Meski banyak yang kehilangan akibat pandemi Covid-19, harapan Natal tetap masuk ke dalam sanubari umat yang merayakan. Kedatangan Yesus Kristus, Sang Juru Selamat, tetap ditanggapi dengan sukacita.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·4 menit baca
Rintik hujan membasahi tanah Kota Bandung saat Yongky Yulius (28) khidmat berdoa di Misa Malam Natal 2021, Jumat (24/12/2021), selepas senja. Ucapan dari pendeta menjadi penguatnya meski Natal ini harus dilalui tanpa sapaan sayang dari Ibunya yang meninggal karena pandemi Covid-19.
”Baru tahun ini saya misa Natal ingat sendiri. Biasanya selalu diingatkan nyokap (ibu). Jadi, ya beda banget,” ujarnya sambil tersenyum. Karena masih dalam masa pandemi Covid-19, Yongky pun memilih untuk beribadah di tempat indekosnya di Kecamatan Kiaracondong, Kota Bandung, Jawa Barat.
Suara deru kendaraan sesekali terdengar dari kamar berukuran 3 x 3 meter ini. Di tengah suara ceramah pendeta, kamar berkelir kuning gading ini terasa lebih hangat dibandingkan dengan suasana malam yang mulai menyelimuti Bandung.
Yongky melipat tangan seraya menunduk saat Pendeta Gereja Kristen Indonesia (GKI) Serang, Banten, Benny Halim berdoa syafaat. Matanya terpejam, meresapi setiap doa yang diucapkan sang pelayan firman.
”Kami berdoa, di dalam iman, pengharapan dan kasih kami. Meski dunia sekitar masih dilanda pandemi Covid-19. Meski sekitar kami pun mengalami bencana. Namun, kami hendak menggenggam kuat tangan yang perkasa, kami hendak membuka diri kami, hati kami, untuk disapa hati-Mu yang lembut," ujar Benny melalui layar laptop Yongky.
Meskipun terlihat tegar, Yongky menyadari Natal kali ini jauh berbeda. Dia kehilangan ibunya yang meninggal dunia tahun ini karena gelombang kedua Covid-19. Ibunya meninggal di kediaman mereka, di Kota Banjar, Jabar, pertengahan 2021 silam.
”Kebetulan waktu itu saya sedang di rumah, lagi work from home. Semua berjalan begitu cepat, hanya 2 minggu setelah ibu dinyatakan positif Covid-19. Ada beberapa penyakit penyerta juga, seperti jantung dan obesitas,” ujarnya.
Tidak hanya Yongky yang kehilangan akibat pandemi ini. Ribuan hingga jutaan keluarga kehilangan orang yang mereka sayangi akibat paparan Covid-19. Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar (Pikobar) mencatat, hingga Sabtu (25/12/2021) pukul 09.30, sebanyak 14.751 warga Jabar meninggal dunia akibat Covid-19.
Sementara itu, masih ada 644 pasien positif Covid-19 yang dalam isolasi atau perawatan dengan total warga Jabar terpapar Covid-19 mencapai 708.732 jiwa. Karena itu, kewaspadaan di saat pandemi Covid-19 masih diperlukan.
Tidak berlarut
Kepergian ibunya menambah kesendirian bagi Yongky karena ayahnya lebih dulu meninggal beberapa tahun silam. Namun, dia menyadari, larut dalam kesedihan tidak akan menyelesaikan masalah. Apalagi, Natal merupakan hari sukacita kelahiran Sang Juru Selamat.
Namun, dia menyadari, larut dalam kesedihan tidak akan menyelesaikan masalah.
”Di satu sisi, saya merasa benar-benar berbeda. Kehilangan ibu membuat saya merasa kosong. Namun, di sisi lain, ini adalah hari kelahiran Yesus, jadi harus dimaknai dengan sukacita. Hidup harus tetap berjalan, semoga kita semua sehat selalu,” ujarnya penuh harap.
Harapan ini juga muncul dari Daniel Andreand Damanik (28). Pemilik kafe di Kota Bandung ini merasakan kesulitan bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19. Penghasilannya berkurang lebih dari 50 persen dalam kurun 1,5 tahun.
”Waktu pandemi pendapatan turun drastis. Tahun lalu, pendapatan kotor per hari saja kurang dari Rp 500.000. Padahal, sebelum pandemi bisa sampai Rp 2 juta hingga 2,5 juta sehari,” ujarnya.
Tahun pertama pandemi dilalui dengan keras. Daniel mengaku kesulitan dalam menjalankan bisnisnya, mulai dari menggaji karyawan hingga sulitnya mendapatkan bahan baku sehingga harganya melonjak.
Seiring berjalannya waktu, pandemi pun mulai melandai. Daniel menilai Natal tahun ini terasa lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Sejumlah relaksasi pembatasan mobilitas dilakukan sehingga roda perekonomian di Kota Bandung kembali berputar.
”Di pertengahan tahun kondisi memang semakin sulit karena ada gelombang kedua. Namun, akhir tahun ini sudah mulai landai. Bahkan, pendapatan kafe rata-rata sudah Rp 1,5 juta per hari. Mudah-mudahan Natal ini semua menjadi lebih baik,” ujarnya optimistis.
Pandemi memang kini melandai. Kehidupan pun seolah tampak membaik. Namun, kondisi ini bukan berarti ditanggapi dengan lengah diri dan melonggarkan protokol kesehatan. Yongky dan Daniel sepakat, meski melandai, mereka tetap mewaspadai paparan Covid-19 yang masih ada di Kota Bandung. Sebab, pertaruhannya terlalu besar, dari kerugian materi sampai kehilangan orang tersayang.
Sebab, pertaruhannya terlalu besar, dari kerugian materi sampai kehilangan orang tersayang.
Tentu, kewaspadaan ini tidak serta-merta mengurangi khidmatnya Natal sebagai peringatan datangnya Sang Juru Selamat. Sukacita Natal diharapkan menjadi pengobat bagi umat yang tengah dirundung kesusahan.
Seperti yang diucapkan Pendeta Benny Halim di pengujung doa Malam Natal-nya, ”Kita semua hendak dipanggil jalani hari-hari di depan dengan membawa sukacita Natal. Buatlah dunia bersukacita karena kehadiran Yesus yang mewujud dalam kepedulian sesama. Hai dunia, gembiralah!”