Perjuangan Membangun ”Sirip” ke Barat Sumatera
Jalan tol Padang-Pekanbaru sebagai sirip atau penghubung ke jalan Tol Trans-Sumatera diyakini bakal mendongkrak sektor pariwisata dan perdagangan di Sumatera Barat. Namun, urusan pembebasan lahannya tidaklah mudah.
Kehadiran jalan Tol Padang-Pekanbaru sepanjang 254 kilometer sebagai feeder atau penghubung ke jalan Tol Trans-Sumatera diyakini bakal mendongkrak sektor pariwisata dan perdagangan di Sumatera Barat dan sekitarnya. Pelaku usaha pun mendorong pembangunan jalan tol segera diselesaikan.
Namun, pembangunan itu tidak mudah. Masalah lahan masih menjadi kendala. Banyak orang harus berurusan dengan hukum dalam proses pembebasan lahannya yang dinilai tidak tepat sasaran.
Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat bahkan telah menahan belasan orang tersangka kasus dugaan korupsi lahan jalan Tol Padang-Pekanbaru pada ruas Padang-Sicincin. Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan sekitar Rp 27 miliar (Kompas.id, Rabu, 1/12/2021).
Baca Juga: Kejati Sumbar Tahan 12 Tersangka Korupsi Lahan Tol Padang-Sicincin
Jalan Tol Padang-Pekanbaru memiliki panjang 254 kilometer. Jalur bak sirip yang membelah Sumatera dari sisi tengah menuju sisi barat.
Pembangunan terbagi atas enam seksi, yaitu seksi Padang-Sicincin, Sicincin-Bukittinggi, Bukittinggi-Payakumbuh, Payakumbuh-Pangkalan, Pangkalan-Bangkinang, dan Bangkinang-Pekanbaru
Direktur Operasi III PT Hutama Karya Koentjoro dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas, Jumat (17/12/2021), mengatakan, pembangunan konstruksi saat ini tengah dilakukan di seksi Padang-Sicincin sepanjang 36 kilometer yang progresnya mencapai 45 persen. Seksi Pekanbaru-Bakinang sepanjang 40 kilometer memiliki progres konstruksi 77 persen, dan seksi Bakinang-Pangkalan sepanjang 25 km memiliki progres konstruksi 55 persen. Ketiganya masuk dalam pembangunan tahap I yang ditargetkan rampung pada 2024.
Adapun pembangunan di seksi lainnya, yakni Pangkalan-Payakumbuh (43 km), Payakumbuh-Bukittinggi (36 km), dan Bukittinggi-Sicincin (41 km), saat ini masih dalam proses penyusunan desain.
Hutama Karya, lanjut Koentjoro, saat ini fokus menyelesaikan pembangunan tol tahap I termasuk ruas Padang-Sicincin. Di ruas itu sekarang sedang dilakukan pembersihan lahan (land clearing)sepanjang 9,75 km di sisi kanan dan kiri jalan dan pekerjaan pengerasan kaku (rigid pavement) sepanjang 4,2 km.
Perusahaan kerap kali dihadapkan dengan tantangan di lapangan, utamanya terkait dengan pembebasan lahan.
Dalam pembangunan di ruas itu, perusahaan kerap kali dihadapkan dengan tantangan di lapangan, utamanya terkait dengan pembebasan lahan. Hingga saat ini, pembebasan lahan di ruas itu baru 36 persen.
Meski demikian, berbagai skema alternatif telah dilakukan mulai dari pengajuan penetapan lokasi baru, relokasi trase, hingga terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait agar proses pembebasan lahan lancar dan pembangunan konstuksi terus berjalan.
Baca Juga: Pembangunan Tol Padang-Pekanbaru Tak Distop, Hanya ”Refocusing” Proyek
Secara terpisah, Kepala Bidang Pengadaan Tanah dan Pengembangan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumbar Yuhendri Yakub mengatakan, di seksi Padang-Sicincin terdapat dua penetapan lokasi (penlok), yaitu penlok I kilometer 0-4,2 dan penlok II kilometer 4,2-36,6. Penlok I 4,2 kilometer sudah bebas 100 persen, sedangkan penlok II 32,4 kilometer sudah bebas 53 persen.
”Pada 6-8 Desember kemarin, kami sudah bayarkan uang ganti kerugian 211 bidang tanah yang disetujui Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) senilai Rp 155 miliar. Pembayaran itu merupakan hasil verifikasi lanjutan, yang sangat memperhatikan kehati-hatian terhadap pihak berhak. Jangan sampai nanti terjadi salah sasaran dalam pembayaran keuangan negara dalam ganti rugi ini,” kata Yuhendri.
Baca Juga: Pembayaran Lahan Tol Padang-Sicincin Rp 155 Miliar Tunggu Kepastian Pemda
Total bidang tanah penlok II sebanyak 1.486 bidang. Sebanyak 53 persen tanah yang bebas terdiri atas obyek tanah yang diganti rugi, obyek tanah konsinyasi, dan obyek tanah fasilitas umum dan fasilitas sosial. Tanah-tanah tersebut sudah bisa digarap oleh Hutama Karya untuk pengerjaan fisik jalan tol.
Sisanya dalam tahap pengusulan pembayaran sekitar 5 persen, musyawarah 15 persen, penilaian 17 persen, dan pengumuman 10 persen. ”Terhadap 47 persen kami upayakan untuk mendorong proses selanjutnya menuju pembebasan lahan,” kata Yuhendri.
Menurut Yuhendri, BPN menemukan sejumlah kendala dalam proses pembebasan lahan di penlok II. Salah satunya, bertambahnya jumlah bidang tanah yang akan dibebaskan sekitar dua kali lipat. Pada dokumen perencanaan, hanya ada 732 bidang tanah, tetapi saat pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi didapati 1.486 bidang sehingga memperpanjang proses pendataan dan pembebasan.
Pada dokumen perencanaan, hanya ada 732 bidang tanah, tetapi saat pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi didapati 1.486 bidang.
Selanjutnya, kelebihan bidang tanah yang di luar dokumen perencanaan itu ada bidang-bidang tanah yang belum bersertifikat atau berstatus tanah ulayat kaum. Proses pengumpulan dokumennya pun butuh waktu karena perlu kehati-hatian lebih untuk meneliti dokumen karena hanya berupa klaim dari masyarakat. Berbeda ketika tanah sudah bersertifikat, sudah ada legalitas dari nagari, sehingga tidak ada keraguan dalam penentuan pihak yang berhak.
Selain itu, banyak pula sanggahan yang muncul terhadap klaim tersebut karena kepemilikan secara adat, bersama, baik internal maupun eksternal kaum. BPN pun bersurat ke wali nagari untuk melibatkan Kerapatan Adat Nagari (KAN) dalam menyelesaikannya secara damai. Jika persoalan sudah selesai, BPN baru bisa melanjutkan proses ke tahap berikutnya.
Kemudian, ada pula keengganan masyarakat pemilik tanah dalam membuat dokumen karena belum tahu besaran ganti rugi. BPN berupaya menyosialisasikan dan meyakinkan masyarakat bahwa prosedurnya dengan memotret obyek dan subyeknya melalui inventarisasi dan identifikasi agar bisa dilakukan penilaian terhadap obyek tanahnya.
Meski demikian, harapan besar akan keberadaan tol disampaikan para pelaku usaha. Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Sumbar Darmawi mengatakan, jalan tol Padang-Pekanbaru merupakan proyek strategis Nasional. Kehadirannya akan mengangkat sektor-sektor perekonomian, terutama sektor pariwisata di Sumbar.
Menurut Darmawi, jarak tempuh yang bisa dipangkas mencapai 4-5 jam dengan jalan tol, dari total 8-9 jam perjalanan Padang-Pekanbaru dengan jalan biasa, membuat wisatawan dari Riau lebih mudah berkunjung ke Sumbar. Dampaknya, kunjungan wisata ke Sumbar semakin banyak dan menggerakkan ekonomi di Sumbar, baik industri pariwisata maupun UMKM.
”Saya prediksi, akhir pekan, Jumat, Sabtu, dan Minggu, masyarakat Riau, khususnya Pekanbaru dan sekitarnya, akan menggunakan liburannya dengan berkunjung ke Bukittinggi, Payakumbuh, Batusangkar, dan Padang. Daerah lain, seperti Pesisir Selatan, Solok, Padang Pariaman, Pasaman, dan Agam, juga akan mendapatkan bagian,” kata Darmawi.
Baca Juga: Anggaran Ganti Rugi Belum Cair, Pembebasan Lahan Tol Seksi Padang-Sicincin Terkendala
Oleh karena itu, kata Darmawi, Asita sangat mendorong kelancaran dan kesuksesan pembangunan jalan tol ini. Ia berharap masyarakat dan pemerintah bisa bekerja sama dalam pembebasan lahan demi kelancaran pembangunan jalan Tol Padang-Pekanbaru. Darmawi berharap pembangunan jalan tol ini bisa segera selesai.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumbar Medi Iswandi mengatakan hal senada. Keberadaan tol penghubung ke jalan tol Trans-Sumatera itu akan membuat arus lalu lintas menjadi lancar. Pergerakan barang dan jasa pun akan semakin optimal.
Dari segi ekspor-impor, misalnya, keberadaan jalan tol akan berdampak positif. Arus lalu lintas yang lancar dari arah utara dan timur Pelabuhan Teluk Bayur akan meningkatkan volume ekspor-impor. Apalagi, Teluk Bayur di pantai barat Sumatera, mengarah langsung ke Afrika, India, Myanmar, dan Arab.
”Produk hasil bumi Sumbar dan provinsi lainnya di tengah Sumatera bisa dipasok ke wilayah tersebut. Teluk Bayur akan menjadi pusat, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Sumbar,” kata Medi.
Tidak hanya itu, kata Medi, arus lalu lintas yang lancar antara Sumbar dan Riau juga akan meningkatkan volume perdagangan antara kedua daerah. Bagi Sumbar, misalnya, volume produk pertanian dan semen yang biasanya dipasok ke Riau akan semakin banyak dan lancar.
Sektor pariwisata Sumbar juga akan meningkat. Sejauh ini titik kemacetannya (bottle neck) setiap momen Lebaran ada di jalur Padang-Bukittinggi. Dengan adanya jalan tol, arus lalu lintas akan sangat lancar, baik dari arah Pekanbaru maupun dari arah Jambi. Kunjungan ke kedua belah pihak akan semakin tinggi.
Menurut Medi, semua pihak harus mendukung pembangunan jalan tol ini. Keberadaannya sangat penting.
Hanya ada dua provinsi di Pulau Sumatera yang tidak dilewati jalur utama tol Trans-Sumatera, yaitu Sumbar dan Bengkulu. Maka, apabila tidak ada tol penghubung (feeder), Sumbar akan rugi. Sejauh ini, selain Tol Padang-Pekanbaru, juga ada Tol Dharmasraya-Rengat yang direncanakan sebagai tol penghubung.
”Yang pasti kalau tidak terhubung ke jalur utama tol Trans-Sumatera, Sumbar akan seperti pulau terpencil. Akan terisolasi dari daerah lainnya. Makanya, harus ada feeder,” ujar Medi.
Hal itu juga disampaikan Koentjoro. ”Jika sudah terhubung, tol akan memberikan dampak positif bagi warga sekitar,” kata Koentjoro.
Dampak itu di antaranya memangkas belasan jam waktu tempuh melalui jalan nasional, akses logistik, barang, dan kendaraan di Sumbar dan Riau akan mudah dan terhubungnya sentra ekonomi di jalur Padang-Pekanbaru, seperti akses ke Pelabuhan Teluk Bayur. Pelabuhan itu merupakan pintu gerbang ekspor-impor dari dan ke Sumatera Barat.
Banyak pihak berharap hal itu terwujud dalam waktu yang tidak terlalu panjang. Semoga.