Dua Sisi Tol Trans-Sumatera
Jalur Lintas Sumatera kini sepi karena banyak pengendara yang beralih ke tol. Kerusakan jalan bahkan beralih pula dari jalan lintas ke ke jalur tol.
Keberadaan Tol Trans-Sumatera memberikan warna bagi perekonomian. Di satu sisi mempercepat waktu perjalanan dan laju distribusi komoditas daerah yang telah memilikinya, di sisi lain alur Lintas Sumatera kini sepi karena banyak pengendara yang beralih ke tol. Kerusakan jalan bahkan beralih pula dari jalan lintas ke jalur tol.
Di Rest Area (area istirahat) Km 269 Ruas Kayu Agung-Pematang Panggang yang terletak di Kecamatan Mesuji Raya, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Iswanto (25), pengemudi truk, merebahkan tubuhnya di sebuah lapak, Kamis (9/2/2021). Dengan ditemani secangkir kopi susu, dia melepas lelah setelah satu hari sebelumnya menyusuri jalan untuk mengangkut 22 ton kelapa dari Jambi menuju ke DKI Jakarta.
Sejak dibuka pada Januari 2020, tol yang menghubungkan Palembang-Lampung sepanjang sekitar 231 kilometer (km) ini menjadi salah satu pilihan untuk bepergian. ”Dengan menggunakan jalur tol ini, waktu tempuh dari Jambi ke Jakarta bisa terpangkas hingga satu hari,” kata Iswanto yang sudah lima tahun lalu bekerja sebagai pengemudi.
Saat melewati Jalur Lintas Timur sepanjang 373 km, dia membutuhkan waktu hingga tiga hari untuk sampai ke Jakarta. Dengan menggunakan Tol Trans-Sumatera waktu tempuh yang dibutuhkan hanya dua hari. ”Selain lebih cepat, risiko di jalur tol juga lebih kecil dibandingkan melewati jalur lintas,” katanya.
Dulu, ketika tol belum dibuka, Iswanto harus bergelut dengan ketidakpastian. Kemacetan, cuaca buruk, kerusakan jalan, dan risiko kecelakaan terus mengintai. Belum lagi, adanya preman yang meminta ”jatah” serta tindakan kriminalitas lainnya yang terus membayangi.
Kini, ketika tol dibuka, risiko itu berkurang walau memang Iswanto harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar tarif tol dari Palembang ke Lampung sekitar Rp 500.000. ”Ya, uang itu kami keluarkan untuk mendapatkan waktu yang lebih cepat sampai ke tujuan,” ungkapnya.
Meski begitu, Tol Trans-Sumatera bukan berarti tanpa celah. Menurut Iswanto, dari sisi kualitas, jalan Tol Sumatera belum sebaik tol di Jawa. Banyak lubang dan jalan bergelombang. Kondisi ini tentu sangat berbahaya bagi pengguna jalan tol yang melaju dengan kecepatan tinggi.
Celah lain adalah minimnya ketersediaan bahan bakar di area istirahat tol. Hal ini tentu sangat menyulitkan pengendara karena harus keluar-masuk tol untuk mendapatkan bahan bakar. ”Bahkan, kerap kali kami harus menunggu karena bahan bakar di SPBU dalam tol kehabisan stok,” ujar Iswanto.
Selain itu, dari segi harga, Tol Trans-Sumatera tergolong lebih mahal dibandingkan dengan Jawa. Hal ini tentu menambah ongkos perjalanan. Dia berharap ada penyesuaian harga sehingga tarif Tol Sumatera bisa lebih terjangkau. ”Tarif di Tol Trans Sumatera belum sebanding dengan kualitas jalannya,” kata Iswanto.
Baca Juga: Tol Trans-Sumatera Harus Bisa Dorong Pertumbuhan Ekonomi Baru
Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita) Sumsel Anton Wahyudi menuturkan, setelah tol dibuka, dampaknya sangat terasa, terutama di dua provinsi, Sumsel dan Lampung. Geliat pariwisata di kedua daerah juga sangat tinggi. Hanya saja, jika dilihat dari intensitasnya, lebih banyak orang Palembang yang berwisata ke Lampung dibandingkan dengan sebaliknya.
”Komposisinya 65 persen untuk Lampung dan 35 persen untuk Palembang,” katanya. Agar tidak terjadi ketimpangan, diharapkan ada inovasi dari pelaku usaha termasuk pemerintah untuk menciptakan acara pariwisata yang bisa menarik minat wisatawan datang ke Palembang.
Bahkan, dengan jarak tempuh yang cepat, ada sejumlah perusahaan travel yang menawarkan produk satu hari berwisata di Lampung pulang-pergi. Program ini cukup diminati masyarakat Palembang yang merindukan keindahan laut di Lampung.
Bagi Maria Ulfa Lubis (27), keberadaan tol juga memberikan perubahan besar bagi kehidupannya. Usaha rumah makan yang keluarganya rintis di lintas timur meredup seiring beralihnya pengendara ke jalur tol. Kini dia menyewa lapak di area istirahat Km 268 bersama dengan 10 pedagang makanan lain.
Maria memprediksi keberadaan tol mengurangi volume kendaraan di lintas timur hingga 50 persen. ”Mereka yang masih menggunakan jalur lintas hanya angkutan lokal saja,” ucap Maria.
Kondisi ini membuat degup nadi di jalur lintas kian lemah. Bahkan, banyak pedagang di jalur lintas harus gulung tikar. Agar tidak hanya menjadi penonton, Maria memutuskan menyewa lapak di area istirahat dengan harga Rp 20 juta per tahun.
Awalnya situasi memang sepi karena dihajar pandemi. Bahkan, di masa puncak pandemi, hanya ada 10 pelanggan yang datang dalam satu hari. Namun, sejak dua bulan lalu, konsumen yang datang ke warung makannya bisa mencapai 30 orang per hari. ”Setidaknya saya sudah dapat untung,” ucapnya.
Konsumen yang datang ke warungnya adalah pelanggan lamanya yang dulu melintas di Jalur Lintas Timur Sumatera. Namun, bagi mereka yang belum memiliki pelanggan, butuh usaha yang lebih keras. Tak heran, banyak pedagang memilih mundur dari area istirahat.
Mendorong perekonomian
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumatera Selatan Sumarjono Saragih berpendapat, memang keberadaan tol bagai dua sisi mata uang. Di satu sisi memberikan keuntungan, di sisi lainnya merugikan.
Bagi pengusah komoditas dan logistik, keberadaan tol terbukti memangkas ongkos produksi karena adanya kepastian waktu tempuh dan meminimalisasi risiko. Bahkan, beberapa perusahaan memutuskan mengalihkan ruang produksinya di sekitar area tol untuk mempermudah distribusi barang. Hal ini tentu akan meningkatkan daya saing usaha.
Namun, ada yang terampas pendapatannya. Hal ini memang menjadi risiko kala ada sebuah perubahan. ”Yang jeli dan kreatif akan ada celah dan peluang. Sebaliknya yang lemah dan tak punya daya, perlu keberpihakan dari pemerintah,” kata Sumarjono.
Tujuan dari pembangunan infrastruktur ini tidak lain untuk pemerataan pembangunan dan membuka lapangan kerja sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pantauan Kompas, banyak truk bermuatan besar yang mengangkut sejumlah komoditas dari arah Lampung ke Palembang. Komoditas yang diangkut antara lain kelapa sawit, komponen pembangunan infrastruktur, dan sejumlah produk logistik.
Saat membuka Tol Palembang-Kayu Agung, Sumsel, (26/1/2021), Presiden Joko Widodo berharap Tol Palembang-Lampung dapat menciptakan efisiensi di segala sektor yang mampu menurunkan biaya logistik dan menumbuhkan daya saing antara Sumsel dan Lampung. Tidak hanya bagi kedua provinsi, tol ini juga dapat membangkitkan perekonomian di Pulau Sumatera lewat pusat ekonomi baru dan berkembangnya simpul-simpul ekonomi produktif.
Tol ini, kata Presiden, akan membuka peluang investasi bagi Sumsel yang memiliki sejumlah keunggulan, seperti dekat dengan Pulau Jawa, lahan masih sangat luas dengan harga yang kompetitif, dan jumlah tenaga kerja juga besar. Dengan begitu, potensi bisnis bisa digarap dengan biaya produksi pun lebih bersaing.
”Tujuan dari pembangunan infrastruktur ini tidak lain untuk pemerataan pembangunan dan membuka lapangan kerja sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Presiden.
Dengan keunggulan tersebut, Presiden mengajak pemerintah daerah lebih agresif menawarkan potensi di daerahnya masing-masing. Salah satu yang bisa dijadikan daya tarik adalah ketersediaan infrastruktur yang memadai.
Over dimensi
Saat menyusuri jalur Tol Trans-Sumatera Palembang-Lampung, Oktober 2021, pengamat transportasi Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, mengatakan, dirinya menemukan masih banyak titik yang bergelombang bahkan berlubang. Hal ini muncul akibat banyaknya truk dengan muatan dan dimensi berlebih (over dimension overload/ODOL) melintas di jalan tol.
Kondisi itu justru berbeda dengan Jalur Lintas Timur Sumatera. Pantauan Kompas di Jalur Lintas Timur Sumatera Palembang-Kayu Agung menunjukkan kondisi jalan relatif baik, tetapi sepi. Jalan menjadi baik diduga karena truk-truk besar termasuk ODOL berpindah ke jalur tol.
Djoko menyatakan, perlu penegakan hukum yang tegas untuk mengatasi truk ODOL. ”Sudah saatnya di jalur tol disediakan program penerapan tilang elektronik (electronic traffic law enforcement/ETLE) untuk mengurangi intensitas truk dengan dimensi dan muatan berlebih melintas di jalur tol.”
Langkah lain adalah dengan melakukan pengukuran sebelum masuk ke pelabuhan. Mereka yang melanggar diberikan sanksi denda saat keluar dari tol.
Penegakan aturan bagi truk bermuatan berlebih perlu menjadi perhatian karena kerusakan jalan di Tol Trans-Sumatera akan berdampak pada meningkatnya risiko kecelakaan di dalam tol. ”Perbaikan jalan tol sebenarnya tidak bisa sebatas tambal sulam, tetapi harus pada perbaikan konstruksi jalan,” kata Djoko.
Masalah lain adalah masih ada kriminalitas di dalam Tol Trans-Sumatera utamanya pungli. Khusus untuk jalur tol Palembang-Lampung, Djoko mendengar adanya aktivitas ”garong” yang memalak pengemudi truk dengan membawa mobil minibus.
Mereka leluasa melakukan pungli di dalam tol karena ada beberapa titik median jalan yang terbuka sehingga dapat dimanfaatkan untuk putar balik. Jika aksi ini dibiarkan, dikhawatirkan akan mengorbankan pengemudi truk yang hanya memperoleh pendapatan Rp 400.000 dalam tiga sampai empat hari perjalanan.
Manager Operasi Waskita Sriwijaya Tol Sabdo Hari Mukti menjelaskan, kerusakan jalan yang terjadi di ruas tol Palembang-Kayu Agung memang disebabkan oleh keberadaan truk dengan muatan dan dimensi berlebih yang kerap melintas. Belum lagi kondisi cuaca seperti hujan yang terus mengguyur.
Mengantisipasi hal ini sejak awal Desember lalu, pihaknya sudah melakukan perbaikan jalan dengan menutup lubang yang ada di jalur itu. Di ruas jalan sepanjang 42 km tersebut terhitung ada 84 lubang yang menangga. ”Kami berupaya sebelum 20 Desember 2021, proses perbaikan jalan bisa tuntas,” ungkap Sabdo.
Baca Juga: Pembebasan Lahan Tiga Ruas Tol di Sumsel Ditargetkan Tuntas 2021
Proses perbaikan jalan terus dikebut karena menjelang angkutan Natal dan Tahun Baru diperkirakan akan terjadi lonjakan pengguna yang cukup signifikan. Di hari biasa, frekuensi lalu lintas di ruas Tol Palembang-Kayu Agung mencapai 8.500 kendaraan per hari, sementara di akhir pekan mencapai 9.500 kendaraan per hari.
Sementara pada masa Natal dan Tahun Baru, kendaraan yang melintas di ruas tol diperkirakan mencapai 10.200 kendaraan per hari. Adapun di masa puncaknya pada 24 Desember 2021 dan 2 Januari 2022, jumlah kendaraan yang melintas di tol diperkirakan bisa mencapai 13.500 kendaraan per hari.
Larangan masuk tol
Di Riau, bahkan muncul ketentuan kendaraan pengangkut produk industri sawit dilarang melintasi jalan tol ruas Pekanbaru-Dumai berbiaya Rp 16,210 triliun yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada (25/9/2020) itu. Penyebabnya, lagi-lagi karena angkutan sawit termasuk dalam kategori kendaraan ODOL.
Manager Cabang Tol Pekanbaru-Dumai Gede Indrajana mengatakan, petugas mulai memukul mundur kendaraan ODOL sejak April 2021. Hal itu mengikuti kebijakan Kementerian perhubungan yang menargetkan bebas kendaraan ODOL pada 2023.
”Dari hasil evaluasi, (kendaraan) ODOL merupakan penyebab kecelakaan yang paling banyak di sini, selain (kendaraan) overspeed,” kata Indrajana.
Menurut dia, jumlah kecelakaan di Tol Pekanbaru-Dumai menurun signifikan setelah kendaraan ODOL dilarang melintas. Pada Januari-Mei 2021, terjadi 37 kecelakaan di ruas tol itu. Adapun Juni-Oktober, jumlah kecelakaan turun menjadi 15 kejadian.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Riau, Jatmiko Santosa, Kamis (9/12/2021), mengatakan, kategori ODOL adalah kendaraan pengangkut dengan berat di atas 14 ton. Adapun angkutan sawit di Riau beratnya rata-rata 25-30 ton.
”Kalau kami harus mengikuti peraturan ODOL supaya bisa lewat tol, kendaraan yang diperlukan untuk mengangkut produk industri sawit jumlahnya akan bertambah dua kali lipat,” kata Jatmiko.
Apabila jumlah angkutan sawit bertambah, maka proses bongkar muat di pelabuhan juga akan bertambah lama. Padahal, menurut Jatmiko, saat ini antrean bongkar muat di pelabuhan sudah teramat panjang.
”Kalau jumlah kendaraan angkut meningkat, infrastruktur pelabuhan juga harus ditambah. Dalam hitungan kami, peraturan ODOL akan membuat biaya logistik membengkak sekitar 40-50 persen,” ujar Jatmiko.
Ia berharap pemerintah punya solusi untuk menyelesaikan persoalan itu. Menurut dia, tol Pekanbaru-Dumai sebenarnya punya potensi besar untuk meningkatkan perekonomian Riau yang selama ini ditopang industri sawit. Dengan adanya ruas tol itu, waktu tempuh bisa dipangkas dari sebelumnya 7-8 jam menjadi hanya 3 jam.
”Seandainya (angkutan sawit) bisa lewat sana. Itu akan sangat meningkatkan daya saing industri CPO (minyak mentah) di Riau,” ucap Jatmiko.
Menurut dia, industri sawit di Riau bisa memproduksi 10 juta ton CPO per tahun dengan nilai sekitar Rp 181 triliun. Ia menilai nilai produksi industri sawit di Riau itu seharusnya bisa menutup biaya pemeliharaan jalan tol di sana.
Kerusakan jalan
Anggota Komisi IV DPRD Riau, Mardianto Manan, mendesak pemerintah harus tegas mengatasi masalah kendaraan ODOL. Sekadar melarang kendaraan ODOL untuk melewati tol tidak sepenuhnya menyelesaikan persoalan transportasi di Riau.
Menurut dia, total jalan yang menjadi kewenangan Pemprov Riau saat ini ada sepanjang 2.799,81 kilometer (km). Pada Juni 2021, diketahui 35 persen atau sekitar 1.003,43 km jalan itu rusak. Biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki Rp 12 triliun.
Baca Juga: Jalan Berliku Memberantas Truk Obesitas
Padahal, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Riau hanya memiliki dana Rp 200 miliar. Adapun total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Riau juga hanya Rp 9 triliun.
”Dengan dana yang ada sekarang, yang bisa diperbaiki maksimal hanya 20 persen dari total jalan yang rusak,” kata Mardianto.
Sesuai peraturan, petugas di jembatan timbang seharusnya memotong bodi kendaraan angkut yang ketahuan kelebihan dimensi atau kelebihan muatan. Namun, menurut Mardianto, pemotongan bodi kendaraan atau disebut normalisasi itu tidak berjalan di Riau.
”Jembatan timbang di Riau tidak ada gunanya. Buktinya, jembatan timbang banyak, tetapi jalan tetap rusak,” ucap Mardianto.
Baca Juga: Kebijakan Bebas Kendaraan Kelebihan Muatan dan Dimensi Perlu Dievaluasi Berkala