Dua Kali Merayakan Natal Saat Pandemi, Warga Seharusnya Lebih Waspada
Minat masyarakat untuk bepergian di masa Natal dan Tahun Baru menurun akibat beberapa faktor, tetapi tren mobilitas ditengarai hanya bergeser. Dua pekan ke depan akan menjadi momen penentu arah pandemi di Tanah Air.
Oleh
Melati Mewangi, Stefanus Osa Triyatna, Erika Kurnia
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah tiga kali menjalani hari raya di masa pandemi, warga mulai menghindari bepergian pada momen Natal dan Tahun Baru. Namun, ada kecenderungan tren pergerakan orang kali ini hanya bergeser dari momen hari raya menjadi sebelum dan sesudahnya. Kenaikan mobilitas di sekitar momen akhir tahun tetap perlu diwaspadai.
Perilaku bepergian warga dalam menyambut momen Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 ini tecermin lewat hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada 7-9 Desember 2021. Dari total 515 responden yang dimintai pendapat, sebanyak 79,9 persen menyatakan tidak berencana bepergian selama Natal dan Tahun Baru. Sementara itu, 18,7 persen masih berencana melakukan perjalanan, baik ke luar kota maupun di dalam kota.
Hasil jajak pendapat Litbang Kompas ini senada dengan survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan (Balitbang Kemenhub) pada Desember 2021, yang juga mengestimasi potensi pergerakan masyarakat pada masa Natal dan Tahun Baru.
Jika dibandingkan dengan survei Balitbang Kemenhub pada Oktober 2021, sebelum kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 dibatalkan, ada penurunan jumlah orang yang ingin bepergian. Awalnya, pada Oktober 2021, ada potensi pergerakan 12,8 persen atau sekitar 19,9 juta orang. Namun, per survei Desember 2021, jumlah orang yang berencana bepergian turun menjadi 7,1 persen atau sekitar 11 juta orang.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito, menilai, pola pikir masyarakat sudah lebih rasional dalam menghadapi risiko penularan Covid-19. Kemungkinan besar, mereka berkaca dari lonjakan kasus yang terjadi pada pertengahan tahun 2021 ketika varian Delta merebak dan tingkat kematian akibat Covid-19 menyentuh rekor tertinggi.
Kenekatan bertemu keluarga di tengah pandemi dan momen libur hari raya dapat memicu penularan virus kepada orang-orang di lingkungan terdekat, bahkan sampai merenggut nyawa. Hal itu tampak dari tingginya angka kasus Covid-19 dan tingkat kematian pada periode Juni-Agustus 2021, beberapa saat setelah momen Lebaran.
”Masyarakat memetik pelajaran berharga, lalu mencoba beradaptasi dari peristiwa di sekitar sehingga tumbuh kesadaran untuk meminimalkan risiko penularan Covid-19,” ucap Arie saat dihubungi, awal pekan ini.
Ia memperkirakan, ke depan, budaya pulang kampung saat hari raya akan pelan-pelan berkurang, tidak lagi sesemarak dulu. Masyarakat memilih menahan diri untuk tidak berkerumun dan mengubah cara berlibur dengan mencari rangkaian aktivitas baru di rumah.
”Pilihan mereka untuk tidak keluar-keluar bisa jadi juga merupakan upaya penghematan atau mereka masih dalam fase ’prihatin’. Lagi pula, sekarang banyak teknologi informasi yang bisa dimanfaatkan untuk mengisi waktu libur bersama keluarga, dari menonton film, karaoke, hingga bermain gim,” tutur Arie.
Ia pun mengingatkan agar pemerintah tak boleh lengah dan berpuas diri meski kasus Covid-19 menurun dan kesadaran masyarakat mulai tumbuh. Kewaspadaan yang mulai tumbuh di sebagian masyarakat ini adalah modal sosial yang perlu dijaga dengan kebijakan yang konsisten. Hal ini guna mencegah potensi peningkatan mobilitas dan kasus Covid-19 yang mungkin terjadi setiap menjelang libur panjang.
Berbagai faktor
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan, ada beberapa kemungkinan yang membuat minat masyarakat untuk bepergian pada periode Natal dan Tahun Baru berkurang. Bisa saja, masyarakat menyadari masih ada risiko penularan Covid-19 jika memaksakan diri berjalan-jalan saat ini.
”Bisa juga mereka enggan memenuhi berbagai syarat perjalanan, seperti tes antigen, yang meski sudah lebih murah, tetap tidak nyaman untuk sebagian orang,” katanya.
Mengacu survei Balitbang Kemenhub, tren penurunan minat orang untuk bepergian pada libur akhir tahun kali ini, antara lain, disebabkan anak-anak sekolah mulai melaksanakan belajar tatap muka dan pekerja swasta juga sudah mulai aktif bekerja di kantor seperti kondisi normal.
Selain itu, ada pula faktor sosial-ekonomi, seperti daya beli masyarakat yang menurun setelah dua tahun lebih hidup di tengah pandemi. Survei Kemenhub menunjukkan, warga memilih tidak bepergian untuk pulang kampung atau liburan agar bisa berhemat. Mereka lebih memilih memperbaiki perekonomian keluarga yang sempat terpuruk.
Faktor lainnya adalah kekhawatiran menghadapi ketidakpastian varian baru Omicron. Hal ini juga tecermin dari hasil jajak pendapat Kompas yang menunjukkan lebih dari 63 persen responden khawatir dengan galur Omicron. Bahkan, seperlima dari mereka menyatakan sangat khawatir dengan varian baru ini.
Kendati demikian, masih ada pula warga yang tidak takut pada varian baru yang kini menyebabkan ledakan kasus di negara-negara Eropa itu. Sebanyak 29,4 persen warga menyatakan tidak khawatir dan 4,1 persen sangat tidak khawatir dengan varian Omicron. Ada pula 3,2 persen warga yang tidak tahu harus bersikap seperti apa terkait Omicron.
Mobilitas bergeser
Namun, Adita mengatakan, sangat dimungkinkan minat bepergian itu menurun karena orang memilih bepergian di luar masa Natal dan Tahun Baru. Artinya, tren mobilitas hanya bergeser dari semula terjadi pada momen libur hari raya menjadi sebelum atau sesudah itu.
Menurut dia, jika melihat tren kenaikan mobilitas masyarakat secara bulanan sejak Oktober 2021, masyarakat sudah melakukan perjalanan terlebih dahulu sehingga tidak mendekati libur akhir tahun. Apalagi dengan adanya kebijakan internal larangan cuti dan bepergian ke luar kota bagi aparatur sipil negara dan beberapa perusahaan swasta.
Kendati demikian, ia memperkirakan potensi kenaikan mobilitas orang pada momen akhir tahun akan tetap tinggi, khususnya di dalam kota-kota besar. Hal itu, misalnya, tampak di wilayah Jabodetabek.
Jasamarga Metropolitan Tollroad mencatat, volume kendaraan yang melalui jalur tol di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya terus meningkat mendekati kondisi normal. Jasa Marga pun mewaspadai peningkatan kepadatan pengguna jalan selama libur Natal dan Tahun Baru untuk mendukung upaya pemerintah mencegah penularan Covid-19.
Kendati demikian, pemerintah tidak akan melakukan pelarangan mobilitas, tetapi akan lebih fokus pada upaya pengawasan dan pengetatan protokol kesehatan. Untuk mengantisipasi lonjakan di perkotaan, Kemenhub meminta kepada dinas perhubungan di setiap provinsi untuk menerapkan kebijakan ganjil genap secara situasional, khususnya pada waktu-waktu sibuk, serta rekayasa lalu lintas lainnya.