Kasus Bunuh Diri Siswa Jadi Evaluasi Penerapan Bimbingan Konseling
Kasus bunuh diri siswa di sekolah menjadi momentum untuk menegakkan kembali pembelajaran bimbingan konseling di sekolah.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BLITAR, KOMPAS — Jalan pintas yang ditempuh oleh salah satu siswi SMAN 1 Srengat di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, yang memilih mengakhiri hidup di lingkungan sekolah, hendaknya menjadi pembelajaran dan momentum bagi dunia pendidikan untuk menegakkan kembali pembelajaran bimbingan konseling di sekolah.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur Hikmah Bafaqih saat dihubungi dari Malang, Rabu (22/12/2021), menilai, selama ini pembelajaran bimbingan konseling (BK) di sekolah belum tegas. Fungsi BK juga belum berjalan sebagaimana mestinya.
”BK selama ini sudah ada, hanya proporsi jumlah guru BK dan siswa tidak memadai. Guru BK juga cenderung menjadi penegak tata tertib, ini keliru,” ujar Hikmah saat dimintai tanggapan seputar peristiwa memilukan yang terjadi di Blitar dua hari lalu itu.
Guru BK, menurut Hikmah, harus menjadi sosok yang nyaman bagi siswa. Dengan begitu, siswa akan leluasa menyampaikan keluhan dan permasalahan yang mereka hadapi—yang mana selama ini mereka tidak nyaman jika harus mengadu ke teman ataupun orangtua masing-masing.
Jika para guru BK memosisikan diri sebagai pengawal tata tertib di sekolah, mereka akan menjadi guru penjaga tata tertib saja. Guru tidak akan menjadi kawan mengurai masalah yang dihadapi peserta didik. Padahal, usia remaja merupakan masa krusial dari tahapan hidup yang mesti dijalani oleh setiap individu.
Seandainya seorang siswa berada dalam masa fase gelisah dan dia bisa mendapatkan tempat berbagi (curhat) melalui kanal yang tepat, kemungkinan yang bersangkutan melakukan langkah drastis mengakhiri hidup bisa dihindari.
”Kecenderungan masyarakat kita tidak menganggap problem kejiwaan sebagai sakit. Di Indonesia tidak dianggap sakit. Oleh karena itu, para pemerhati perempuan dan anak ingin menyampaikan bahwa penyakit kejiwaan atau kesakitan psikis harus mendapat perhatian karena dampaknya lebih dari kesakitan fisik,” katanya lagi.
Pada kesempatan ini, Hikmah juga berharap pihak sekolah, dalam hal ini SMAN 1 Srengat, mesti memastikan peserta didik yang mengalami trauma akan peristiwa tersebut bisa ditangani secara pas. Sebab, bukan tidak mungkin ada teman korban yang melihat langsung atau mendengar cerita terkait kasus itu.
”Sekolah mesti segera bekerja sama dengan ahli guna memastikan peserta didik menerima penjelasan kasus tersebut sesuai kerangka berpikir anak-anak seusia mereka. Bagi anak yang terindikasi trauma harus ada respons, didampingi psikolog. Sekolah juga harus bersikap terbuka membantu penegak hukum, begitu pula dengan pihak keluarga,” tuturnya.
Untuk itu, Hikmah akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur untuk memastikan langkah-langkah yang dimaksud di atas. Seperti diketahui, penanganan jenjang pendidikan tingkat SMA dan sederajat ada di tangan pemerintah provinsi.
Sementara itu, Wakil Kepala SMAN 1 Srengat Bidang Kurikulum Nur Cahyo H mengatakan, dalam waktu dekat pihak sekolah akan mengundang motivator untuk penguatan mental peserta didik. Sekolah sendiri memiliki program parenting yang dilakukan satu tahun sekali dengan cara mempertemukan siswa dengan orangtua dengan menghadirkan motivator.
”Kalau dampak dari kasus ini sendiri tidak ada, kegiatan sekolah berjalan seperti biasa. Setelah ini pembagian rapor dan libur. Dalam waktu dekat akan dilakukan doa bersama untuk almarhum,” ujarnya.
BK selama ini sudah ada, hanya proporsi jumlah guru BK dan siswa tidak memadai. Guru BK juga cenderung menjadi penegak tata tertib, ini keliru.
Menurut Nur Cahyo, saat peristiwa terjadi sebenarnya tidak semua siswa masuk. Kegiatan puncak Maulid Nabi yang dilaksanakan di ruang lain hanya diikuti perwakilan siswa. Setiap kelas hanya mengirim 10 siswa yang beragama Islam sebagai wakil. Sisanya belajar di rumah karena selama pandemi jumlah siswa yang masuk masih 50 persen.
Seperti diketahui, F (16), siswi kelas X SMAN 1 Srengat, ditemukan meninggal dunia akibat bunuh diri di depan kelas, Senin (20/12/2021). Dugaan sementara, korban mengakhiri hidup disebabkan oleh masalah asmara.
Kepala Kepolisian Resor Blitar Kota Ajun Komisaris Besar Yudhi Hery Setiawan saat dikonfirmasi melalui Whatsapp, Rabu siang, mengatakan pihaknya masih menyelidiki kasus ini.