Pasar Tradisional di Palembang Tak Mau Ketinggalan Zaman
Beradaptasi dengan teknologi, pembayaran non-tunai mulai disediakan di sejumlah pasar tradisional di Palembang. Menurut pembeli, selain mencegah kekurangan kembalian, hal itu juga mengurangi risiko kecopetan di pasar.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·5 menit baca
Pasar tradisional di Palembang berbenah. Para pedagangnya mulai bergadengan dengan teknologi digital untuk menyediakan fasilitas pembayaran non-tunai. Yang tradisional pun kini mengikuti perubahan agar tidak ketinggalan zaman.
Alan (68) dengan cekatan melayani setiap pelanggan yang datang ke kedai bahan pokok yang berada di kawasan Pasar Gubah, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (14/12/2021). Tubuh rentanya bergerak lincah mengambil produk yang diminta pembeli, diakhiri dengan penghitungan kalkulator di tangannya.
”Nak beli apo? (mau beli apa?),” kata Alan setiap kali mulai melayani seorang pelanggan.
”Ado dak beras yang bagus dak? Aku nak beli 2 kilo (Ada beras yang bagus tidak? aku mau beli 2 kilo),” tanya seorang pelanggan kepada Alan.
”Ado, harganya Rp 14.000 sekilo, galak dak? (Ada, harganya Rp 14.000 sekilo, mau gak?).” ”Aidah mahal nian, ndak pacak kurang? (Aduh mahal sekali, tidak bisa kurang?),” ujar pelanggan itu mencoba menawar.
”Dak biso untung tipis ini (tidak bisa, untungnya tipis ini),” kata Alan berkilah. Akhirnya, pelanggan itu tetap membeli dengan harga yang dipatok. Uang Rp 50.000 dikeluarkan oleh pelanggan tersebut. Alan mengambilnya dan langsung memberikan uang kembalian yang ia rogoh dari kantong celananya.
Dalam waktu 20 menit pagi itu, dia sudah melayani 12 konsumen yang membutuhkan beragam bahan pokok, bumbu, dan kemplang, kerupuk khas Palembang.
Sejak sebulan lalu, di depan tokonya juga terpampang kode pembayaran non-tunai (QRIS). Untuk membayar belanjaan, pelanggan tinggal memindai kode itu dengan sarana pembayaran digital di aplikasi telepon pintar dan uang langsung bisa ditransfer ke rekening toko Alan.
Teknologi itu cukup membantu pelanggannya yang tidak mau membawa uang tunai atau menghindari sentuhan, terutama di masa pandemi Covid-19. Meskipun belum banyak pembeli menggunakannya, kurang dari lima orang dari puluhan pelanggannya setiap hari, Alan optimistis. ”Setidaknya toko saya tidak ketinggalan zaman,” kata Alan.
Muis Tjokro (70), pedagang peralatan rumah tangga di Pasar Gubah, juga beradaptasi dengan fasilitas QRIS. Menurut dia, itu tidaklah sulit. Tinggal mendaftarkan rekening ke bank mitra, fasilitas segera tersambung. Menurut Muis, yang sudah 50 tahun menjadi pedagang di pasar ini, fasilitas QRIS itu memberikan kemudahan bagi konsumen yang tidak membawa uang kontan.
”Bahkan, kalau saya punya uang, konsumen juga bisa tarik tunai dari saya. Sudah seperti teller bank,” katanya.
Meskipun baru 2-3 orang yang menggunakannya per minggu dari 20 orang pelanggannya setiap hari, ia lebih mendapat kemudahan. Ia lebih diterima ketika mengajukan pinjaman di bank karena transaksi jual-belinya tercatat. ”Dengan begitu, usaha kami bisa lebih dipercaya oleh bank,” kata Muis.
Pembayaran itu juga untuk mencegah kekurangan kembalian dan risiko kecopetan di pasar.
Aji Putra (31), salah satu konsumen di Pasar Gubah, mengatakan, dirinya terbantu dengan adanya fasilitas QRIS, terutama saat tidak membawa uang tunai. ”Tinggal arahkan saja layar ke barcode, pembayaran selesai,” kata Aji.
Pembayaran itu juga untuk mencegah kekurangan kembalian dan risiko kecopetan di pasar. ”Namun, memang perlu sosialisasi karena masih banyak pedagang yang kerepotan kalau konsumennya menggunakan QRIS,” kata Aji.
Digitalisasi juga dilakukan di Pasar Suak Batok Palembang. Di pasar ini, pelanggan sudah bisa berbelanja melalui aplikasi pasar.id. Pembeli bisa memilih barang yang diinginkan melalui aplikasi, kemudian melakukan pembayaran dengan ditransfer. Barang yang dipesan pun kemudian diantarkan ke rumah masing-masing.
Imron (42) adalah salah satu pedagang yang menggunakan fasilitas pasar.id untuk menawarkan ikan segarnya. Sudah satu tahun ia melakukannya.
Awalnya, aplikasi itu digunakan untuk memfasilitasi pelanggan yang tidak bisa keluar rumah karena pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di awal pandemi Covid-19 melanda. Saat itu, penjualan di Pasar Soak Batok menurun hingga 70 persen. Aplikasi itu membantu mendongkrak pembelian. Saat itu pembeli yang menggunakan aplikasi mencapai 20 orang per hari.
Seiring dibukanya pasar secara bertahap, pembeli pun kembali berbelanja ke pasar, termasuk pelanggannya. Meskipun kini pelanggan digitalnya rata-rata tinggal dua orang per minggu, ia meyakini lambat laun pasti pasar akan berubah. ”Zaman semakin praktis semua bisa dilakukan melalui telepon genggam,” katanya.
Direktur Operasional Perusahaan Umum Daerah Pasar Palembang Jaya Saiful mengatakan, perkembangan zaman bukan menjadi hambatan bagi pasar tradisional, melainkan menjadi pelecut pasar untuk terus berbenah.
Bersama Bank Indonesia dan sejumlah pihak lain, beberapa pasar tradisional di Palembang sudah menjalani revitalisasi. Salah satunya memperbanyak fasilitas transaksi non-tunai. Transaksi non-tunai menjadi salah satu sarana untuk mempermudah transaksi jual-beli.
Pasar Sekanak, misalnya. Pasar itu akan menjadi sentra penjualan cendera mata khas Palembang sebagai bagian pengembangan obyek wisata baru pariwisata Sungai Sekanak- Sungai Lambidaro. ”Jalur sungai itu akan menjadi obyek wisata air yang akan bermuara di Pasar Sekanak. Di sana para wisatawan diharapkan akan membeli oleh-oleh. Tentu digitalisasi pasar menjadi prioritas utama,” kata Saiful.
Memang pedagang masih harus beradaptasi dengan perubahan ini. ”Namun, jika tidak dimulai sekarang, kapan lagi?” kata Saiful. Menurut dia, digitalisasi pasar merupakan hal penting karena pembayaran non-tunai atau transaksi melalui pasar digital semakin hari kian cepat berkembang. ”Jangan sampai kita tertinggal,” katanya.
Revitalisasi pasar juga terus dilakukan untuk membuat pasar Palembang lebih nyaman untuk dikunjungi. ”Tahun ini ada beberapa pasar yang direvitalisasi, seperti Pasar Lemabang, Pasar Padang Selasa, Pasar Perumnas, dan Pasar Sekip. Pasar ditata agar dapat memberikan ruang yang nyaman bagi pelanggan sehingga tidak ada lagi persepsi pasar tradisional itu kotor,” katanya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Selatan Hari Widodo menuturkan, di Palembang, sudah ada 13 pasar yang telah menggunakan fasilitas keuangan digital. Memang belum banyak pedagang yang terlibat, tetapi ke depan akan terus diperluas sembari meningkatkan literasi masyarakat tentang keuangan digital.
Adapun jumlah pengguna QRIS di Sumsel sudah mencapai 332.886 pengguna atau 96,98 persen dari target tahun 2021, yakni sekitar 344.000 pengguna. ”Saya optimistis sampai akhir tahun, target pengguna QRIS bisa tercapai,” katanya.
Dalam hal digitalisasi keuangan itu, Wakil Gubernur Sumatera Selatan Mawardi Yahya bahkan menginstruksikan setiap jajaran di pemerintahan turut serta menyosialisasikan hal itu di setiap aspek kegiatan. Sebab, selain lebih aman, transaksi digital juga mengurangi risiko kebocoran. ”Keuangan digital sudah harus menjadi gaya hidup dan kebutuhan,” kata Mawardi.