Natal semakin dekat, belanja ornamen Natal meningkat. Dalam setiap pernak-pernik yang dibeli tersimpan harapan untuk bisa merayakan kedatangan kelahiran Yesus Kristus tanpa rasa takut akan momok yang tak kasatmata.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
Lampu hias yang benderang dan lagu ”All I Want for Christmas” gubahan Mariah Carey yang berkumandang di segala penjuru Kota Manado adalah suatu pertanda. Sudah tiba saatnya bagi umat Kristen di Sulawesi Utara berbelanja ornamen Natal. Dalam setiap pernak-pernik yang dibeli tersimpan harapan untuk bisa merayakan kedatangan kelahiran Yesus Kristus tanpa rasa takut akan momok yang tak kasatmata.
Sejak akhir November 2021, seperti tahun-tahun sebelumnya, parkiran motor di samping pusat perbelanjaan Megamall Manado beralih fungsi menjadi pusat ornamen bertema Natal. Di sanalah warga bertumpah ruah. Tak ada hiasan Natal yang tak bisa ditemukan di sana, dari pohon natal dan bola-bola gantungnya, hiasan dinding, sampai lampu kelap-kelip.
Itulah mengapa Dewi Veronica (35) tak ragu untuk menempuh jarak 180 kilometer dari Kotamobagu ke mal di kawasan bisnis Megamas itu. ”Saya enggak menginap. Ke sini khusus buat belanja saja. Tadi pagi datang, nanti malam sudah balik lagi,” kata Dewi, Selasa (21/12/2021) senja.
Setelah belanja baju dan kebutuhan lain pada pagi dan siang hari, ia melihat-lihat hiasan dinding bertuliskan ”Merry Christmas” dengan gambar manusia salju dan rusa kutub. Rencananya, ia juga akan membeli bola-bola gantung serta bunga-bunga tiruan. ”Yang sudah ada di rumah warna gold (emas), sekarang mau tambah lagi gold dan merah,” ujar Dewi.
Dewi bahkan tak menetapkan plafon anggaran untuk belanja ornamen Natal. Mana yang ia suka akan ia ambil. Ia ingin momen 25 Desember tahun ini lebih meriah ketimbang tahun lalu ketika pandemi menghadang segala jenis perayaan di gereja maupun rumah. Untungnya, keluarga besarnya tinggal di Kotamobagu sehingga tak ada yang perlu jadi korban penyekatan lalu lintas antardaerah.
Siska Ratulangi (43) juga tak ragu menyusuri jalan sejauh 56,2 km dari Desa Kalinaun, Likupang Timur, di pesisir timur laut Minahasa Utara, untuk membeli pernak-pernik natal. Menurut dia, segala kebutuhan ornamen pasti bisa ditemukan di Manado ketimbang Airmadidi, ibu kota Minahasa Utara.
Ia bahkan sudah menyiapkan anggaran dengan plafon Rp 5 juta untuk mendekorasi resor pantai miliknya, SunMoon Private Resort and Villas. Memang, belum banyak wisatawan asing seperti tahun 2019. Namun, manajemen tetap ingin mengadakan perayaan Natal dan pesta akhir tahun untuk pengunjungnya.
”Saya mau beli garland (karangan bunga), bunga, dan macam-macam aksesori, seperti bola-bola gantung. Tahun lalu kami pakai warna emas dan perak, terlalu monoton. Makanya tahun ini kami pengin lebih berwarna, mau beli warna merah dan biru, juga menambah lampu hias untuk acara celebration (perayaan),” kata Siska.
Sementara itu, Pendeta Grace Posumah (52), gembala Jemaat Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) Bethany Sindulang, juga berbelanja untuk menghias pastori. Gereja sudah selesai didekorasi sehingga tidak perlu lagi membeli yang baru. Warna utamanya tetap merah dan hijau, warna yang paling kental nuansa Natalnya.
Menurut Grace, tak ada imbauan dari Sinode GMIM untuk menghias pohon terang. Hanya saja, tahun ini spesial karena umat diperbolehkan merayakan kebaktian di gereja, tak seperti tahun lalu ketika kebutuhan spiritual harus dipenuhi secara daring. Pohon Natal, yang melambangkan kekekalan Ilahi dalam diri Yesus Kristus, adalah ekspresi kegembiraan itu.
Gerai ornamen Natal itu milik pengusaha Tionghoa asal Bitung bernama Melisa Nur. Meskipun beragama Islam, setiap tahun ia selalu membuka gerai tersebut, setidaknya di tiga titik. Tahun ini, di Manado, ia membukanya di Megamall dan Grand Kawanua Citywalk, sedangkan satu lagi di Girian, Bitung.
Ria Christy (30), salah satu penanggung jawab di gerai Megamall, mengatakan, tahun ini jauh lebih ramai ketimbang tahun lalu. Jika sebelumnya pendapatan kotor harian hanya di kisaran Rp 40 juta, tahun ini nilainya bisa mencapai ratusan juta rupiah. ”Yang paling diminati itu pertama (hiasan) bola-bola gantung merah dan gold, baru disusul pohon,” kata dia.
Menurut Ria, hal ini karena masyarakat sudah jauh lebih ”berani”. Secara epidemiologis, kasus harian di Sulut selama sebulan terakhir hanya di kisaran hitungan sepuluh jari. Gereja pun tak lagi diadakan daring sekalipun dibatasi. ”Tahun lalu memang toko ramai, tetapi tahun ini lebih ramai lagi. (Kondisi) pandemi sudah tidak seperti Natal 2020,” kata dia.
Karena itu, gerai yang sudah buka sejak akhir Oktober itu akan ditutup pada Jumat (24/12) mendatang. Ria mengatakan, semua barang yang belum terjual akan disimpan di gudang. Tahun depan, kemungkinan besar mereka akan kembali lagi untuk memenuhi kebutuhan umat Kristiani di Sulut, tentunya dengan stok baru. Manado pun menjadi titik kumpulnya.
Pengajar Sosiologi Agama Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Manado, Denni HR Pinontoan, mengatakan, pohon natal dan segala hiasannya menjadi simbol sukacita umat Kristen, terutama di daerah Minahasa Raya, dalam menyambut kelahiran Kristus. Sebab, kekristenan telah menjadi bagian penting dari kehidupan warga sejak 1831, tepatnya ketika dua misionaris Jerman tiba di Tondano dan Langowan, Minahasa.
Pohon natal dan segala hiasannya menjadi simbol sukacita umat Kristen, terutama di daerah Minahasa Raya, dalam menyambut kelahiran Kristus.
Di samping itu, Natal menjadi kesempatan bagi keluarga besar untuk bersua. Maka, tak sedikit orang yang selalu membeli hiasan baru setiap tahun. Kebiasaan ini pun menunjukkan bahwa sukacita tak dapat dinilai hanya dengan nominal rupiah. Hal ini menunjukkan pemaknaan Natal secara sosial dan kultural oleh warga Minahasa Kristen.
Pada saat yang sama, keadaan epidemiologis Sulut menunjukkan tanda-tanda baik. Angka kesembuhan Covid-19 di Sulut, Selasa (21/12), memang berada di titik 96,79 persen, sementara angka kematian 3,01 persen. Kini, hanya ada 70 kasus yang masih aktif, sedangkan dugaan eksistensi Omicron dipastikan meleset.
Kesempatan mengadakan perayaan di gereja dan rumah pun terbuka. Kendati begitu, pemerintah mengingatkan masyarakat untuk tetap berhati-hati. Gubernur Sulut Olly Dondokambey telah menerbitkan surat edaran yang memperbolehkan gereja mengadakan kebaktian dan misa, tetapi hanya dihadiri umat sejumlah setengah kapasitas gereja.
Protokol kesehatan, seperti pengukuran suhu, mencuci tangan, mengenakan masker, dan menjaga jarak, wajib diterapkan. Gereja juga diminta memaksimalkan ibadah daring untuk memfasilitasi mereka yang tak sempat mengikuti kebaktian secara fisik. Adapun aparat keamanan sudah siap dikerahkan mengamankan perayaan sambil menegakkan protokol kesehatan.
Antusiasme pembelian ornamen Natal di Kota Manado tahun ini menumbuhkan harapan umat untuk bisa merayakan Natal seperti sediakala sebelum pandemi menyerang.