Penyiapan lahan relokasi pengungsi Semeru butuh percepatan agar bisa selesai tepat waktu. Di sisi lain, peningkatan layanan di pengungsian mulai difokuskan pada pendampingan psikososial kelompok rentan.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
LUMAJANG, KOMPAS — Penyiapan lahan relokasi bagi pengungsi korban bencana erupsi Gunung Semeru, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, memerlukan percepatan agar bisa selesai tepat waktu. Di sisi lain, upaya peningkatan layanan di lokasi pengungsian mulai difokuskan pada pendampingan psikososial kelompok rentan agar mereka merasa nyaman.
Berdasarkan pantauan Kompas, Minggu (19/12/2021), di lokasi relokasi Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, pekerjaan penyiapan lahan dilakukan dengan membabat tanaman yang ada di kawasan hutan produksi cengkeh yang dikelola oleh Perum Perhutani. Pembabatan lahan dilakukan oleh petani penggarap lahan dan anggota TNI.
Komandan Satuan Tugas Penanganan Bencana Erupsi Semeru Kolonel Infantri Irwan Subekti mengatakan, sebanyak lima alat berat dikerahkan untuk pembabatan tanaman. Operator alat berat bekerja sejak pagi dan lembur hingga malam hari untuk mengejar target penyelesaian.
Meski demikian, berdasarkan hasil evaluasinya, pekerjaan yang dilakukan dalam dua hari belakangan ini dinilai kurang optimal. Luas lahan yang berhasil dibabat baru 7-8 hektar dari total target luas area 81 ha. Oleh karena itu, pihaknya berencana mengerahkan alat berat dalam jumlah lebih banyak lagi.
”Namun, tantangan lain yang dihadapi operator alat berat di lapangan ialah ketersediaan bahan bakar minyak (BBM). Pendistribusian BBM dilakukan menggunakan truk tangki yang bergerak juga ke titik lain. Akibatnya, saat alat berat ini kehabisan bahan bakar, harus menunggu lama,” ujar Irwan Subekti dalam rapat harian di Posko Penanggulangan Bencana Erupsi Semeru di Kantor Kecamatan Pasirian.
Irwan mengatakan, pihaknya meminta Pemkab Lumajang mencarikan solusi terkait dengan pasokan bahan bakar agar alat berat yang bekerja menyiapkan lahan relokasi bagi pengungsi bisa bekerja secara maksimal. Percepatan pekerjaan penyiapan lahan akan berdampak pada pembangunan hunian sementara atau huntara bagi masyarakat terdampak bencana.
Pemkab Lumajang menyiapkan dua lokasi pembangunan huntara bagi pengungsi Semeru, yakni di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, seluas 81 ha dan di Desa Oro-Oro Ombo, Kecamatan Pronojiwo, seluas 9 ha. Pekerjaan penyiapan lahan di Desa Sumbermujur ini cukup menantang karena lokasinya berada di hutan produksi dengan komoditas utama tanaman cengkeh.
Di bawah tegakan tanaman cengkeh itu, lahannya digarap oleh masyarakat dengan sistem tumpangsari. Petani penggarap ini menanam kopi, jagung, ketela, dan sayuran. Berdasarkan data Desa Sumbermujur, terdapat 247 petani yang menggarap lahan di bawah tegakan hutan seluas 81 ha tersebut.
Kepala Desa Sumbermujur Syafi’i mengatakan, seluruh petani penggarap sudah disosialisasi tentang rencana penyiapan lahan untuk relokasi. Mereka bisa menerima kebijakan itu dengan baik dan diberi kesempatan untuk mengambil asetnya sebelum lahan tersebut diolah.
”Aset itu, misalnya, memanen tanaman yang saatnya panen. Mengambil kayu yang bernilai ekonomi dan aset-aset berharga lainnya. Apabila tidak diambil, akan dibabat dengan alat berat,” kata Syafi’i.
Tingkatkan layanan psikososial
Seraya menunggu pekerjaan pembangunan hunian sementara, layanan terhadap pengungsi terus diperbaiki. Dinas Sosial Lumajang melaporkan, jumlah pengungsi masih dinamis. Pada Minggu (19/12), misalnya, jumlah pengungsi yang terdata 10.557 orang. Sebelumnya, jumlah pengungsi sempat tercatat sekitar 10.300 orang.
Para pengungsi ini beragam, misalnya pengungsi anak-anak sebanyak 1.871 orang, lansia sebanyak 946 orang, dan ibu hamil 32 orang. Mereka tinggal tersebar di 151 lokasi pengungsian dan sudah bertahan selama lebih dari dua pekan sehingga memerlukan pendampingan psikososial.
Kepala Dinas Sosial Lumajang Dewi Susiyanti mengatakan, layanan psikososial itu dibutuhkan oleh kelompok rentan, yakni anak-anak, perempuan, dan warga berusia lanjut. Layanan psikososial untuk anak-anak memang sudah ada, tetapi layanan ini tidak merata sesuai sebaran pengungsi.
Para sukarelawan yang membantu memberikan layanan psikososial masih menumpuk di satu lokasi, misalnya tempat pengungsian di Kantor Desa Penanggal. Padahal, ribuan pengungsi anak yang tersebar di ratusan lokasi pengungsian belum tersentuh layanan psikososial.
”Selain itu, pemberian layanan pendampingan psikososial terhadap kaum perempuan dan lansia masih sangat sedikit. Padahal, mereka sangat membutuhkan. Oleh karena itu, diharapkan ada komunitas sukarelawan yang menyediakan pendampingan terhadap perempuan dan lansia,” ujar Dewi.
Dewi menambahkan, pihaknya terus berkoordinasi dengan posko terkait data para sukarelawan yang membantu penanganan di masa perpanjangan tanggap darurat ini. Diharapkan, dari ribuan sukarelawan yang hadir di Lumajang saat ini, banyak yang memiliki keahlian di bidang pendampingan psikososial terhadap perempuan dan lansia.
Pemberian layanan pendampingan psikososial terhadap kaum perempuan dan lansia masih sangat sedikit. Padahal, mereka sangat membutuhkan.
Sementara itu, Gunung Semeru saat ini berada di level 3 atau siaga karena aktivitasnya masih tinggi. Kepala Pos Pemantauan Semeru Liswanto mengatakan, Semeru kembali mengeluarkan awan panas guguran dengan amplitudo 20 mm dan lama gempa 720 detik.
”Kejadiannya pada Minggu pukul 05.30. Jarak luncur awan panas itu mencapai 3 kilometer (km),” ucap Liswanto.
Menyikapi tingginya aktivitas Semeru tersebut, Komandan Satuan Tugas Penanganan Bencana Erupsi Semeru Kolonel Infantri Irwan Subekti kembali mengingatkan larangan aktivitas masyarakat di kawasan rawan bencana zona merah dan memperketat mobilitas masyarakat di lokasi pengungsian.
”Saya minta para petambang pasir yang masih berkegiatan di aliran sungai di Pronojiwo agar segera ditertibkan. Selain itu, penjagaan menuju ke tempat-tempat pengungsian kembali diperketat karena tingginya mobilitas masyarakat akan menghambat evakuasi apabila terjadi bencana,” kata Irwan.