga berkurang banyak. Peternak yang punya ayam di bawah 2.000 ekor banyak yang mengafkir dini, mengosongkan kandang,” kata Widodo yang memiliki 2.500 ayam.
Wakil Ketua Perhimpunan Peternak Rakyat Nasional Kabupaten Blitar Sukarman mengatakan, stok telur mencukupi untuk kebutuhan Tahun Baru meski populasi ayam tengah turun. Populasi ayam di Blitar diperkirakan turun 30-40 persen dari kondisi beberapa bulan lalu.
Meski populasi turun, melihat kondisi yang masih pandemi, hal ini diperkirakan tidak banyak memengaruhi stok untuk memenuhi kebutuhan telur nasional. Memasuki tahun 2022, harga jual telur ayam diperkirakan mulai normal kembali sebagaimana terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Selain permintaan masyarakat mulai normal, menurut Sukarman, program bantuan sosial oleh pemerintah juga sudah mulai menyerap telur dari peternak. ”Baik PKH (Program Keluarga Harapan) maupun BPNT (bantuan pangan nontunai) kayaknya juga mulai deras,” ujarnya.