Kembali Telan Korban, Polisi Usut Tambang Galian C Ilegal di Cirebon
Polres Cirebon Kota berjanji mengusut tuntas aktivitas tambang galian C ilegal yang menewaskan seorang warga di Argasunya, Kota Cirebon, Jawa Barat. Meski dilarang sejak 2004, tambang itu jadi mata pencarian warga.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Tambang pasir ilegal di Kelurahan Argasunya, Kota Cirebon, Jawa Barat, kembali menelan korban jiwa. Seorang warga tewas tertimbun pasir dan batu bersama sebuah truk, Kamis (23/12/2021). Kepolisian Resor Cirebon Kota berjanji mengusut tuntas kasus tersebut.
Peristiwa itu terjadi di Kedung Jumbleng, Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kamis sekitar pukul 11.00. Saat itu, lima warga, termasuk sopir truk, tengah mengangkut pasir di dalam goa. Lokasinya berupa tebing dengan tinggi sekitar 15 meter. Cuaca di lokasi saat itu cukup cerah.
Namun, kemudian pasir dan batu di dalam goa tersebut longsor dan menimpa Rohim, warga setempat berusia sekitar 50 tahun. Aparat TNI, Polri, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Cirebon, dan masyarakat mengevakuasi korban dalam kondisi meninggal, sedangkan truk masih tertimbun.
”Informasi sementara, ada empat teman lainnya yang berlari setelah kejadian tersebut. Identitasnya masih kami selidiki,” ujar Kepala Polres Cirebon Kota Ajun Komisaris Besar Fahri Siregar yang meninjau lokasi kejadian.
”(Galian) ini kategorinya ilegal. Kami akan laksanakan (penyelidikan) sesuai prosedur karena ada kelalaian yang menyebabkan orang meninggal dunia. Kami akan kenakan pasal pidana sesuai perundang-undangan,” ungkap Fahri.
Apalagi, lanjutnya, penggalian pasir di daerah yang berjarak sekitar 10 kilometer dari Balai Kota Cirebon itu tidak memiliki izin. Berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Cirebon Nomor 16 Tahun 2004, penambangan pasir di Argasunya dilarang.
Penambangan pasir yang memakan korban jiwa bukan kali ini saja terjadi di lokasi tersebut. Pada 18 Juli 2019, seorang warga RW 006 Kedung Krisik Selatan meninggal setelah tertimpa tebing galian C. Kejadian itu tidak dilaporkan kepada polisi. Pada 2010, tiga buruh angkut pasir juga tewas.
”Siapa pun yang terlibat (akan diproses hukum). Ini sudah mengakibatkan seorang warga meninggal dunia. Ini juga illegal mining (penambangan ilegal). Mungkin juga ada perusahaan yang terlibat,” ujarnya.
Siapa pun yang terlibat (akan diproses hukum). Ini sudah mengakibatkan seorang warga meninggal dunia. (Fahri Siregar)
Selain memasang garis polisi di area itu, aparat juga meminta keterangan warga. Sejumlah warga yang ditemui enggan berkomentar terkait kasus tersebut. Namun, jejak jalur truk, bekas tempat makanan, hingga pos jaga di lokasi mengindikasikan aktivitas galian itu sudah berlangsung lama.
Sebelum musibah tersebut, polisi sebenarnya telah berkoordinasi dengan tokoh masyarakat dan agama agar mematuhi larangan penambangan pasir ilegal. ”Namun, kejadian ini memang di luar pantauan kami. Sekali lagi, kami akan menggiatkan patroli,” lanjut Fahri.
Surip, Ketua RW 010 Kelurahan Argasunya, mengatakan, sekitar 30 persen dari 1.000 jiwa di daerahnya bergantung pada aktivitas tambang galian C. Mereka menjadi tukang gali, buruh angkut, sopir truk, hingga pemecah batu. Selain minim area pertanian, Argasunya juga kerap kekeringan saat kemarau.
Pihaknya beberapa kali meminta warga agar tidak lagi menggali pasir. Apalagi, areal tambang galian C juga mulai mendekati permukiman. Namun, warga tidak punya banyak pilihan pekerjaan lain. Dalam sehari, buruh galian bisa meraup Rp 50.000 hingga Rp 150.000.
”Banyak warga yang datang gali pasir untuk cari makan. Dari luar Argasunya juga ada. Kalau bisa mah alih fungsi (profesi),” ujar Surip.
Dinas Lingkungan Hidup Kota Cirebon mencatat, penambangan yang dimulai sejak 1980-an itu telah membuat 48,3 hektar lahan kritis atau sekitar 7 persen dari 675 hektar luas Argasunya. Bekas galian C tersebar di Kampung Kopi Luhur, Sumur Wuni, Cibogo, Surapandan, dan Kedung Jumbleng.
Dari pendataan tahun 2018, DLH setempat juga mencatat, daerah bekas tambang pasir merupakan tanah milik 137 warga. Sebagian besar dari 18.541 penduduk Argasunya juga masih menggantungkan hidup pada tambang galian C yang masih aktif.
Pemkot Cirebon pernah berencana menjadikan bekas tambang galian C sebagai kawasan agrowisata. Dengan begitu, warga punya kesempatan kerja selain menambang pasir ilegal. Namun, hingga kini, keinginan tersebut belum terwujud.