Ahmad L Maliki: Menanam Karang Pascatsunami di Teluk Palu
Penanaman karang di Teluk Palu, Kota Palu, Sulteng, bertujuan untuk memulihkan karang yang hancur disapu tsunami pada 28 September 2018. Inisiatif tersebut perlu didukung demi kelestarian biota laut di Teluk Palu.
Sebagian karang dan terumbu karang di Teluk Palu, Kota Palu, Sulawesi Tengah, rusak atau mati karena empasan tsunami tiga tahun lalu. Ahmad L Maliki (47) bersama kelompok nelayannya menanam kembali karang agar tetap hidup dan menjadi rumah bagi biota, terutama ikan yang juga salah satu sumber pangan manusia.
Pada Senin (13/12/2021) yang berbalut mendung, Ahmad muncul dan tenggelam di perairan sejauh 40 meter dari garis pantai di kedalaman 7 meter. Setelah 3 menit muncul-tenggelam, ia menepi sambil menyeret boks putih. Boks tersebut berisi anakan atau bibit karang dengan panjang 7-10 sentimeter.
Di jarak 20 meter dari pantai pada kedalaman 1 meter, Bambang (45) dan Aba (34) telah siap di samping media tanam karang. Mereka segera mengambil batang karang dari boks yang dibawa Ahmad untuk diikat pada pipa. Pengikatan batang karang pada pipa beralas beton bulat dilakukan di perairan agar karang tetap basah.
Itulah sepenggal suasana pengikatan atau penempelan batang karang muda untuk ditanam di perairan Kelurahan Mamboro, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu, Sulteng, yang bagian dari Teluk Palu. Ahmad, yang juga dipanggil Bobi, adalah Ketua Kelompok Nelayan Kalinbubu Lestari. Ia menanam bibit karang tersebut bersama dengan lima dari total 18 anggota kelompok. Mereka bekerja dari pukul 07.45 WITA sampai pukul 14.00 WITA.
Kelompok tersebut menanam total 600 batang karang di laut kedalaman 7-9 meter berjarak 40-50 meter dari garis pantai. Batang karang ditempel masing-masing pada 600 pipa yang ditancap pada beton sebagai media tanamnya. Media tanam tersebut dirangkai pada besi yang dirakit menyerupai meja. Meja itu ditancapkan di dasar laut agar karang tumbuh dan berkembang.
Penanaman karang yang kali ini hasil kolaborasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulteng dan DPRD Sulteng menjadi keenam kalinya dilakukan Ahmad bersama dengan Kelompok Kalinbubu Lestari.
Seorang diri
Sebelumnya, ia menanam anakan karang pada April 2019 atau enam bulan pascatsunami. Penanaman perdana setelah tsunami itu dilakukan seorang diri oleh ayah dari Caniaga Ronald (24) itu.
Saat itu, ia memanfaatkan puing-puing sisa hantaman tsunami, seperti pasir, besi, dan pipa. Ia membuat rumah karang dari beton berbentuk balok. Ia menancapkan 130 karang muda pada beton. Bibit karang dengan jenis karang jahe tersebut diambil dari Kelurahan Kabonga, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala, yang tak terempas tsunami. Bibit karang dari sana pula yang seterusnya diambil Ahmad untuk ditanam.
Setelah penanaman pertama tersebut, Yayasan Arsitek Komunitas (Arkom) Indonesia memfasilitasi Ahmad untuk melanjutkan penanaman karang. Dengan bantuan Yayasan Arkom yang waktu itu mendampingi penyintas di Kelurahan Mamboro, Bobi menanam 5.000 batang karang.
Kerja sama dengan lembaga sosial tersebut membuat kegiatannya sampai ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Berkolaborasi dengan Universitas Tadulako, Palu, BNPB membantu Bobi menanam total 4.000 batang karang pada Februari 2020 dan Agustus 2021.
Total Bobi dan Kelompok Kalinbubu Lestari sudah menanam dan menyulam sekitar 12.000 batang karang di perairan Mamboro, sekitar 25 kilometer arah utara dari pusat kota Palu. Karang ditanam pada radius 40-50 meter dari garis pantai dan membentang sekitar 400 meter dari selatan ke utara perairan. ”Karang yang ditanam pada periode awal sebagian besar hidup, bahkan sudah tumbuh besar,” tutur suami dari Maemunah (43) itu.
Karang yang ditanam selepas tsunami sudah tumbuh hingga 50 cm. Karang-karang itu pun berkembang membentuk rimbunan. Artinya, karang bertumbuh signifikan karena pada umumnya batang karang hanya memiliki panjang 7-10 cm saat ditanam.
Bobi dua kali seminggu menyelam untuk melihat kondisi karang-karang yang telah ditanam. Ia membersihkan karang dari plastik, karung, dan sampah lainnya yang merusak atau menghambat pertumbuhan karang. Jika ada karang yang mati, ia menyulamnya.
Hancur karena tsunami
Bobi, anak kelima dari delapan bersaudara pasangan Lasani dan Asira, turun tangan menanam kembali karang di perairan Mamboro karena ia melihat dengan mata kepala sendiri ludesnya karang disapu tsunami pada 28 September 2018. Sekitar sebulan setelah bencana, ia menyelam di kedalaman 7-9 meter di perairan Mamboro dan mendapati sebagian besar karang hilang tersapu tsunami.
”Saya melihat dasar laut hampir bersih, banyak karang tersapu tsunami. Padahal, sebelumnya di situ ada banyak karang,” kata nelayan yang bersama dengan istri dan anaknya lari menjauhi pantai ketika tsunami melanda pesisir Mamboro tiga tahun lalu.
Gempa yang disusul tsunami dan likuefaksi melanda Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Sigi tiga tahun lalu. Tsunami melanda pesisir Teluk Palu dengan jangkauan hingga 200 meter ke darat. Permukiman pesisir di teluk disapu tsunami. Tak kurang dari 4.000 orang meninggal karena tiga bencana tersebut.
Baca Juga: Mereka Bergerak Menyelamatkan Teluk
Rumah Bobi turut tersapu tsunami. Ia memilih relokasi mandiri dengan membangun rumah pada jarak sekitar 250 meter dari garis pantai, titik yang diperbolehkan untuk membangun hunian setelah tsunami. Di lokasi rumah lamanya yang dihantam tsunami, ia membangun warung/kios yang menjual kebutuhan harian.
Relokasi mandiri salah satu skema pemulihan pascabencana dalam penyediaan atau pembangunan hunian tetap untuk penyintas yang harus direlokasi karena lokasi rumah lama ditetapkan sebagai zona terlarang untuk pembangunan hunian. Dengan relokasi mandiri, penyintas menyiapkan lahan sendiri untuk dibangun hunian oleh pemerintah atau lembaga sosial.
Skema lainnya relokasi komunal. Dalam skema itu, pemerintah menyiapkan lahan di satu kawasan dan membangun hunian untuk penyintas di situ.
Kepala Bidang Pengelolaan Ruang Laut Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulteng Edward Yusuf beberapa waktu lalu mengonfirmasi banyak karang mati dan rusak akibat sapuan tsunami. Dinas juga melakukan replantasi di sejumlah titik kerusakan karang di Teluk Palu.
Bobi yang lahir di Palu, 1 Juli 1974, itu tahu persis dasar laut perairan Mamboro dilapisi banyak karang dan menjadi tempat berkembang biaknya berbagai jenis ikan. Pada 1998-2007, ia nelayan yang secara khusus menangkap ikan hias di sekitar perairan tersebut. Ikan hias hidup di karang-karang yang terbentang di dasar laut. Tentu biota lain juga nyaman di situ karena karang adalah rumah mereka.
Ikan hias dan ikan lainnya pun masih sulit didapat pascastunami karena rusaknya karang di dasar laut. Banyak nelayan Teluk Palu memilih melaut ke Selat Makassar di Donggala untuk menangkap ikan.
Setelah melihat kondisi tersebut, Bobi yang tamatan sekolah teknik menengah di Palu pada 1993 tergerak untuk menanam karang. Penanaman perdana karang pada April 2019 dilakukannya sendiri. Ia sempat berkampanye melalui spanduk waktu itu agar orang lain bergabung menanam karang, tetapi tak ada yang menggubris. Barangkali waktu itu orang-orang masih sibuk dengan pemenuhan kebutuhan pascabencana.
Pada penanaman setelahnya, ia melibatkan Kelompok Kalinbubu Lestari yang anggotanya nelayan setempat dengan komposisi umur muda dan tua. Beragamnya komposisi usia anggota dimaksudkan agar penanaman dan pemeliharaan karang menjadi bagian dari keseharian nelayan dan dilakukan untuk jangka panjang.
Bobi senang karena dengan mulai tumbuhnya karang-karang yang ditanamnya, ikan hias sudah mulai nongol lagi. Ia serasa masuk ke lorong waktu sebelum tsunami merenggut karang.
Bobi meyakini, jika penanaman tak dilakukan sejak dini setelah kerusakan karena tsunami, pemulihan karang bakal lebih lama atau bahkan tak terwujud. ”Akibatnya, ikan lambat laun tidak akan hidup lagi di perairan Mamboro dan Teluk Palu pada umumnya. Mungkin bukan saya atau generasi saat ini yang akan lebih banyak menikmatinya, melainkan anak dan cucu kita. Itu warisan kita untuk generasi mendatang dan kelestarian alam serta isinya ini,” katanya.
Tantangan kelestarian biota perairan Teluk Palu memang berat. Selain ancaman bencana (tsunami) yang tentu suatu saat akan terjadi lagi di masa depan, laju sedimentasi yang belum terkendalikan turut mempercepat kerusakan karang dan biota lainnya.
Inisiatif Bobi bersama Kelompok Kalinbubu Lestari menjadi angin segar. Ikhtiar mereka harus didukung untuk menjadi gerakan bersama. Jangan sampai Teluk Palu akan ”kering” suatu saat nanti karena tak adanya biota laut.
Data Diri
Nama : Ahmad L Maliki
TTL : Palu, 1 Juli 1974
Pendidikan Terakhir : Sekolah Teknik Menengah Negeri Palu (Sekarang SMK Negeri 3 Palu
Alamat : Kelurahan Mamboro, Kecamatan Palu Utara, Kota
Palu, Sulteng
Penghargaan : Piagam Penghargaan dari BNPB atas Inisiatif dan
Partisipasi Aktif dalam Memelihara dan
Mengembangkan Terumbu Karang (Maret 2021)
Pekerjaan : Nelayan, Ketua Kelompok Kalinbubu Lestari
Istri : Maemunah
Anak : Caniaga Ronald