Belum Tuntas Setelah Lima Tahun Dinanti, Jalan Tol Manado-Bitung Sepi
Jalur logistik di Sulawesi kini didukung Jalan Tol Manado-Bitung sepanjang 39,9 km. Namun, setelah diresmikan Presiden Jokowi, September 2020, jalan tol yang baru dimanfaatkan 25,5 km. Jalan tol itu kini masih sepi.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
Jalur logistik di Sulawesi kini didukung oleh Jalan Tol Manado-Bitung sepanjang 39,9 kilometer. Tol itu mulai dibangun sejak 2016 dengan sistem kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Dengan nilai investasi sebesar Rp 5,12 triliun, tol itu akan menjadi jalan tol pertama di Sulawesi Utara dan terpanjang di Pulau Sulawesi.
Selama pembangunan, jalan tol itu dibagi menjadi tiga bagian. Seksi 1, dari Kilometer 0 sampai 14+200 yang menghubungkan Manado hingga Airmadidi, Minahasa Utara, dibangun oleh Kementerian PUPR. Seksi 2 yang terbagi menjadi Segmen 2A Airmadidi-Danowudu, Bitung (Km 14+200 hingga 25+500) dan 2B Danowudu-Pelabuhan Bitung (KM 25+500 hingga 39+823) dibangun oleh PT Jasamarga Manado Bitung (JMB).
Waktu tempuh perjalanan Manado-Bitung 1,5 jam hingga 2 jam pun dipangkas menjadi sekitar 30 menit saja. Selama ini, jalur yang menghubungkan kedua kota tersebut adalah Jalan Raya Manado-Bitung yang di setiap arah hanya tersedia satu lajur. Ada pula Jalan SBY yang lebih lebar antara Manado dan Airmadidi.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulut Edwin Kindangen berharap truk-truk peti kemas yang membawa logistik dari dan menuju Terminal Peti Kemas Bitung dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung dapat memanfaatkan jalan tol. Berbagai industri di Sulut, terutama olahan pertanian dan perikanan yang membentuk 21,54 persen ekonomi Sulut pun akan semakin hidup.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono juga menyebut jalan tol tersebut salah satu dukungan signifikan bagi pengembangan KEK pariwisata Likupang di Minahasa Utara. KEK tersebut merupakan bagian dari kawasan stategis pariwisata nasional (KSPN) Manado-Bitung-Likupang.
Jalan tol itu mulai dibuka untuk publik sejak pertengahan 2020, kemudian diresmikan Presiden Joko Widodo secara virtual dari Istana Negara, September 2020. Kendati begitu, yang telah dioperasionalkan baru sepanjang 25,5 km hingga Seksi 2A. Sejak pembangunan dimulai 2016, Seksi 2B belum selesai dibangun.
Dalam kunjungan ke Manado akhir November 2021 lalu, Sekretaris Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Triono Junoasmono mengatakan, laju pembebasan lahan untuk Segmen 2B telah mencapai 97,63 persen, sedangkan konstruksi telah rampung 92,87 persen dari target 95,15 persen selama November.
”Konstruksi difokuskan pada underbridge (jembatan bawah) Ranowulu. Kami menargetkan Segmen 2B ini selesai konstruksi pada awal Desember. Selanjutnya akan dilaksanakan uji laik fungsi sehingga bisa dioperasionalkan pada minggu ketiga Desember sebelum Natal dan Tahun Baru,” ujar Triono.
Direktur Utama PT JMB Charles Lendra juga optimistis Segmen 2B bisa dioperasikan pada akhir 2021. Pihaknya masih berfokus mengidentifikasi lokasi lahan yang belum dibebaskan. PT JMB bahkan mengadakan mediasi permasalahan lahan bersama warga, Polres Bitung, Badan Pertanahan Nasional, dan pejabat pembuat komitmen.
Untuk sementara, Jalan Tol Manado Bitung telah dioperasionalkan sepanjang 25,5 km. Kendati begitu, jalan tersebut cenderung sepi. Menurut pantauan selama setahun terakhir, tidak pernah ada jenis kendaraan selain mobil roda empat yang melintas. Alih-alih di jalan tol, truk-truk peti kemas lebih banyak terlihat di Jalan Raya Manado Bitung.
Namun, kalau biayanya tidak diturunkan, kami akan tetap pakai jalan biasa.
Abrizal Ang, pemilik PT Samudera Mandiri Sentosa (SMS) di Kecamatan Girian, Bitung, yang memproduksi ikan kaleng, mengatakan, biaya tol ruas Danowudu-Manado sebesar Rp 29.500 yang sudah digunakan saat ini terlalu mahal. Biaya bahan bakar truk pergi-pulang antara Bitung dan Manado bahkan lebih murah.
Abrizal mengatakan, dirinya baru akan memanfaatkan jalan tol jika dua syarat sudah terpenuhi, yaitu jalan tol sudah jadi 100 persen hingga 39,9 km serta tarifnya diturunkan. ”Kami pasti juga berusaha menghindari macet di Jalan Raya Manado-Bitung, bisa hemat waktu setengah jam. Namun, kalau biayanya tidak diturunkan, kami akan tetap pakai jalan biasa,” katanya.
Edwin Kindangen mengatakan, masyarakat secara umum akan diuntungkan jika truk-truk kontainer beralih ke jalan tol. Pengguna kendaraan pribadi akan lebih aman dan nyaman karena tidak harus berada di satu jalur bersama kendaraan besar. Pengusaha diuntungkan oleh pemangkasan waktu pengiriman barang.
”Hanya saja, karena jalan tol belum jadi, para pengusaha dan sopir truk merasa tanggung kalau harus lewat jalan tol sehingga mereka lebih suka lewat Jalan Raya Manado-Bitung. Nanti saat jalan tol sudah jadi sampai Pelabuhan Bitung, saya yakin truk-truk akan lebih suka lewat sana,” kata Edwin.
Menurut pengajar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi, Magdalena Wullur, akan sulit menekan harga barang di Sulut jika biaya logistik tetap tinggi. Tarif tol yang tidak menarik untuk pengusaha pun akan menghambat tujuan awal pendiriannya, yaitu memangkas waktu pengiriman barang.
Karena itu, ketika jalan tol sudah beroperasi penuh sepanjang 39,9 km, pemerintah bisa berperan dengan menyuntikkan subsidi kepada pengelola, yaitu PT JMB, agar harga di tingkat konsumen lebih ringan. ”Karena pengelolaan jalan tol diserahkan kepada pengembang, orientasinya pasti bisnis, untuk menutup biaya operasional dan mencapai BEP (breakeven point/titik impas),” kata Magdalena.